Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah kalangan termasuk lembaga keuangan asing optimistis, pasar saham Indonesia terus melaju di sepanjang tahun depan. Namun, perhelatan Pilkada 2018 serentak bisa menjadi salah satu faktor penghambat laju indeks saham.
Tahun depan, ada 117 pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak, yakni pada Juni. Dana yang mengalir ke pasar finansial diprediksi tersendat. Sebab, sebagian besar akan mengucur dan dibelanjakan untuk kepentingan pilkada. "Total biaya termasuk biaya pemerintah dan ditarik dari perbankan untuk pilkada sekitar Rp 20 triliun. Jika biaya di satu tempat Rp 100 miliar, maka 100 tempat bisa menelan Rp 10 triliunm" ungkap Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio kemarin.
Tito mengungkapkan, kemungkinan dana sebesar Rp 20 triliun akan ditarik dari pasar finansial. Ini dibarengi pengeluaran pajak pada Maret tahun depan. Dengan penarikan uang dari sistem perbankan, maka pengeluaran itu berpotensi mengerek inflasi.
Bagaimana efeknya terhadap laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)? Meski belanja yang dihabiskan masyarakat pada akhirnya kembali ke bank, menurut Tito, kemungkinan ada perputaran dana yang lebih besar sebelum momentum pilkada.
Boleh jadi, beberapa perusahaan yang ingin go public seharusnya menggelar initial public offering (IPO) pada kuartal pertama tahun depan. Sehingga, bisa terserap dengan baik dan akan menyeimbangkan dana yang ditarik dari sistem perbankan.
Secara historikal, ketika ada momentum pembayaran pajak, pasar modal sedikit bergoyang, sementara penyaluran kredit agak menurun. "Mau bayar pajak tidak ada uang, pasti jual saham terlebih dahulu," kata Tito.
Efek sementara
Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra punya pandangan berbeda. Menurut dia, pilkada serentak bakal berdampak positif bagi pasar modal. Alasannya, akan ada belanja cukup besar untuk kebutuhan pilkada. "Perputaran uang justru akan meningkat. Saya melihat ini menguntungkan pasar saham," ujar dia. Apalagi, emiten terkait kebutuhan pilkada seperti barang konsumer, iklan, dan telekomunikasi bisa terdorong.
Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat juga menilai, pilkada tak akan berpengaruh besar terhadap pasar modal. Justru, ini akan berdampak positif. "Orang wait and see jika ada indikasi rusuh. Kalau damai-damai saja, saya kira tidak," tambah dia.
Teguh berkaca pada Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pemilu 2014. Jika secara teori, dengan adanya pilkada dan pilpres, aktivitas ekonomi akan meningkat lantaran ada pengerahan massa sekaligus perputaran uang.
Adapun kecemasan adanya potensi konflik saat pilkada, secara historikal, itu hanya berefek sementara. Oleh karena itu, Aditya memprediksikan, investor bakal mengambil posisi wait and see pada kuartal II 2018.
Pasar akan kembali menggeliat di kuartal ketiga dan keempat tahun depan. Momentum pilkada maupun Asian Games berpotensi menjadi media untuk pengeluaran masyarakat, sehingga untuk pasar kembali ke posisi semula akan membutuhkan waktu.
Emiten juga akan memanfaatkan momentum pilkada dan Asian Games untuk ekspansi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News