Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
Sentimen negatif di tahun 2025 bisa datang dari proses restrukturisasi utang belum selesai, proyek tertunda, kenaikan biaya produksi akibat pelemahan rupiah, dan proses hukum yang berlarut-larut sehingga menekan kinerja perusahaan.
“Sedangkan, sentimen positif bisa saja datang dari jika pemulihan ekonomi, baik maka permintaan jasa konstruksi bisa meningkat, regulasi, efisiensi biaya, dan keberhasilan restrukturisasi utang,” ungkapnya.
Menurut Sukarno, jika melihat dari kinerja tahun 2024, emiten yang jadi jawara di tahun ini adalah WIKA yang mempertahankan kenaikan kinerja saham.
“Namun, jika melihat saham dari sisi kinerja fundamental yang baik dan pantas menjadi jawara di tahun 2025, adalah ADHI dan PTPP,” ungkapnya.
Meskipun begitu, Sukarno masih merekomendasikan wait and see atau netral dalam jangka pendek untuk emiten BUMN Karya.
Jika sudah pegang, boleh hold untuk PTPP dengan target harga Rp 370 per saham, ADHI Rp 230 per saham, dan WIKA Rp 270 per saham.
“Hati-hati jika tren harga berlanjut turun dan batasi risiko masing-masing jika breakdown support yang dianggap kuat,” tuturnya.
Baca Juga: Erick Thohir Rombak Jajaran Komisaris dan Direksi dari 25 BUMN Sepanjang 2024
Founder Stocknow.id, Hendra Wardana melihat, tahun 2024 menjadi masa penuh tantangan bagi emiten BUMN Karya.
Berbagai sentimen negatif terus membayangi kinerja keuangan mereka. WIKA dan WSKT juga masih berkutat dengan restrukturisasi utang besar-besaran, yang hingga kini belum menunjukkan dampak positif signifikan terhadap perbaikan struktur keuangan.
“Hal ini menciptakan tekanan besar pada arus kas perusahaan, yang menyebabkan terbatasnya kemampuan untuk ekspansi maupun menyelesaikan proyek yang sedang berjalan,” ujarnya kepada Kontan, Senin (30/12).
Di sisi lain, PTPP menghadapi tekanan dari kasus korupsi yang merusak citra perusahaan sekaligus memengaruhi sentimen pasar terhadap sahamnya.
ADHI juga tidak luput dari masalah besar, terutama karena ketidakmampuan membayar kewajiban kontrak pada kerja sama operasional (KSO) yang telah dibentuk.
“Selain itu, kebijakan penghentian beberapa proyek strategis serta anggaran infrastruktur pemerintah tahun 2025 yang belum sesuai ekspektasi semakin memperburuk prospek BUMN Karya di tahun ini,” paparnya.
Pada tahun 2025, emiten BUMN Karya diperkirakan masih akan menghadapi tantangan besar. Sentimen negatif seperti beban utang yang masih tinggi, ketidakpastian proyek strategis, serta dampak penghentian beberapa proyek penting akan terus membayangi kinerja mereka.
Kinerja WIKA kemungkinan besar juga masih akan tertekan oleh upaya restrukturisasi utang yang memakan waktu dan menggerus kepercayaan investor.
Selain itu, terbatasnya proyek baru di luar IKN juga dapat menghambat pertumbuhan pendapatan. PTPP menghadapi tantangan berat dari sisi reputasi akibat kasus korupsi, yang dapat mengurangi peluang memenangkan proyek baru.
ADHI, dengan tantangan berupa kewajiban kontrak yang belum terselesaikan, berpotensi menghadapi tekanan lebih besar jika gagal mengamankan proyek-proyek strategis baru, khususnya di IKN.
“Namun, peluang perbaikan kinerja tetap ada. Terutama, jika pemerintah meningkatkan pagu anggaran infrastruktur atau adanya dorongan kebijakan ekonomi pro-pasar yang mampu mendukung realisasi proyek strategis,” ungkapnya.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Emiten Konstruksi yang Bakal Terdampak PPN 12%
Hendra pun merekomendasikan jual untuk WIKA, PTPP, dan ADHI.
Untuk WIKA, rekomendasi jual diberikan dengan target penurunan harga ke Rp 216 per saham. Tingginya rasio utang terhadap ekuitas (DER) serta minimnya kontrak baru yang bernilai strategis membuat WIKA masih sulit untuk bangkit dalam waktu dekat.
PTPP direkomendasikan jual dengan target penurunan ke Rp 310 per saham. Masalah reputasi akibat kasus korupsi dan rendahnya margin keuntungan menekan kinerja saham ini secara signifikan.
Sementara, ADHI direkomendasikan jual dengan target penurunan ke Rp 192 per saham. Alasannya masih ketidakmampuan perusahaan patungan dalam membayar kewajiban kontrak yang masih menjadi beban besar, serta terbatasnya pendapatan dari proyek strategis baru.
“Rekomendasi saham untuk BUMN Karya merefleksikan tekanan sentimen negatif yang masih mendominasi,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News