Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten mendulang laba selisih kurs pada triwulan pertama 2020. Padahal, pada kuartal I-2019, nyaris semua emiten tersebut mencatatkan rugi selisih kurs.
Keuntungan selisih nilai tukar terbanyak dicatatkan oleh PT Mayora Indah Tbk (MYOR), yakni sebesar Rp 605,06 miliar. Disusul oleh PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) Rp 449,77 miliar, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) Rp 409,26 miliar, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) Rp 109,91 miliar, dan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) Rp 104,37 miliar.
Baca Juga: Rupiah berpeluang rebound pada perdagangan Jumat (29/5)
Kemudian, PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) Rp 85,72 miliar, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) Rp 52,22 miliar, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) Rp 24,75 miliar, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) Rp 3,66 miliar, serta PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) Rp 3,66 miliar.
Meskipun begitu, dari sepuluh emiten tersebut, hanya Mayora Indah yang benar-benar diuntungkan dari laba selisih kurs ini. Pasalnya, laba usaha Mayora Indah pada kuartal I-2020 sebenarnya tekoreksi 9,2% secara tahunan, dari Rp 804,18 miliar menjadi Rp 730,14 miliar.
Maklum saja, pandemi Covid-19 yang menyebabkan lockdown di sejumlah negara, membuat ekspor MYOR pada kuartal I-2020 merosot 32,15% year on year (yoy), dari Rp 2,4 triliun menjadi Rp 1,63 triliun. Akan tetapi, berkat laba selisih kurs ini, laba bersih MYOR masih bisa melesat hingga 99,7% yoy menjadi Rp 931,39 miliar, dari sebelumnya Rp 466,35 miliar.
Baca Juga: Harga emas spot naik terpicu ketegangan AS-China-Hong Kong
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan, laba selisih kurs dapat menopang laba bersih MYOR karena emiten ini memiliki utang dan piutang dalam kurs asing. Nah, porsi utang dalam mata uang asing tersebut cenderung kecil jika dibandingkan dengan jumlah piutangnya.
"Alhasil, saat kurs menguat, Mayora Indah akan mendapatkan keuntungan dari piutangnya, sebab ketika dikonversi ke rupiah nilainya jadi lebih tinggi," jelas Chris saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (28/5).
Bernada serupa, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menilai, laba selisih kurs yang dicatatkan MYOR pada kuartal I-2020 didorong oleh fluktuasi nilai tukar yang belakangan ini terjadi. Terlebih lagi, penjualan ekspor masih berkontribusi sebesar 30,2% terhadap total penjualan MYOR.
Ke depannya, Chris memprediksi, MYOR masih potensial untuk mencatatkan laba selisih kurs. Pasalnya, nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) saat ini masih tergolong stabil.
Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Kamis (28/9), kurs dolar AS menguat 0,03% menjadi Rp 14.715. Pada akhir 2020, Chris memprediksi kurs dolar AS akan berada di level Rp 14.900.
Baca Juga: Gara-gara investasi bodong, masyarakat rugi hingga Rp 92 triliun
Sementara itu, Okie memperkirakan, nilai tukar dolar AS akan berada di kisaran level 14.500-15.550 per dolar AS pada pengujung tahun ini.
"Biasanya menjelang akhir tahun 14.500-15.550, eksposure terhadap rupiah cukup tinggi. Selama pergerakannya stabil, harusnya baik bagi pengusaha," ucap Okie.
Sebagai informasi, SMGR, AALI, JPFA, LSIP, KLBF, dan INDF masih membukukan kenaikan laba usaha dan laba bersih. Sementara itu, laba bersih CITA menurun meski laba usahanya masih bertumbuh. Kenaikan laba usaha ini menunjukkan bahwa emiten-emiten tersebut masih memperoleh keuntungan dari operasional bisnisnya.
Di sisi lain, laba selisih kurs tidak dapat menolong keuntungan SIMP dan BSDE secara keseluruhan. Pasalnya, kedua emiten ini mencatatkan penurunan pada laba usaha sehingga bottom line ikut merosot.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News