Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Beberapa emiten mengumumkan hasil penjualan tahun 2016. Pengumuman tersebut, sekaligus menutup kinerja keuangan mereka. Setidaknya, ada dua emiten berhasil menembus penjualan sebesar Rp 100 triliun. Lantas, siapa saja yang kemudian akan menyusul?
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Astra International Tbk (ASII), kedua emiten ini masing-masing mencatatkan revenue tahun lalu sebesar Rp 116,33 triliun dan Rp 181,08 triliun. Dalam hal ini, ASII mencatatkan revenue terbesar.
"Saat ini, potensi laba dan kinerja emiten tersebut didorong oleh makro ekonomi. Ini erat kaitannya dengan konsumsi masyarakat," ujar Lucky Bayu Purnomo, analis Danareksa Sekuritas kepada KONTAN, Selasa (25/4).
Dua emiten lain yang berpotensi menyusul penjualan di atas Rp 100 triliun, yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP). Tahun lalu, BBRI mencatat penjualan sebesar Rp 94,78 triliun, sedangkan HMSP mencatat Rp 95,46 triliun. Apabila melihat pertumbuhan dari tahun ke tahun, kedua emiten ini berpotensi menembus revenue Rp 100 triliun pada tahun depan.
Lucky menyatakan paket kebijakan pemerintah yang belum terealisasi seutuhnya, memberikan ruang pertumbuhan bagi emiten. Terutama bagi beberapa sektor unggulan seperti infrastruktur, perbankan, dan ritel.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi global yang dipatok IMF dari 3,4% menjadi 3,5%, menurutnya akan memberikan pengaruh bagi pasar regional. "Potensi ini, bisa menjadi sentimen positif hingga akhir tahun 2017, dimana target IHSG dikisaran 6.000," katanya.
Berkaca dari aksi bagi-bagi dividen 2016, dia memperkirakan sektor infrastruktur, industri dasar, dan perbankan memiliki peluang untuk bertumbuh. Angka pertumbuhannya berkisar 10%-15%. Menurutnya, salah satu faktornya karena rupiah yang masih cukup terkendali.
Namun, menurutnya sektor perkebunan dan properti masih memiliki kinerja yang kurang bergairah. Untuk itu, dia menyarankan agar menghindari sektor tersebut karena kinerjanya masih di bawah IHSG.
Sementara itu, empat emiten dengan revenue besar saat ini termasuk emiten yang defensif. Menurutnya, batas potensi pelemahan penurunan harga saham berkisar 5%-7%, sedangkan potensi kenaikannya saja 10%-15%. "Potensi kenaikannya masih lebih besar dari potensi pelemahan," ujarnya.
Kepala Riset Koneksi Capital Alfred Nainggolan menyatakan emiten yang memiliki afiliasi di sektor komoditas memiliki peluang pertumbuhan revenue yang besar. Menurutnya, untuk mencapai pertumbuhan yang besar, emiten seperti BBRI dan TLKM memiliki peluang yang sulit.
"Kalau bertumbuh, mau gak mau harus mengambil market kompetitor. Kalau kondisi saat ini masih sulit," ujar Alfred kepada KONTAN.
Sementara itu, ASII dianggap memiliki peluang yang besar untuk bertumbuh. Lantaran, anak perusahaannya yakni AALI dan UNTR bergerak di bidang tersebut. Kenaikan harga-harga komoditas akan berpengaruh terhadap revenue mereka. "Pergerakan IHSG mungkin kontribusi terbesar tahun ini, berharap dari emiten besar yang punya afiliasi bisnis komoditi seperti ASII," tambahnya.
Dia menyatakan, secara year to date, hampir keseluruhan harga komoditi mengalami kenaikan yang cukup bagus. Oleh karena itu, dapat dipastikan emiten yang memiliki basis komoditi, mendapat ruang pertumbuhan pendapatan dari kenaikan harga jualnya, meskipun volumenya tipis.
"Jadi itu yang kami lihat adalah ruangnya. Kalau melihat dari sisi volume masih sulit, tapi ada peluang dari sisi harga dan ini bisa dinikmati oleh emiten berbasis komoditi," katanya. Alfred masih mematok angka IHSG sampai akhir tahun bisa mencapai Rp 6.000.
Bima Setiaji, analis NH Korindo Sekuritas Indonesia menyatakan kinerja emiten besar diprediksi masih akan positif. IHSG juga terus menunjukkan tren positif. Meskipun, banyak faktor global yang saat ini memiliki banyak sentimen negatif.
Namun saat ini IHSG masih melanjutkan tren bullish-nya. "Kalau menurut saya, salah satu alasannya investor saat ini sudah lebih fokus terhadap kinerja emiten di IHSG," ungkap Bima kepada KONTAN.
Selain itu, emiten sektor pertambangan, finance, dan telekomunikasi juga memiliki kinerja yang menonjol. Sehingga emiten berkapitalisasi besar akan memberikan pengaruh terhadap pergerakan IHSG. "Sekitar 20 emiten berkapitalisasi besar, mewakili separuh dari IHSG," ujarnya.
Untuk itu, jika kinerja emiten besar tersebut terus positif, pihaknya yakin IHSG bisa tembus di level 5.900-6.000. "Sentimen yang bakal berpengaruh justru dari politik global. Ada dari Korea Utara dan juga agenda politik di Eropa," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News