Reporter: Aris Nurjani | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus investasi bodong tidak hanya sekali dua kali terjadi tetapi sudah sering terjadi dari masa lalu. Mulai dari penggandaan uang hingga sekarang robot trading yang menjadi perbincangan hangat di masyarakat yang melibatkan Doni Salmanan dan Indra Kenz ditetapkan sebagai tersangka dugaan penipuan investasi opsi biner (binary option).
Pengamat dan Praktisi Investasi, Desmond Wira, mengatakan, sejak dulu modus penipuan begitu-begitu saja, tapi kedoknya berbeda-beda. Modus umumnya menawarkan keuntungan besar dalam waktu singkat. Tapi tetap saja banyak orang tertipu, karena tidak bisa membedakan mana investasi yang benar dan yang bodong.
"Orang yang sudah melek investasi ditawari untung besar dalam waktu singkat pasti akan curiga. Tetapi orang yang literasi finansialnya rendah, justru malah makin tertarik" ujar Desmond kepada Kontan.co.id, Kamis (24/3/2022).
Desmond menjelaskan, karena ada supply dan demand sehingga penipuan investasi masih sering terjadi. Demandnya berasal dari orang-orang yang serakah ingin kaya dengan cepat. Supplynya berasal dari orang yang memanfaatkan dengan menawarkan investasi bodong dengan keuntungan tinggi.
Baca Juga: Merespons Kritik dari DPR, Bappebti Siapkan Aturan Robot Trading Desmond menjelaskan, selain dari masyarakat yang rendah literasi finansia,l banyak juga korban dari para pelaku pasar saham, forex atau lainnya. Tapi biasanya mereka pemula yang baru terjun di dunia investasi atau trading.
Selain dari para pemula, ada juga orang yang sudah cukup lama menjadi pelaku pasar, dan tertipu. Mereka biasanya cuma mengerti kulitnya dari investasi dan trading sehingga tetap bisa terjebak dalam tawaran investasi bodong. "Apalagi kalau tawarannya dibungkus dengan kesan canggih dan kompleks seperti kasus robot trading abal-abal," kata Desmond.
Desmond mencontohkan seperti kasus robot trading abal-abal, umumnya hanya orang yang berpengalaman dalam investasi dan trading yang tahu bahwa tawaran itu sebenarnya investasi bodong.
Menurut Desmond, tingkat literasi finansial di Indonesia masih terbilang rendah karena jumlah investor di Indonesia di tahun 2021 hanya 7 jutaan sedangkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 273 jiwa. Artinya cuma 2,5% dari jumlah penduduk yang mengenal investasi berbasis pasar modal.
"Minat baca masyarakat Indonesia juga terbilang rendah. Jadi masyarakat Indonesia terbilang rentan terhadap penipuan, apalagi yang berkedok investasi atau trading," ujar Desmond.
Baca Juga: Bos Robot Trading Fahrenheit Ditangkap, Jangan Gunakan Investasi Ilegal Ini
Desmond menjelaskan ada beberapa ciri-ciri investasi bodong seperti menjanjikan keuntungan tinggi yang tidak masuk akal. Memang keuntungan besar inilah yang ditawarkan untuk menggaet korbannya. Apalagi banyak orang yang suka instan. Ingin cepat kaya tanpa berusaha.
"Dari dulu sampai sekarang ciri penipuan bisnis investasi hanya satu yang utama, yaitu menawarkan profit tinggi kepada nasabah," ucap Desmond.
Ada juga yang fokusnya adalah mencari anggota, bukan memproduksi sesuatu atau aktivitas lainnya yang menghasilkan. Umumnya penipuan berkedok money game mengharuskan korbannya untuk mencari korban lain (member get member).
Sekarang ada juga modus yang tidak menekankan member get member, tapi pada prinsipnya tetap ia membutuhkan member banyak agar skema penipuannya berhasil. Karena itu, ada yang mengganti sistem member get member dengan menggunakan tim marketing sendiri.
Menggunakan testimonial anggota yang "berhasil". Biasanya mereka adalah member lama yang sudah merasakan "manfaat" money game tersebut. Bahkan para member lama ini biasanya militan, mendukung mati-matian, karena memang yang paling duluan masuk di sistem money game yang paling diuntungkan. Merekalah yang rajin mencari member baru untuk diajak.