Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) masih berjibaku memperbaiki kinerja. Sejauh ini, tanda-tanda hasilnya mulai tampak. Misalnya, laba bersih naik, meski net interest margin (NIM) masih turun.
Di kuartal dua lalu, BMRI membukukan laba bersih sebesar Rp 9,5 triliun. Jumlah ini naik 33,7% dibandingkan laba bersih semester I-2016 yang sebesar Rp 7,1 triliun.
Analis NH Korindo Bima Setiaji mengatakan, pertumbuhan laba bersih didorong oleh kredit BMRI yang bertumbuh seiring dengan pemulihan kualitas kredit. Pertumbuhan kredit BMRI pada semester I-2017 mencapai 12,9% year on year (yoy) menjadi Rp 682 triliun.
Peningkatan laba bersih BMRI juga didorong penurunan biaya pencadangan BMRI sekitar 26% secara yoy di kuartal I-2017. "Biaya pencadangan yang turun membuat laba bersih naik," kata Bima pada KONTAN, Selasa (25/7).
Selain itu pendapatan BMRI dari fee based income juga tumbuh signifikan sebesar 18,5% menjadi Rp 10,9 triliun.
Namun, di tengah meningkatnya laba bersih, BMRI masih mencatatkan penurunan NIM. Pertumbuhan laba bunga bersih turun dari 6,2% di semester I-2016 menjadi 5,9% di semester I-2017.
Bima melihat, penurunan NIM disebabkan oleh beragam penyesuaian yang dilakukan oleh bank pelat merah ini. Dari sisi pendanaan, ketatnya persaingan likuiditas menyebabkan kenaikan biaya yang dikeluarkan BMRI.
NIM BMRI yang tergelincir juga terpengaruh regulasi bunga pinjaman perbankan menjadi single digit pada 2016. Alhasil, tahun 2018, Bima memprediksi pendapatan bunga bersih BMRI bisa melambat jika rasio NIM terus menyusut.
Andy Ferdinand, Head of Equity Research Samuel Sekuritas, menilai, kinerja BMRI hingga semester I-2017 sesuai dengan ekspektasi. Andy melihat pertumbuhan kredit BMRI banyak ditopang kredit segmen korporasi.
Dalam riset Kamis (20/7), Andy mengatakan kredit BMRI meningkat 11,6% yoy. Hal tersebut terutama ditopang oleh kredit korporasi, terutama infrastruktur dan diikuti kredit konsumsi.
Kredit bermasalah
Sementara, kredit segmen kecil dan komersial masih tertekan, seiring non performing loan (NPL) kedua segmen tersebut yang relatif tinggi. "Kami masih mempertahankan estimasi pertumbuhan kredit 12% di tahun ini, sejalan dengan target manajemen sebesar 11%-13%," kata Andy.
Bima menandaskan, kinerja kredit pada segmen komersial menyumbang jatah NPL tertinggi. Porsinya mencapai 10,77% di semester I-2017.
Segmen komersial yang berkontribusi terhadap kenaikan NPL adalah komoditas pertambangan dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Segmen ini menyebabkan BMRI membukukan penyisihan kerugian kredit hingga mencapai Rp 9,3 triliun.
Namun, Andy menilai, langkah BMRI meng-upgrade NPL pada segmen korporasi menjadi performing loan (PL) serta write-off Rp 2,5 triliun telah mengompensasi penambahan NPL pada segmen komersial. Alhasil, NPL BMRI bisa diturunkan menjadi tinggal Rp 160 miliar pada kuartal II-2017, atau membaik menjadi sebesar 3,79%.
"Kami melihat biaya pencadangan tahun ini masih akan lebih rendah secara signifikan dari pada tahun lalu sehingga dapat menopang laba bersih di tahun ini," kata Andy.
Menurut Bima, ke depan pekerjaan rumah yang harus dirampungkan BMRI adalah pemulihan aset kredit bermasalah. Selain itu, BMRI harus rajin menagih ketetapan komitmen debitur dalam hal pembayaran kredit, agar special mention loans (SML) BMRI tidak pindah ke NPL.
Prospek bisnis Bank Mandiri ke depan relatif oke. Pendorong positif prospek tersebut adalah penurunan NPL bank tersebut menjadi 3,79% pada kuartal dua tahun ini dibanding pada kuartal satu sebesar 4%. Namun katalis negatif juga masih membayangi kinerja BMRI ke depan. "NIM BMRI malah menunjukkan penurunan dari 6,2% di semester I-2016 jadi 5,9% di semester I-2017," kata Bima.
Selain itu, penyaluran kredit komersial turun 1% secara yoy. Berdasarkan hal ini, Bima merekomendasikan hold saham BMRI dengan target harga Rp 13.300 per saham hingga akhir tahun nanti.
Bima memprediksi pendapatan BMRI hingga akhir tahun ini akan meningkat sekitar 7,8% menjadi Rp 82,71 triliun dari posisi Rp 76,71 triliun pada 2016. Sedangkan laba bersih emiten ini meningkat ke Rp 19,59 triliun.
Sementara Andy merekomendasikan buy saham BMRI dengan target harga Rp 14.400 per saham. Alasannya, laba bersih masih sesuai ekspektasi. Kenaikan pendapatan bunga bersih dan pendapatan non bunga serta penurunan biaya pencadangan juga mendorong kinerja. Di sisi lain, kenaikan operating expenditure (opex) relatif kecil.
Taye Shim, Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menyebut, bagian terburuk siklus kredit telah berakhir. "Dengan pemulihan ekonomi global ditambah upgrade peringkat kredit dari S&P, kami percaya prospek BMRI ke depan masih positif," kata Taye dalam risetnya Kamis (20/7).
Taye merekomendasikan buy BMRI dengan target harga Rp 15.540 per saham. Selasa (25/7), harga BMRI berada di Rp 13.350 per saham, naik 0,56% dibandingkan hari sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News