Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masih awetnya harga emas di level harga tinggi, yakni di atas US$ 1.400 per ons troi, didukung beberapa sentimen. Kelihatannya, penguatan harga emas masih akan berlanjut dengan tren bullish, meskipun kemungkinan sampai ke level US$ 1.500 per ons troi belum cukup kuat terjadi di tahun ini.
Asal tahu saja, berdasarkan data Bloomberg, sejak 1 Juli 2019 harga emas global sudah menguat sebanyak 2,80% ke level US$ 1.428 per ons troi hingga Senin (22/7).
Analis Asia Trade Future Deddy Yusuf Siregar mengatakan, salah satunya penyebab kenaikan harga emas dipicu pernyataan lembaga Dana Moneter Internasional (IMF) beberapa waktu lalu menyatakan, nilai kurs dollar AS saat ini sudah terlalu tinggi, di tengah kondisi ekonomi global saat ini.
Selain itu, sinyal kuat Bank Sentral AS (The Fed) yang diperkirakan bakal memangkas suku bunga acuannya (FFR) di akhir Juli 2019 turut menjadi alasan kuat bagi harga emas untuk melaju naik. Ada dua skema yang tengah dipertimbangkan pasar saat ini, yakni kemungkinan penurunan FFR hingga 25 basis poin (bps) atau 50 bps.
"Kalau The Fed memilih agresif pangkas FFR hingga 50bps, ini bisa buat harga emas melonjak naik menyentuh level US$ 1.500 per ons troi," jelas Deddy kepada Kontan, Senin (22/7).
Baca Juga: Sudah terlampau tinggi, harga emas waktunya koreksi
Sebaliknya, jika pemangkasan FFR belum agresif, maka harga emas diperkirakan berada di kisaran US$ 1.450 per dollar AS. Di sisi lain, data PDB kuartal II AS yang bakal dirilis pekan ini turut bakal menjadi bahan pertimbangan The Fed dalam memutuskan kebijakan moneternya bulan ini.
Sementara itu, ketegangan di Timur Tengah (Timteng) masih berlanjut di mana Iran kembali menahan kapal tengker berbendera Inggris. Deddy mengatakan eskalasi itu ditakutkan bakal turut melibatkan AS dan Inggris secara bersamaan, mengingat AS sempat mengeluarkan statement akan melakukan segala cara menjauhkan kapal tanpa awak milik Iran mendekati kapal perang AS.
Sementara itu, belum ada kepastian negosiasi perang dagang antara AS dan China. Pasar juga masih menanti perkembangan politik di Inggris jika Boris Johnson benar-benar terpilih sebagai Perdana Menteri Inggris Theresa May.
"Keempat faktor ini saya kira yang menjadi pemicu atau memantik naiknya harga emas," kata Deddy kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Harga emas siang ini terangkat ketegangan Iran dan Inggris di Teluk Persia
Di tengah kondisi tersebut, Deddy mengungkapkan investor belum memiliki pilihan instrumen investasi yang lebih menarik dari safe haven, khususnya emas. apalagi pasar juga sedang mengalami gejolak, sehingga pasar lebih fokus pada menanti perkembangan FOMC.