kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45910,14   0,84   0.09%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengukur Prospek Emiten Properti Afiliasi BUMN di Tengah Kokohnya Pengembang Swasta


Kamis, 17 Februari 2022 / 19:14 WIB
Mengukur Prospek Emiten Properti Afiliasi BUMN di Tengah Kokohnya Pengembang Swasta
ILUSTRASI. Foto udara Gedung MTH 27 Office Suites?di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Senin (24/01).


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten sektor properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal semakin ramai dengan kehadiran PT Adhi Commuter Properti Tbk. Emiten bersandi saham ADCP tersebut sedang dalam proses initial public offering (IPO) dengan periode penawaran 16-21 Februari 2022.

ADCP merupakan anak usaha dari perusahaan konstruksi BUMN, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI). ADCP mengembangkan konsep hunian berbasis transportasi massal alias transit oriented development (TOD), khususnya di jalur light rail transit (LRT) yang digarap oleh ADHI.

Sekretaris Perusahaan Adhi Commuter Properti Adi Sampurno mengungkapkan bahwa ADCP mencatatkan kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga 14,4 kali pada hari pertama penawaran umum, 16 Februari 2022. Besaran oversubscribed ini merupakan hasil penjatahan terpusat (pooling) yang terkumpul di hari pertama penawaran umum.

Baca Juga: Knight Frank Indonesia Perkirakan Harga Properti Residensial Terkoreksi di Kuartal I

“Kami terus berupaya mempercepat berbagai proyek sesuai dengan rencana untuk memastikan fundamental bisnis perusahaan semakin kuat,” ujar Adi dalam siaran pers, Kamis (17/2). 

Hadirnya ADCP di lantai bursa akan menemani emiten properti terafiliasi pelat merah lainnya, yaitu PT PP Properti Tbk (PPRO) yang merupakan anak usaha dari BUMN konstruksi PT PP (Persero) Tbk (PTPP). PPRO telah memperdagangkan sahamnya sejak 19 Mei 2015.

Equity Analyst Kanaka Hita Solvera, William Wibowo melihat PPRO dan ADCP memiliki prospek yang bagus. PPRO misalnya, bisa terus menggencarkan penjualan dengan total landbank sekitar 300 hektare (ha) yang berlokasi strategis di kota-kota besar.

Baca Juga: Lonjakan Varian Omicron Bisa Mengganggu Tren Harga Properti di Kuartal I 2022

Sedangkan ADCP yang mengusung konsep TOD memiliki keunggulan yang unik dibandingkan pengembang lainnya. "Konsep hunian yang terintegrasi dengan transportasi massal berpotensi menjadi tren masa depan yang tentunya punya peluang sangat besar dalam pengembangannya," ujar William kepada Kontan.co.id, Kamis (17/2).

Namun, modal tersebut belum cukup untuk bisa sejajar dengan emiten-emiten properti swasta. Sebab dari sisi strategi bisnis dan pengembangan usaha, emiten properti swasta memiliki fleksibilitas yang lebih lincah.

Sehingga, pengembang swasta bisa lebih agresif memenuhi kebutuhan pasar, termasuk dengan menyesuaikan permintaan di era new normal saat pandemi ini. "Saya cenderung lebih tertarik ke emiten properti swasta yang saat ini cukup agresif. Fleksibilitas strategi dan harga juga lebih terlihat," imbuh William.

Baca Juga: Saham Adhi Commuter (ADCP) Oversubscribed 14,4 Kali di Hari Pertama Penawararan Umum

Hal senada juga disampaikan oleh Analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei. Di satu sisi, dia melihat emiten properti terafiliasi BUMN bisa diuntungkan oleh adanya pembangunan infrastruktur. Dibandingkan dengan emiten properti swasta, mereka lebih berpeluang mendapatkan proyek prioritas di sekitar infrastruktur yang dibangun. 

Namun dalam hal bisnis pengembang properti, swasta punya keunggulan dibandingkan emiten anak usaha BUMN. "Properti swasta bisa lebih fleksibel dan agresif untuk ekspansi karena memiliki keleluasaan untuk mengatur modal kerjanya sendiri," kata Jono kepada Kontan.co.id, Kamis (17/2).

Hanya saja, di tengah pasar properti yang masih luas dan menarik, hal-hal tersebut tidak terlalu menjadi sekat. Sebab, emiten properti swasta dan yang terafiliasi BUMN bisa berjalan beriringan dengan target pasar dan fokus pengembangan masing-masing.

Baca Juga: Perintis Triniti Properti (TRIN) Tetapkan Harga Rights Issue Rp 750 Per Saham

Jono memandang peluang di sektor properti masih terbuka lebar, terutama untuk produk rumah tapak. Perpanjangan insentif pajak yang ditanggung pemerintah, relaksasi loan to value dari Bank Indonesia, serta suku bunga yang masih terbilang rendah akan menjadi katalis positif.

Apalagi, mayoritas masyarakat membeli hunian dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). "Yang dapat menjadi katalis negatif nantinya jika ada kenaikan suku bunga Bank Indonesia, meskipun saat ini masih mempertahankan suku bunga rendah untuk mendukung stabilitas ekonomi," ujar Jono.

Analis Panin Sekuritas William Hartanto menambahkan, para pengembang properti juga masih wait and see terkait pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur. William memprediksi, emiten properti akan semakin agresif mengembangkan ekspansi setelah ada kepastian proyek pembangunan IKN.

Dalam hal mengoptimalkan peluang, swasta biasanya lebih unggul pada fleksibilitas bisnis. Oleh sebab itu, dari sisi pergerakan saham, emiten properti swasta dinilai lebih menarik. Sedangkan untuk emiten properti terafiliasi BUMN, William masih wait and see.

Baca Juga: Bumi Serpong Damai (BSDE) Cetak Marketing Sales Rp 7,7 Triliun di Tahun 2021

Sementara itu, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya mengatakan bahwa dengan jumlah emiten yang masih sangat terbatas, belum menjadi perbandingan yang setara antara pengembang properti swasta dengan BUMN. Dari sisi investasi saham, pelaku pasar mesti mencermati terkait kepemilikan landbank, rencana pembangunan, prospek penjualan, serta utang yang dimiliki.

Cheryl pun lebih merekomendasikan untuk membeli saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) di level Rp 940 per saham-Rp 950 per saham dengan target harga Rp 1.000 per saham dan stop loss Rp 920 per saham. Selain itu, Cheryl menyarankan buy untuk saham PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) pada Rp 448 per saham-Rp 454 per saham, dengan target harga Rp 462 per saham dan stop loss Rp 440 per saham.

Sedangkan Jono memberikan rekomendasi buy untuk saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) di level target harga Rp 1.410 per saham dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) pada target harga Rp 1.170 per saham. Khusus mengenai PPRO, Jono melihat pergerakan downtrend dalam pola falling wedge. Kondisi saat ini menghadapi uji resistance MA50 di Rp 59.

Baca Juga: Urban Jakarta Propertindo (URBN) Merambah Bisnis Rest Area dan Pasar

"Baiknya buy on break di atas level ini, sehingga berpeluang untuk lanjut naik menuju upper wedge di seputaran 63-65. Support terdekat MA10 di 57," terang Jono.

Adapun William Wibowo merekomendasikan buy on weakness terhadap saham PPRO. Menurutnya, saat ini pergerakan harga PPRO sudah mulai menunjukkan potensi technical rebound dengan support penting di Rp 55 per saham serta target harga ke level Rp 65 per saham.

Secara umum, William melihat saat ini IDX Properti berpotensi dalam fase tren reversal. "Pelaku pasar sebaiknya menunggu konfirmasi reversal terlebih dahulu untuk menghindari bullish trap," pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×