Reporter: Aris Nurjani | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) terus bertambah. Berdasarkan data BEI, Hingga 3 Maret 2023, telah terdapat 22 perusahaan tercatat yang melakukan Initial Public Offering (IPO) dan mencatatkan sahamnya di BEI.
Mengutip RTI, Per 3 Maret 2022, dari 22 emiten yang tercatat pada 2023, hanya 12 emiten yang harganya lebih tinggi dari harga perdana. Lalu 8 emiten lagi harganya turun dan 2 mengalami stagnan.
Adapun, saham yang paling mengalami penurunan paling dalam adalah PT Lavender Bina Cendikia Tbk (BMBL) ditutup di Rp 57 atau turun 69,68% dari harga perdana di Rp 188, lalu ada PT Mitra Tirta Buwana Tbk (SOUl) ditutup di Rp 34 atau turun 69,09% dari harga perdana di Rp 110 dan PT Cakra Buana Resources Energi Tbk (CBRE) ditutup di Rp 55 atau turun 49,07% dari harga perdana di Rp 108.
Sementara yang paling mengalami kenaikan paling tinggi yaitu PT Pelita Teknologi Global Tbk (CHIP) ditutup di Rp 620 atau naik 287,5% dari harga perdana di Rp 160, lalu ada PT Jasa Berdikari Logistics Tbk ditutup di Rp 272 atau naik 172% dari harga perdana di Rp 100 dan PT Hatten Bali Tbk (WINE) ditutup di Rp 282 atau terbang 118,60% dari harga perdana di Rp 129.
Baca Juga: Risiko Investasi di Saham IPO Tinggi, Salah Satunya Akibat Kebijakan Otoritas Bursa
Sedangkan, saham yang mengalami stagnan ada PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan PT Sunindo Pratama Tbk (SUNI).
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menilai penyebab penurunan pada saham-saham yang IPO pada tahun 2023 karena berada di sektor yang kurang kondusif dengan kondisi pasar saat ini.
"Saham yang turun sejak IPO tahun ini mereka berada di sektor kurang kondusif seperti yang berada di sektor properti karena suku bunga masih tinggi dan tidak ada katalis positif yang mendorong kinerjanya," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (3/3).
Fajar mencontohkan penurunan saham CBRE karena sektor energi lagi kurang kondusif tahun ini lantaran adanya penurunan harga batubara sehingga mempengaruhi pergerakan harga emitennya.
Selain itu, menurut Fajar penurunan pada saham-saham tersebut sangat tergantung pada valuasi berdasarkan PER PBV dan rasio keuangan apakah over-valued dibandingkan rata-rata emiten di sektornya.
Baca Juga: Sejumlah Emiten Siap Bagikan Dividen Jumbo, Ini Kata Analis
Fajar menjelaskan investasi pada saham IPO pasti lebih berisiko dibandingkan investasi ke emiten yang sudah lama tercatat di BEI karena ketersediaan data.
"Saham IPO limited secara availabilty of data maupun dari laporan keuangan atau pergerakan harga saham historis," jelasnya.
Menurut Fajar dari beberapa saham yang sudah IPO di 2023 ada beberapa yang menarik yaitu BEER dan WINE karena harganya masih murah dan bergerak dibidang barang konsumen primer dan sangat resilient terhadap efek ketidakpastian geopolitik dan ekonomi maupun resesi.
Selain itu ada, ELIT karena bergerak di bidang teknologi dan momentum untuk emiten teknologi masih positif serta ELIT sudah mengalami koreksi harga cukup dalam sejak beberapa hari dan kemungkinan bisa rebound.
Sementara, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menyampaikan kenaikan dan penurunan pada saham-saham yang baru IPO karena situasi dan kondisi global yang turut mempengaruhi.
Baca Juga: Pertamina Geothermal (PGEO) Diminta Lebih Realistis Tentukan Target Hasil IPO
"Adapun hal tersebut merupakan mekanisme pasar dan daya tarik terhadap emiten itu sendiri. Termasuk prospek valuasi di masa yang akan datang yang akan menjadi penentu," jelasnya.
Sehingga akan membuat pelaku pasar dan investor lebih seleksi lagi dalam memilih saham mana yang memiliki prospek dan daya tahan terhadap tekanan perlambatan ekonomi global.
Nico mengatakan sektor juga merupakan salah satu faktor point yang sangat penting di tengah situasi dan kondisi saat ini di mana adanya potensi perlambatan ekonomi dan kenaikan tingkat suku bunga lanjutan.
Menurut Nico memilih sektor yang memiliki daya tahan terhadap resesi juga merupakan salah satu hal yang terpenting bagi investor setidaknya untuk saat ini.
"Kalau bicara IPO, tentu kita bicara ada yang investor jangka pendek yang memanfaatkan momentum IPO, ada pula investor yang jangka panjang," ujarnya.
Nico mengatakan berinvestasi di saham IPO semua akan tergantung terhadap fundamental serta potensi valuasi di masa yang akan datang dari saham itu sendiri.
Ia menambahkan pelaku pasar tentu sudah mengukur dan menghitung, bagaimana fundamental dan potensi valuasi dari perusahaan tersebut. Apabila dirasa kurang menarik, tentu tidak akan menjadi pilihan bagi pelaku pasar.
Baca Juga: Venteny Fortuna (VTNY) Dirikan Anak Usaha di Jepang
Menurut Nico salah satu saham yang baru melantai kemarin yaitu PGEO dengan bisnis panas bumi dan masuk ke dalam kategori energi terbarukan. Tentu ini memberikan minat yang begitu besar bagi pelaku pasar.
Lantaran prospek bisnis dan fundamental perusahaannya membuat PGEO terlihat menarik karena bisnis energi terbarukan sedang happening bagi pasar Indonesia.
Nico menambahkan apabila ada pelaku pasar yang tetap berinvestasi di perusahaan yang katakanlah kurang menarik, berarti hal tersebut sudah diantisipasi dan ditoleransi risikonya oleh investor.
Baca Juga: Strategi Berdikari Pondasi Perkasa (BDKR) Capai Target Tahun 2023
Adapun prospek ke depannya saham-saham yang baru IPO di 2023 akan tergantung kembali kepada momentum, sektor industri, fundamental dan potensi valuasi perusahaan itu sendiri.
"Kalau momentumnya dapat, baik itu secara prospek ekonomi global didukung oleh sektor industri yang positif, dan fundamental serta potensi valuasi perusahaan tersebut baik adanya, tentu kenaikan harga saham hanya menghitung waktu," ujarnya.
Nico mengatakan dari beberapa saham yang sudah IPO di 2023 saham PGEO cukup menarik karena secara sektor, dan fundamental perusahaan terlihat menarik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News