Reporter: Aris Nurjani | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan mata uang Swiss franc (CHF) lebih kuat dibandingkan mata uang Dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan Bloomberg, pasangan mata uang CHF/USD, pada penutupan Jumat (7/10), ditutup menguat 0,38% atau ke 1,0056.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo Posisi Pairing CHFIDR berada pada kisaran Rp 15.400 saat ini, sementara pairing USDIDR berada di kisaran Rp 15.242. Jika dilihat dari angka memang franc Swiss lebih kuat terhadap rupiah dibandingkan dolar. Tetapi CHFIDR cenderung stabil dibandingkan USDIDR.
"Hal ini dipengaruhi franc yang cenderung lebih dipercaya sebagai lindung nilai, karena kestabilan kebijakan moneternya yang independen. Sementara meskipun USDIDR berada sedikit di bawah CHFIDR, namun telah menguat 6,7% , sedangkan CHFIDR malah menurun -1,76% sepanjang tahun 2022," kata Sutopo kepada Kontan.co.id, Jumat (7/10).
Baca Juga: Mata Uang Swiss Franc (CHF) Mampu Bertahan Melawan Kenaikan Dolar AS
Mata uang CHF masih memegang statusnya sebagai lindung nilai, Sutopo memperkirakan CHF akan menguat juga karena bank sentral SNB telah keluar dari suku bunga negatif di tengah kenaikan inflasi.
Swiss National Bank (SNB) menaikkan suku bunga kebijakannya sebesar 75 bps menjadi 0,5% dalam pertemuan September, mengangkat suku bunga ke wilayah positif untuk pertama kalinya sejak 2011. Suku bunga kemungkinan akan terus meningkat dalam pertemuan mendatang.
"Itu adalah kenaikan suku bunga kedua sejak 2007 setelah bank sentral mempertahankan suku bunga kebijakan pada rekor terendah -0,75% sejak 2015," ujar Sutopo.
Sutopo memperkirakan pergerakan CHF akan tetap netral dan tidak fruktuatif seperti dolar, pairing CHFIDR akan berada diantara Rp 15.100 - Rp 15.700 hingga kuartal pertama 2023.
Dengan kondisi saat ini selain memegang dolar dan CHF, menurut Sutopo mata uang komoditas cukup menarik untuk di koleksi seperti dolar Kanada (CAD) karena dukungan harga minyak.
Baca Juga: Simak Proyeksi Pergerakan Kurs Rupiah Untuk Senin (10/10)
Penurunan harga minyak akan mengurangi nilai tukar CAD, dan sebaliknya penguatan harga minyak akan mendukung. Sebagaimana diketahui OPEC+ baru memutuskan untuk memangkas produksi 2 juta barel per hari untuk mendukung harga minyak.
Peningkatan inflasi mulai mengkhawatirkan, Sutopo melihat BI akan mulai agresif dalam menaikan suku bunga. Pergerakan rupiah melemah terhadap dolar AS ditambah laporan cadangan devisa negara turun ke level terendah dalam hampir 2,5 tahun sebesar US$ 130,8 miliar pada akhir September.
Bank Indonesia telah melakukan intervensi harga spot dan domestic non-deliverable forward (NDF) untuk mencegah pelemahan mata uang secara berlebihan dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global.
Sementara itu, bank sentral baru-baru ini mengatakan bahwa inflasi pada akhir tahun akan berada di atas 6% dengan inflasi inti sebesar 4,6% menyusul kenaikan harga bahan bakar yang tajam pada awal September.
Sutopo memperkirakan rupiah akan berada di akhir tahun di kisaran Rp 15.200 per dolar AS-Rp 15.500 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News