Reporter: Kenia Intan | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk mengumumkan akan menggelar penawaran umum perdana saham atawa initial public offering (IPO). Aksi korporasi yang dinanti pelaku pasar itu diperkirakan akan digelar 29-31 Maret 2022. Saat ini, GoTo tengah memasuki masa penawaran awal pada 15-21 Maret 2022.
Menurut catatan Kontan.co.id sebelumnya, GoTo akan melepas 48 miliar saham baru Seri A dengan kemungkinan ditingkatkan sampai sebanyak-banyaknya 52 miliar saham baru dan mewakili hingga 4,35% dari modal ditempatkan dan disetor setelah selesainya IPO (tidak termasuk saham tambahan dari opsi penjatahan lebih).
Setiap sahamnya akan ditawarkan di kisaran harga Rp 316 hingga Rp 346 per saham. Adapun IPO ini ditargetkan bisa meraup dana hingga Rp 15,2 triliun (US$ 1,1 miliar) dengan tambahan Rp 2,3 triliun (US$ 160 juta) dari greenshoe.
Kendati dinanti-nanti pelaku pasar, calon emiten itu masih menanggung rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk hingga Rp 11,57 triliun per akhir September 2021. Kerugian itu membengkak dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 10,42 triliun.
Padahal, kalau dilihat dari pendapatan bersihnya, GoTo mampu membukukan kenaikan hingga 45,49% secara tahunan atau year on year (yoy) hingga akhir kuartal III 2021. GoTo mengantongi pendapatan bersih Rp 3,40 triliun.
Baca Juga: Ada IPO GoTo, Saham-Saham Sektor Teknologi Masih Lesu
Menanggapi kinerja GoTo yang masih merugi, Analis Sucor Sekuritas Paulus Jimmy mengungkapkan, rencana IPO GoTo masih menarik. Sebab, ke depannya kinerja GoTo diproyeksi akan membaik.
Optimisme ini ditopang penetrasi tiap lini bisnis GoTo yang masih minim.
Mengutip keterangan resminya, Grup GoTo memiliki potensi pasar yang besar. Dus, peluang pertumbuhan terbuka di setiap lini bisnis GoTo baik dari sisi on-demand services, e-commerce, maupun financial technology.
Pasar on-demand services diperkirakan akan tumbuh dari sekitar Rp 77,8 triliun (US$ 5,4 miliar) pada tahun 2020 menjadi sekitar Rp 259,2 triliun (US$ 18 miliar) pada 2025.
Sementara itu, pasar e-commerce untuk barang fisik diperkirakan akan tumbuh dari sekitar Rp 642,2 triliun (US$ 44,6 miliar) pada tahun 2020 menjadi sekitar Rp 1.980,0 triliun (US$ 137,5 miliar) pada 2025.
Adapun pasar financial technology services diperkirakan akan tumbuh dari sekitar Rp 256,3 triliun (US$ 17,8 miliar) pada tahun 2020 menjadi sekitar Rp 1.009,0 triliun (US$ 70,1 miliar) pada 2025.
Paulus menambahkan, peluang pertumbuhan itu juga akan terdorong oleh gencarnya perkembangan digitalisasi di Indonesia.
"Bisa melahirkan calon-calon konsumen baru buat Grup GoTo," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (16/3).
Asal tahu saja, lebih dari 55 juta pengguna bertransaksi secara tahunan secara proforma dalam dua belas bulan terakhir. Adapun nilai transaksi bruto atau gross transaction value (GTV) secara proforma tercatat Rp 414,2 triliun (US$ 28,8 miliar) dalam dua belas bulan terakhir.
Senada, Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus mencermati, ekosistem yang dibangun Grup GoTo membuat IPO perusahaan ini menarik.
Menurutnya, Gojek, GoPay, Tokopedia, GoTo Financial, dan Bank Jago sudah memiliki posisi yang cukup mapan dalam persaingan di sektor masing-masing.
Dengan dana segar hasil IPO sekitar Rp 17,9 triliun, calon emiten itu bisa melakukan pengembangan produk menjadi lebih menarik. Seperti, penambahan fitur, pembaruan teknologi, dan inovasi produk/teknologi baru, yang diharapkan dapat mengakuisisi pelanggan, penjualan dan pemasaran yang lebih besar.
Harga lebih stabil
Prospek kinerja yang positif itu diharapkan akan diikuti oleh pergerakan saham yang lebih stabil ke depan. Apabila berkaca dari pengalaman BUKA yang cenderung melorot pasca listing, analis memperkirakan GoTo tidak akan bernasib sama. Ini tidak terlepas dari mekanisme greenshoe yang diterapkan.
Walaupun sahamnya diprediksi lebih stabil, Daniel menekankan, pelaku pasar tetap perlu mewaspadai pergerakan saham-saham teknologi di Amerika yang tergabung dalam Nasdaq.
Seperti yang diketahui, saham-saham tersebut tengah mengalami tren pelemahan terpengaruh kabar kenaikan tingkat suku bunga. Di dalam negeri pun saham-saham teknologi termasuk BUKA terus bergerak membentuk harga yang lebih rendah.
Baca Juga: Tak Mau Seperti BUKA, Ini Cara Manajemen GOTO Cegah Harga Saham Anjlok Pasca IPO
"Hal ini akan menjadi sentimen negatif secara psikologi bagi GoTo yang akan listing," imbuh Daniel.
Ia menambahkan, skema greenshoe hanya menjaga harga saham agar tidak turun ke bawah harga IPO. Untuk membuat harga saham menguat, di mana hal tersebut merupakan tujuan utama dari investor, skema greenshoe saja belum cukup. Perusahaan tetap perlu menggenjot fundamental dan kinerjanya.
Paulus juga melihat, GOTO menggunakan mekanisme greenshoe untuk menjaga kestabilan harga setelah IPO, ditambah dengan lock-up saham dari existing investor.
"Ini menunjukkan komitmen GOTO dalam menjaga harga saham setelah IPO dan bukti bahwa IPO ini bukan serta merta merupakan exit strategy dari GOTO," terangya.
Asal tahu saja, greenshoe merupakan mekanisme yang memberikan GoTo fleksibilitas untuk menunjuk broker sebagai agen stabilisasi dalam periode 30 hari sejak saham GoTo listing di bursa efek.
Dalam pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya diungkapkan, agen stabilisasi bisa membeli saham GoTo di harga berapa pun sampai dengan maksimum harga IPO. Dana berasal dari saham treasuri yang sudah dimiliki GoTo, yang mana GoTo memiliki pilihan untuk melepasnya, melalui penawaran terbatas bersamaan dengan IPO.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News