kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.093.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.430   24,00   0,15%
  • IDX 7.937   83,06   1,06%
  • KOMPAS100 1.111   9,35   0,85%
  • LQ45 809   4,06   0,50%
  • ISSI 272   3,87   1,45%
  • IDX30 420   2,48   0,59%
  • IDXHIDIV20 486   1,71   0,35%
  • IDX80 123   0,86   0,71%
  • IDXV30 133   -0,09   -0,07%
  • IDXQ30 136   1,05   0,78%

Melihat Prospek Kinerja Emiten Investasi di Tengah Fluktuasi Pasar


Senin, 15 September 2025 / 18:42 WIB
Melihat Prospek Kinerja Emiten Investasi di Tengah Fluktuasi Pasar
ILUSTRASI. Para analis memberikan rekomendasi saham dan prospek kinerja emiten investasi saat pasar sedang fluktuasi


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten investasi terpantau beragam di tengah fluktuasi pasar belakangan ini. Kondisi tersebut diperkirakan masih akan berlangsung hingga akhir tahun 2025.

Tengok saja, Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) menderita kerugian neto atas investasi pada saham dan efek lainnya sebesar Rp 1,82 triliun per semester I-2025. Rugi tersebut naik 32,83% secara tahunan alias year on year (YoY) dari rugi Rp 1,37 triliun yang terjadi pada semester I-2024.

Nilai aset investasi pada saham sebesar Rp 51,09 triliun per semester I-2025, turun dari Rp 51,91 triliun di periode yang sama tahun 2024. 

Secara rinci, SRTG punya investasi saham pada perusahaan terbuka Tanah Air, di perusahaan blue chip dan berkembang. Investasi di perusahaan terbuka bluechip ada di PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dengan kepemilikan 9,13% dan nilai wajar Rp 4,45 triliun.

Baca Juga: Cermati Rekomendasi Saham Saratoga Investama (SRTG) yang Jual 211,20 Juta Saham MDKA  

Lalu, di PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) punya persentase kepemilikan 20,34% dengan nilai wajar Rp 7,66 triliun. Kepemilikan di PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) sebesar 4% dan nilai wajar Rp 2,85 triliun. 

Selain itu, ada PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) dengan SRTG punya kepemilikan saham secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung, kepemilikannya sebesar 4,38% dengan nilai wajar Rp 2,26 triliun.

Secara tidak langsung, kepemilikan melalui PT Adaro Strategic Capital sebesar 25% dengan nilai wajar Rp 11,47 triliun dan melalui PT Adaro Strategic Lestari sebesar 29,79% dengan nilai wajar Rp 4,57 triliun. 

Sementara, investasi SRTG di perusahaan publik berkembang ada di PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX), PT Samator Indo Gas Tbk (AGII), dan PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA). 

Di MPMX, kepemilikannya sebesar 56,69% dengan nilai wajar Rp 2,49 triliun. Di AGII, kepemilikannya sebesar 10% dengan nilai wajar Rp 429,33 miliar. Lalu, di NRCA kepemilikan SRTG sebesar 6,97% dengan nilai wajar Rp 61,21 miliar. 

Namun, Saratoga mampu membalikkan rugi Rp 446,39 miliar per semester I 2024, menjadi laba bersih Rp 102,01 miliar per Juni 2025.

Salah satu pendorong kinerjanya di periode ini lantaran SRTG mampu mengantongi Rp 837,87 miliar pada pos manfaat pajak penghasilan tangguhan. Sebelumnya, SRTG menderita beban pajak penghasilan tangguhan sebesar Rp 350,02 miliar.

Baca Juga: Saratoga (SRTG) Catat Rugi Investasi Hingga Rp 1,82 Triliun per Semester I 2025  

Sebagai informasi, pajak tangguhan (deferred tax) merupakan perbedaan waktu antara pengakuan akuntansi dan pengakuan pajak atas suatu pendapatan atau beban. 

Senasib, PT Astra International Tbk (ASII) masih menderita rugi pada pos penyesuaian nilai wajar investasi per semester I-2025. Di mana, investasi di PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan PT Medialoka Hermina Tbk (HEAL), ASII menderita rugi Rp 484 miliar sepanjang periode Januari-Juni 2025. Ini membalikkan dari rugi Rp 817 miliar di periode sama tahun lalu.

Sementara, di pos penyesuaian nilai wajar investasi lain-lain, ada rugi Rp 14 miliar per semester I-2025, turun dari rugi Rp 34 miliar per semester I-2024.

Pada tanggal 30 Juni 2025, investasi efek-efek yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asuransi dalam Grup Astra, dan investasi ASII pada HEAL dan GOTO masing-masing sebesar Rp 17,9 triliun, serta Rp 1,7 triliun dan Rp 1,1 triliun. Dibandingkan dengan per 31 Desember 2024, nilainya masing-masing sebesar Rp 16,1 triliun, serta Rp 1,9 triliun,dan Rp 1,3 triliun.

Head of Corporate Investor Relation ASII Tira Ardianti mengatakan, perubahan nilai wajar investasi mengikuti dinamika pasar. Meskipun begitu, ASII belum memberikan keterangan apakah akan melakukan divestasi pada GOTO dah HEAL.

“Kami tidak dapat berkomentar terkait rencana aksi korporasi ke depan,” katanya kepada Kontan, Senin (15/9).

Baca Juga: Masih Rugi di Pos Nilai Wajar Investasi, Ini Strategi Astra (ASII) Kelola Portofolio

Di sisi lain, PT Provident Investasi Bersama Tbk (PALM) dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) justru mencatatkan kinerja positif dari portofolio aset investasi mereka di paruh pertama tahun 2025.

PALM mencatatkan keuntungan neto atas investasi pada saham dan efek ekuitas lainnya sebesar Rp 587,36 miliar per Juni 2025. Ini naik 229,2% dari Rp 178,42 miliar pada Juni 2024. 

Pendapatan dividen sebesar Rp 7,54 miliar per semester I-2025. Pos ini sebelumnya kosong pada periode sama tahun lalu.

Alhasil, PALM mengantongi laba bersih Rp 407,31 miliar sepanjang semester I 2025. Raihan ini berbalik dari rugi Rp 18,83 miliar di periode sama tahun lalu.

PALM berinvestasi di tiga emiten, yaitu PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), MDKA, dan PT Mega Manunggal Property Tbk (MMLP). Per semester I, nilai wajar investasi yang dimiliki PALM masing-masing adalah Rp 3,68 triliun, Rp 2,69 triliun, dan Rp 1,74 triliun.

Sementara, EMTK mencatatkan laba atas investasi neto Rp 3,26 triliun per semester I 2025, melonjak dari Rp 70,28 miliar pada periode sama tahun lalu. Pendapatan dividen tercatat Rp 34,59 miliar per Juni 2025, naik dari Rp 12,26 miliar per Juni tahun lalu.

Baca Juga: Hadapi Penurunan Indeks Keyakinan Konsumen, Astra (ASII) Fokus Diversifikasi

Per Juni 2025, EMTK berinvestasi pada saham tercatat di Bursa sebesar Rp 2,56 triliun. Dalam laporan keuangan per semester I 2025, kepemilikan EMTK di PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) sebesar 50,67%, di PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) sebesar 75,66%, dan di PT Sarana Mediatama Metropolitan Tbk (SAME) 79%.

Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas mencermati, kinerja portofolio investasi para emiten murni disebabkan oleh dinamika pasar. “Ini sudah masuk dalam risiko sistemis dalam berinvestasi,” ujarnya kepada Kontan, Senin (15/9).

Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo melihat, kinerja yang bervariasi disebabkan aset pilihan masing-masing emiten dalam portofolio investasinya.

“Kerugian nilai wajar investasi ASII karena nilai aset yang masih mengalami penurunan lantaran performa GOTO dan HEAL yang belum membaik,” ujarnya kepada Kontan, Senin (15/9).

Realisasi investasi ASII mencapai Rp 3,3 triliun hingga semester I 2025, terutama untuk aset gudang logistik modern serta sektor kesehatan. 

“Masih terdapat beberapa proyek lain dalam pipeline yang akan kami realisasikan pada semester kedua 2025, dan akan kami informasikan pada saatnya sesuai dengan ketentuan,” paparnya.

Dalam jangka pendek, Astra akan terus memperkuat tujuh lini bisnis inti. Yaitu, otomotif dan mobilitas, jasa keuangan, alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi, agribisnis, teknologi informasi, infrastruktur, serta properti. 

Untuk jangka menengah hingga panjang, Astra memprioritaskan ekspansi pada tiga area utama, yaitu infrastruktur, kesehatan, dan mineral. 

 

Pada sektor mineral, Astra telah memperluas portofolionya melalui investasi strategis di emas dan nikel. Di bidang kesehatan, Astra meningkatkan kepemilikan pada berbagai entitas seperti Hermina, Heartology, dan Halodoc.

Di sektor infrastruktur, fokus Astra mencakup pengembangan gudang modern, pembangunan jalan tol, serta investasi pada infrastruktur digital, termasuk data center.

“Meski demikian, Astra tetap terbuka untuk berinvestasi di sektor lain yang memiliki prospek menjanjikan, selama terdapat potensi pertumbuhan yang baik dan peluang sinergi dengan lini bisnis Astra yang sudah ada,” ungkapnya.

Sementara, SRTG mengaku akan berkomitmen penuh untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan meningkatkan nilai portofolio yang telah ada. 

Investor Relations SRTG, Mellisa Holidi, SRTG juga secara strategis mengidentifikasi peluang investasi baru di sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan jangka panjang yang menjanjikan. Termasuk, energi terbarukan, layanan kesehatan, infrastruktur digital, dan sektor konsumen. 

Dalam menghadapi dinamika pasar yang terus berkembang, SRTG pun menerapkan strategi investasi jangka panjang yang berkelanjutan dan terpadu. 

“Strategi ini mencakup optimalisasi nilai portofolio secara maksimal, peningkatan efisiensi operasional yang berkesinambungan, serta penguatan strategi bisnis dari seluruh perusahaan portofolio,” katanya kepada Kontan, Rabu (3/9).

Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany Travelin Yunus melihat, SRTG masih berpotensi besar untuk meningkatkan kembali kinerjanya di sisa tahun 2025.   

Ini mengingat kondisi pasar saham yang telah membaik. Selain itu, prospek pasar juga masih mendukung pasar saham untuk melanjutkan penguatannya hingga akhir tahun. 

“Ada prospek penurunan suku bunga, kinerja emiten, dan lainnya,” ungkapnya. 

Baca Juga: Saham Emtek (EMTK) Melesat Ratusan Persen, Ini Sentimen Pendorong

Indry pun merekomendasikan beli untuk SRTG dengan entry Rp 2.000 per saham. Target harga untuk SRTG ada di level Rp 2.200 per saham, dengan stop loss di level Rp 1.940 per saham.

Sementara, Nafan melihat, kinerja emiten investasi masih prospektif di sisa tahun 2025. Hal ini disebabkan oleh kondisi pasar masih berpotensi memberikan ruang bagi kenaikan pergerakan saham dalam portofolio investasi masing-masing emiten.

Secara historis dalam lima tahun terakhir, pasar saham pada bulan Oktober hingga Desember biasanya berkinerja lebih baik dibandingkan bulan lainnya. Aksi window dressing di akhir tahun, khususnya dengan adanya Santa Claus Rally di bulan Desember, juga bisa membuat nilai wajar investasi para emiten memulih. 

“Jika smart money sudah mulai masuk, harapannya adalah terjadi kenaikan harga saham. Emiten yang sebelumnya menderita rugi investasi bisa mendapatkan laba,” tuturnya. 

Strategi terbaik bagi para emiten dalam mengelola portofolio aset investasi mereka adalah rutin melakukan hedging atau rotasi. “Mereka bisa averaging down (kepemilikan di portofolio) untuk manajemen risiko,” katanya.

Nafan pun merekomendasikan add untuk ASII, EMTK, dan SRTG dengan target harga masing-masing Rp 6.125 per saham, Rp 1.505 per saham, dan Rp 2.290 per saham.

Sementara, Azis melihat performa emiten investasi per kuartal III belum akan terlihat membaik. Namun, ini lebih karena investasi merupakan langkah yang berjangka panjang.

Sebagai contoh, prospek GOTO dan HEAL masih memiliki potensi perbaikan kinerja. “HEAL saja baru dimasuki Grup Djarum juga yang artinya masih ada potensi positif dalam jangka panjang,” katanya.

Baca Juga: Lagi, Elang Mahkota Teknologi (EMTK) Borong 230,73 Juta Saham Surya Citra (SCMA)

Secara valuasi, saham ASII terhitung masih murah dengan price to earning ratio (PER) saat ini berada di 6,76x dan PER rata-rata 3 tahun berada di 7,25x.

Azis pun merekomendasikan hold untuk ASII dengan target harga Rp 5.750 per saham.

Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana melihat, pergerakan saham ASII ada di level support Rp 5.225 per saham dan resistance Rp 5.700 per saham. Herditya pun merekomendasikan buy on weakness untuk ASII dengan target harga Rp 5.775 - Rp 5.900 per saham.

Sementara, pergerakan saham PALM ada di level support Rp 404 per saham dan resistance Rp 430 per saham. Rekomendasi trading buy direkomendasikan Herditya untuk PALM dengan target harga Rp 436 - Rp 444 per saham.

Selanjutnya: AUM Makin Diminati, Perbankan Terus Menggenjot Bisnis Wealth Management

Menarik Dibaca: Turunkan Berat Badan Tanpa Diet Ekstrem, Ini Tips Sehatnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×