Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua lembaga keuangan asing memfavoritkan pasar saham emerging market, termasuk Indonesia. Asing menilai pasar saham di kawasan ini masih akan bullish di tahun depan.
Goldman Sachs Group dan BlackRock Group, misalnya, merilis laporan yang menyebutkan bahwa potensi investasi di emerging market pada 2018 masih menguntungkan. Analisis ini berdasarkan data historikal indeks MSCI World dan MSCI Emerging Market.
Sejak awal tahun hingga akhir pekan lalu, indeks MSCI Emerging Market sudah naik lebih dari 30% dan bertengger di 1.128,49. Sedang indeks MSCI World hanya tumbuh 17% (ytd). Goldman Sachs optimistis indeks MSCI Emerging Markets bisa tembus 1.250 di akhir 2018.
Namun Morgan Stanley punya pandangan berbeda. Awal November ini, lembaga ini menurunkan rekomendasi pasar saham Indonesia menjadi underweight dari sebelumnya equal weight. Morgan Stanley melihat ada hambatan dalam persaingan dan bisnis e-commerce di Indonesia.
Yang terang, hingga kini, investor asing masih menjauhi pasar saham Indonesia. Indikasinya, sejak awal tahun hingga pekan lalu, investor asing mencatatkan net sell atau mencabut dana lebih dari Rp 25 triliun di Bursa Efek Indonesia.
Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra melihat, setidaknya ada tiga faktor yang bisa menjadi pertimbangan suatu negara dijadikan tujuan investasi, yakni pertumbuhan ekonomi, bisnis dan politik. Tiga faktor ini kemudian berimbas pada kondisi makro negara.
Saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan. Selain itu, daya beli masyarakat melemah. "Juga ada risiko fiskal akibat defisit penerimaan dan belanja APBN. Utang pemerintah, rupiah, inflasi dan suku bunga juga perlu dipantau," kata dia kepada KONTAN, kemarin.
Meski begitu, Aditya sepakat Indonesia masih menarik sebagai tujuan investasi. Sebab, Indonesia sudah masuk investment grade, dan ratingnya bisa naik lagi tahun 2018.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee juga melihat valuasi dan earning per share (EPS) BEI cukup bagus. Saat ini, Hans mencatat, rata-rata pertumbuhan kinerja emiten di angka 12%.
Dengan optimisme perbaikan ekonomi Indonesia dan global, Hans percaya tahun depan kinerja korporasi bisa tumbuh 15%. "Tahun ini karena valuasi dan potensi bunga, memang asing terlihat masuk ke bond market. Setelah kuartal I-2018, mereka bisa lebih banyak inflow ke pasar saham," jelas Hans.
Dibandingkan dengan beberapa bursa di Asia, Hans melihat Indonesia masih menarik. Aditya pun menyebut bursa Indonesia lebih menarik dari bursa Malaysia dan Thailand. Tapi kenaikan indeks saham Indonesia tahun ini masih di bawah Filipina dan Thailand.
Dalam jangka panjang, bukan tak mungkin Indonesia bisa menempati posisi pertama peringkat bursa di Asia Tenggara. Dalam jangka pendek Aditya melihat posisi bursa Indonesia tetap stabil.
Aditya dan Hans sepakat IHSG bisa tumbuh 12%–15% tahun depan. Adapun untuk tahun ini, Aditya memasang target IHSG di 6.100. Sedang Hans menetapkan target 6.000.
Menjelang tahun politik di 2018 nanti, Hans memprediksi pemerintah gencar menyelesaikan semua proyek. Pemerintah juga tak akan agresif menggeber pajak. Hal ini diharapkan bisa memberikan stimulus bagi dunia usaha.
Dari luar negeri, Hans memprediksi kebijakan Presiden AS Donald Trump masih akan dominan, terutama terkait normalisasi neraca The Fed.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News