Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan emiten-emiten berkapitalisasi besar punya pengaruh signifikan terhadap indeks. Hal ini lantaran, sepuluh emiten berkapitalisasi besar saja, sudah mewakili 48,9% dari kapitalisasi indeks harga saham gabungan (IHSG) yang terdiri dari 568 emiten. Alhasil, kinerja saham emiten besar berperan terhadap pergerakan indeks.
Beberapa emiten besar, rupanya masih menjadi pemberat indeks. Pergerakan saham yang tidak begitu signifikan membuat laju indeks menjadi tertekan dan bahkan mengurangi nilai kapitalisasi perusahaan itu sendiri. Bukan hanya emiten big caps saja yang menjadi pemberat. Namun emiten mid-caps pun juga menjadi pemberat lantaran punya penyusutan yang lumayan besar.
Dari data BEI per Kamis (1/3), sejak awal tahun hingga saat ini, ada sepuluh emiten yang masuk dalam daftar saham pemberat (laggard). Diantaranya yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) yang menyusut 8,6%, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) menyusut 3,4%, PT Astra International Tbk (ASII) (2,7%), dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) menyusut 4,7%.
Selain itu, PT Jasa Marga Tbk (JSMR) yang menyusut 15,2%, PT Metropolitan Kentjana Tbk (MKPI) turun 16,6%, PT Marga Abhinaya Abadi Tbk (MABA) turun 24,4%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menyusut 2,8%, PT Indofarma Tbk (INAF) menyusut 25,4%, dan PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) menyusut 11,6%.
Saham TLKM memimpin saham ter-laggard. Pergerakan harga TLKM memang cenderung turun sejak awal Oktober 2017. Meski bila diukur sejak awal tahun TLKM masih tertekan, saham TLKM pada perdangan Kamis (1/3), justru menjadi penggerak indeks. TLKM tumbuh 1,5% dan menjadi pemimpin saham penggerak pada Kamis (1/3).
Aditya Perdana Putra, Analis Semesta Indovest menyatakan pada saham TLKM, sejauh ini kekhawatiran tertuju pada penurunan atau stagnannya pertumbuhan pendapatan. Baik itu dari bisnis internet dan seluler, maupun penurunan dari bisnis seluler.
“Dengan jumlah BTS yang sudah cukup banyak saya yakin Telkom masih akan mampu menjaga pendapatan dari bisnis voicel call/selular meski akan cenderung stagnan. Nah kuncinya di internet dan data selular,” kata Aditya kepada KONTAN, Selasa (27/2).
Dia menambahkan, bila hasil kinerja Telkom pada kuartal-I nanti di atas ekspektasi para investor, maka ini akan menjadi pemicu pergerakan harga saham yang lebih positif. Dari fundchart SD 5 tahun. Saat ini, PE band TLKM berada pada level 17.89x atau di bawah rata-rata 5 tahun sebesar 19.27x. Aditya menilai, angka sudah mulai murah meski belum bisa dibilang terlalu murah.
“Bisa tunggu untuk TLKM di sekitar PE 16x jika ingin mulai masuk. Kisaran 16,5x-16,8x untuk PE TLKM jika ingin masuk,” lanjutnya.
Aditya merekomendasikan buy TLKM dengan target harga Rp 4.800.
Bertoni Rio, Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia menyatakan saham yang masuk daftar laggard merupakan saham dengan kapitalisasi tinggi. Saham yang masuk dalam daftar laggard ini masih layak dikoleksi investor untuk instrumen investasi jangka panjang. “Fundamental TLKM dengan pe 16,95x tidak diragukan,” kata Bertoni kepada KONTAN.
Saat ini rilis laporan keuangan 2017 belum diumumkan, menurut Bertoni, pelaku pasar masih optimistis bahwa kinerja 2017 bisa lebih baik. Hasil publikasi kinerja 2017 tersebut, berpotensi akan direspon positif. Selain TLKM, saham HMSP dan GGRM tertekan seiring menanti arahan kebijakan pemerintah untuk besaran cukai rokok tahun ini dan juga menanti rilis kinerja 2017.
“Tahun politik tidak terlalu mempengaruhi konsumsi rokok dimana perkirakaan masih tinggi sehingga kinerja emiten tersebut akan lebih baik dari tahun sebelumnya.,” lanjutnya.
Bertoni merekomendasikan buy saham TLKM dengan target harga 4.500 dan bisa masuk pada level 3.970. Dia juga merekomendasikan buy saham HMSP dengan target harga 5.400 dan bisa masuk pada 4.700 dan buy saham GGRM dengan target harga 82.000 dan bisa masuk pada 79.600.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News