Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2021 rupanya menjadi periode gemilang bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pasalnya, IHSG berhasil berulang kali menembus level all time high pada tahun ini.
Teranyar, pada penutupan perdagangan hari ini, Senin (4/4). IHSG berada di level 7.116,22 yang merupakan level tertingginya sepanjang masa. Tak hanya mencetak rekor, IHSG juga telah berhasil menguat hingga 8,12% sepanjang tahun ini.
Apiknya kinerja IHSG menjadi berkah tersendiri bagi reksadana indeks. Maklum, portofolio reksadana indeks mayoritas dibuat mengikuti dengan indeks acuan masing-masing. Alhasil, kinerja reksadana indeks pada tahun ini berpotensi mengekor dengan kinerja IHSG.
Baca Juga: Saham-Saham Penghuni LQ45 Terbang Tinggi, Bagaimana Valuasi dan Rekomendasi?
Direktur Panin Asset Management melihat reksadana indeks berpotensi catatkan kinerja apik pada tahun ini. Pasalnya, IHSG ke depan berpotensi untuk kembali mengalami peningkatan. Sehingga, dari sisi kinerja, reksadana indeks berpotensi akan sesuai dengan IHSG dan saham big caps.
“Karena kebanyakan indeks itu saham yang likuid dan besar seperti IDX-30,” kata Rudiyanto kepada Kontan.co.id, Senin (4/4).
Adapun, merujuk data Infovesta Utama, kinerja reksadana indeks Panin IDX30 dalam setahun terakhir berhasil tumbuh 16,67%. Tidak berbeda jauh dengan IHSG di mana pada periode yang sama tumbuh 17,75%.
Baca Juga: Menilik Efek Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I-2022 Terhadap Prospek Reksadana
Ke depan, Rudiyanto optimistis akan ada beberapa sentimen yang bisa kembali mendorong rally IHSG lebih lanjut. Pertama, solidnya laporan keuangan dari dari sektor non perbankan, seperti telekomunikasi, batubara, hingga sawit. Lalu, sentimen pembagian dividen di periode April secara historis telah menjadi katalis positif untuk pergerakan harga saham dan IHSG.
Berikutnya, ia berharap pada bulan ini sudah terdapat kabar positif dari Amerika Serikat, yakni data inflasi AS Maret yang mengalami penurunan. Jika ternyata inflasi AS bisa mereda, maka ekspektasi kenaikan suku bunga agresif juga akan mereda. Hal ini pada akhirnya bisa menjadi sentimen positif untuk IHSG.
“Untuk risiko, tingkat inflasi AS maupun Indonesia yang lebih tinggi dari perkiraan bisa menjadi katalis negatif untuk IHSG dan reksadana indeks,” terang Rudiyanto.
Senada, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana meyakini kenaikan inflasi dalam negeri sangat terbuka. Apalagi dengan kenaikan harga komoditas yang bisa memicu kenaikan harga bahan baku dan pangan ikut merangkak naik.
Inflasi yang merangkak naik berpotensi membuat Bank Indonesia (BI)harus menaikkan suku bunga acuan. Wawan menyebut, kenaikan suku bunga ini tak hanya menghambat kinerja reksadana indeks karena dalam jangka pendek akan membuat IHSG terkoreksi. Namun, reksadana indeks yang berbasis obligasi justru akan lebih terpukul dengan kenaikan suku bunga acuan tersebut, karena artinya ada potensi yield melemah,” imbuh Wawan.
Kendati memiliki potensi kinerja yang menjanjikan, sayangnya minat investor terhadap reksadana indeks justru turun. Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan, dana kelolaan reksadana indeks pada Februari 2022 hanya sebesar Rp 9,19 triliun. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya masih sebesar Rp 10,19 triliun, artinya sudah terkoreksi 9,81%
Baca Juga: IHSG Menguat, Reksadana Saham Berkinerja Paling Apik Sepekan Terakhir
“Dari sisi unit penyertaan juga menurun jika dibanding tahun lalu. Artinya penurunan dana kelolaan dikarenakan lebih banyak yang melakukan redemption dibanding yang subscribe,” imbuh Wawan.
Meski demikian, selama investor punya tujuan investasi jangka panjang, Wawan menyebut masuk ke reksadana indeks saat ini tidak jadi masalah. Apalagi, jika investor melakukan dollar cost averaging (DCA) tiap bulan, tidak ada kata terlambat untuk masuk.
Baca Juga: Memilih Investasi yang Tepat Supaya Uang Selamat
Pada akhir tahun ini, dia memproyeksikan IHSG bisa mencapai level 7.400 atau naik sekitar 10%-12% dari posisi akhir tahun lalu. Sementara untuk reksadana indeks berbasis saham, seharusnya dari sisi kinerja tidak akan jauh berbeda dari angka tersebut.
Sedangkan Rudiyanto cukup optimistis IHSG pada akhir tahun nanti bisa mencapai level 7.400-7.600. Sementara jika sampai terjadi sector rotation dan sektor konvensional kembali jadi pilihan, maka indeks seperti IDX-30 yang tahun lalu kalah, pada tahun ini berpotensi di atas IHSG. Pada akhirnya, kinerja reksadana indeks akan mengacu pada masing-masing indeks yang dijadikan acuan.
“Bagi investor yang ingin masuk ke reksadana berbasis saham, lebih bijaksana waktu masuknya ketika sedang turun. Kecuali memang untuk investasi jangka panjang di atas 5 tahun,” pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News