kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Suku Bunga Tinggi, Pasar Obligasi Masih Moncer di Tahun 2023


Selasa, 17 Januari 2023 / 22:17 WIB
Suku Bunga Tinggi, Pasar Obligasi Masih Moncer di Tahun 2023
ILUSTRASI. Ezra Nazula ? Director & Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) (atas), Katarina Setiawan ? Chief Economist & Investment Strategist MAMI (kiri), dan Samuel Kesuma ? Portfolio Manager, Equity MAMI (kanan).


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi masih didukung oleh kondisi suku bunga tinggi. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memperkirakan, yield obligasi domestik akan turun dengan target konservatif 6,5%-6,75% tahun ini. Selasa (17/1), yield SUN acuan tenor 10 tahun berada di 6,74%.

"Suku bunga The Fed memang menuju puncaknya, tapi masih ada potensi untuk memanfaatkan pasar obligasi di kala suku bunga tinggi," kata Director & Chief Investment Officer Fixed Income MAMI Ezra Nazula dalam acara Indonesia Market Outlook 2023 secara daring, Selasa (17/1).

Menurut Ezra, kondisi makroekonomi dan tren suku bunga inflasi sekarang, cocok mengoleksi obligasi tenor pendek. Sebab, ada keuntungan dari selisih imbal hasil (yield) yang tidak besar dan harganya bakal naik.

Baca Juga: Yield Obligasi Indonesia Diprediksi Naik Sepanjang Tahun 2023

Terkait kelas aset di reksadana pendapatan tetap, Manulife memiliki produk unggulan yakni Manulife Pendapatan Bulanan dan Manulife Obligasi Unggulan.

Manulife Pendapatan Bulanan diisi oleh obligasi durasi tenor pendek yang fokus pada SBN berdurasi 2-3 tahun. Produk ini dianggap cocok dengan kondisi sekarang saat suku bunga mendekati puncak, dimana volatilitas harga rendah. Selain itu, ada tren dividen secara bulanan membuat produk ini menarik.

Manulife Obligasi Unggulan juga diisi surat utang berdurasi pendek tapi lebih dominan diisi oleh obligasi korporasi. Imbal hasil yang ditawarkan tergantung kinerja perusahaan dengan tenor berkisar 3-5 tahun. Hanya saja, siklus pembagian dividen dilakukan per tiga bulan.

Baca Juga: Dibayangi Ketidakpastian, SUN Tenor Menengah Diminati pada Lelang Selasa (17/1)

Lebih lanjut, Ezra memaparkan tiga katalis pasar obligasi di tahun 2023. Pertama, perbaikan fundamental makro. Indikator makro ekonomi yang membaik seperti defisit fiskal di bawah target pemerintah yang dapat mendukung kenaikan rating Indonesia. 

Kedua, kuatnya permintaan domestik. Permintaan dari investor perbankan, asuransi, dana pensiun, dan investor ritel diperkirakan masih kuat untuk menopang pasar.

Ketiga, skenario pembukaan kembali China. Skenario dibukanya perekonomian China diperkirakan akan membantu meningkatkan sentimen positif ke pasar global.

Selain itu, lanjut Ezra, risiko yang perlu diwaspadai yaitu ketidakpastian yang masih terus ada dari pasar global, seperti perang Rusia dan Ukraina, kebijakan bank sentral Amerika dan dunia yang berpotensi kembali menjadi hawkish jika data ekonomi masih kuat di atas konsensus, dan tekanan politik yang berpotensi timbul jelang Pemilu 2024.

Baca Juga: Pasar Obligasi Semarak, Penawaran Lelang SUN Hari Ini Tembus Rp 59 Triliun

Sebagai catatan, pasar obligasi Indonesia mencatatkan kinerja positif 3,5% di tahun 2022. Kinerja pasar obligasi Indonesia lebih baik dibandingkan pasar lainnya di kawasan Asia, seperti Hong Kong, Filipina, Singapura dan Thailand.

Ezra menjelaskan bahwa selama tahun 2022, kurva imbal hasil pasar obligasi menunjukkan pola bearish flattening. Obligasi dengan tenor paling pendek (2 tahun) mengalami kenaikan imbal hasil paling signifikan sebesar 181 bps. Sedangkan obligasi dengan tenor paling panjang (30 tahun) mengalami kenaikan imbal hasil paling kecil (46 bps). 

Jika dilihat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2012–2022), pasar obligasi Indonesia mencatatkan kinerja sebesar 8,03% per tahun. Di sisi kepemilikan asing di pasar obligasi terlihat telah menyusut, dari semula Rp 891,3 triliun atau setara 19,05% pada akhir 2021 menjadi Rp 762,2 triliun atau setara 14,36% di akhir 2022. 

Ezra menilai, rendahnya kepemilikan asing di pasar obligasi diharapkan dapat mengurangi volatilitas akibat aksi jual investor asing. Selain itu, ekspektasi berkurangnya agresivitas kenaikan Fed Funds Rate, seiring dengan inflasi Amerika Serikat yang terus mengalami moderasi, akan mengangkat sentimen global dan membawa kembali arus masuk dana asing. 

"Di dalam negeri, diversifikasi investor domestik menjadi penopang utama, khususnya di perbankan, asuransi dan dana pensiun, serta investor ritel," pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×