Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak sawit atawa crude palm oil (CPO) terpantau masih berada di level yang tinggi, yakni RM 5.770 per ton. Tingginya harga CPO sepanjang kuartal I-2022 ini dinilai bisa menjadi katalis negatif untuk kinerja PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
Analis Ciptadana Sekuritas Putu Chantika mengatakan, kenaikan harga CPO cukup berdampak negatif terhadap margin UNVR. Hal ini mengingat CPO merupakan bahan baku utama dalam berbagai produk UNVR.
Di satu sisi, ia melihat pihak UNVR sejauh ini masih berhati-hati dalam meningkatkan Average Selling Price (ASP) karena persaingan yang ketat.
“Oleh karena itu, kami masih mengekspektasikan margin UNVR masih akan tertekan, setidaknya hingga akhir semester I-2022,” kata Putu kepada Kontan.co.id, Senin (21/3).
Baca Juga: Saham Sektor Barang Konsumsi Ini Layak Dicermati Jelang Ramadan
Sementara analis Trimegah Sekuritas, Heribertus Ariando, dalam risetnya pada 14 Februari menuliskan, upaya UNVR dengan melakukan kenaikan ASP rupanya tidak mampu meredam turunnya volume penjualan dan kenaikan biaya produksi.
Adapun, kenaikan ASP untuk produk UNVR secara global sebesar 4.9% year on year (yoy), namun belum ada angka untuk produk UNVR Indonesia. Sebagai informasi, UNVR sejak Oktober 2021 sudah menaikkan ASP secara bertahap untuk mengatasi kenaikan bahan baku seperti minyak CPO.
Namun, Heribertus menyebut angka pada kuartal IV-2021 memperlihatkan bahwa penyesuaian tersebut belum cukup untuk mengurangi penurunan pada margin dan penjualan.
Tercatat, margin kotor untuk segmen home personal care (HPC)/Food & Beverage (F&B) turun 80bps/300bps secara kuartalan. Sementara penjualan untuk untuk segmen HPC/F&B juga turun 4%/3% secara kuartalan.
Padahal ia menyebut, kuartal III-2021 merupakan periode low base seiring dengan adanya kebijakan pembatasan sosial pada kuartal tersebut.
Baca Juga: Saham Unilever Indonesia (UNVR) Sudah Terkoreksi 50,94% Setahun Terakhir
“Kami mengantisipasi ASP yang lebih tinggi akan lebih terlihat pada 2022 seiring dengan tren kenaikan harga komoditas di awal tahun ini. Kami melihat kenaikan harga tersebut akan semakin menekan margin UNVR dan akan terus berlanjut sampai ada tren pembalikan harga komoditas,” kata Heribertus dalam risetnya.
Walaupun perolehan kedua segmen tersebut pada tahun lalu cenderung lemah, Putu melihat segmen HPC dan F&B masih akan mencatatkan pertumbuhan pada tahun ini. Ia mengekspektasikan penjualan segmen HPC dan F&B pada tahun ini tumbuh masing-masing 3,2% yoy dan 6,5% yoy.
Pada segmen HPC, ia meyakini produk-produk yang berkaitan dengan kehigienisan masih akan jadi faktor pendorong pertumbuhan segmen ini. Namun, di satu sisi, menurutnya perilaku downtrading para konsumen masih akan tetap terjadi di tahun ini.
Pada segmen F&B, Putu menilai pemulihan mobilitas masyarakat akan menjadi katalis positif karena akan ada perbaikan pada sektor horeca (hotel, restoran, dan cafe). Apalagi, UNVR juga berinisiatif memenuhi permintaan konsumen akan produk kaya vitamin dengan meluncurkan Buavita 100% daily vitamins dan es krim Paddle Pop bervitamin D.
“Lagipula, kami melihat kontribusi penjualan segmen F&B pada tahun 2021 naik menjadi 33% terhadap total penjualan, dari 30% pada 2020. Ini menjadi pertanda bagus untuk pemulihan lebih jauh,” terang Putu.
Terkait UNVR, Heribertus juga menyoroti adanya kebijakan untuk melakukan restrukturisasi bisnis grup Unilever secara global. Aksi ini diharapkan dapat membuat grup Unilever menjadi lebih sederhana, ramping, dan lebih berfokus pada kategori. Struktur baru ini juga diekspektasikan bisa memangkas biaya sebesar 600 juta euro dalam dua tahun.
Terbaru, Unilever global juga telah menjual lini bisnis tehnya, yakni Ekaterra yang merupakan induk dari Lipton. Namun, penjualan tersebut tidak termasuk divisi di Indonesia, India, dan Nepal, sehingga Heribertus melihat dampaknya akan minim terhadap UNVR.
Baca Juga: Sahamnya Sudah Turun Dalam, Analis Masih Optimistis pada Kinerja Unilever (UNVR)
“Pada paruh pertama tahun ini, UNVR masih akan menghadapi beban biaya yang lebih tinggi, namun akan mereda di paruh kedua. Kami memproyeksikan akan ada penurunan margin operasional sebesar 140-240 bps secara year on year,” imbuh Heribertus.
Lebih lanjut, Heribertus pun memangkas proyeksi kinerja UNVR tahun ini imbas dari potensi penjualan yang lebih rendah dan menyesuaikan dengan biaya yang lebih tinggi. Ia memperkirakan pendapatan UNVR pada tahun ini akan sebesar Rp 40,69 triliun dengan laba bersih Rp 5,81 triliun.
Ia pun memasang rating netral untuk saham UNVR dengan target harga di Rp 3.950 per saham. Sementara Putu merokemendasikan beli untuk saham UNVR dengan target harga Rp 4.400 per saham.
“Sebelumnya kami merekomendasikan jual untuk saham UNVR, namun kami percaya bahwa kinerja buruk UNVR pada 2021 sudah tercermin pada koreksi harga sahamnya. Jadi, kami melihat risiko downside yang lebih terbatas ke depannya,” tutup Putu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News