kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.919.000   11.000   0,58%
  • USD/IDR 16.358   57,00   0,35%
  • IDX 7.287   95,00   1,32%
  • KOMPAS100 1.038   11,82   1,15%
  • LQ45 788   8,41   1,08%
  • ISSI 242   4,64   1,96%
  • IDX30 408   5,59   1,39%
  • IDXHIDIV20 466   2,70   0,58%
  • IDX80 117   1,36   1,18%
  • IDXV30 118   0,01   0,01%
  • IDXQ30 130   1,58   1,23%

Lonjakan Harga Minyak dan Risiko Geopolitik Tekan Rupiah dan Fiskal Indonesia


Senin, 23 Juni 2025 / 19:56 WIB
Lonjakan Harga Minyak dan Risiko Geopolitik Tekan Rupiah dan Fiskal Indonesia
ILUSTRASI. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc. Kepala Ekonom Bank Permata menilai harga minyak mentah Brent berpotensi melambung hingga US$ 130 per barel jika konflik israel-Iran berlarut-larut.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketegangan geopolitik Timur Tengah kembali memanas. Serangan Amerika Serikat (AS) terhadap fasilitas nuklir Iran memperparah eskalasi konflik Iran-Israel dan mendorong lonjakan harga minyak global.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menyebutkan bahwa harga minyak mentah Brent telah menembus level US$ 100 per barel, dan berpotensi melambung hingga US$ 130 per barel jika konflik berlarut-larut dan mengganggu jalur pasokan strategis seperti Selat Hormuz.

Sebagai negara net importir minyak mentah, Indonesia berada dalam posisi rentan. Kenaikan harga minyak berdampak langsung terhadap fiskal melalui lonjakan subsidi energi.

Dalam APBN 2025, pemerintah mengalokasikan subsidi energi sebesar Rp 203 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 82 per barel. Namun, jika harga minyak melonjak jauh di atas asumsi tersebut, beban subsidi diperkirakan bisa membengkak hingga melampaui Rp 250 triliun.

Baca Juga: Tak Tahan Tekanan Global, Rupiah Diproyeksi Masih Lemah pada Selasa (24/6)

Hitungannya, jika harga minyak naik US$ 1 per barel, maka subsidi energi bisa meningkat sekitar Rp 3 triliun. "Dengan harga saat ini yang sudah jauh di atas asumsi APBN, risiko terhadap pelebaran defisit dan penyesuaian harga BBM subsidi seperti Pertalite menjadi sangat tinggi," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (23/6).

Lonjakan subsidi berisiko mempersempit ruang fiskal, memperbesar defisit anggaran, dan menambah tekanan inflasi apabila pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM bersubsidi. Kenaikan inflasi, ditambah depresiasi rupiah, akan membebani daya beli masyarakat dan berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi ke depan.

Dampak eskalasi konflik tidak berhenti di situ. Tekanan geopolitik juga memicu arus modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Investor global berbondong-bondong mengalihkan dana ke aset safe haven seperti dolar AS, emas, dan Yen Jepang. Alhasil, rupiah terdepresiasi hingga mendekati Rp 16.500 per dolar AS.

Lanjut Josua, depresiasi rupiah juga diperburuk oleh prospek defisit transaksi berjalan yang memburuk akibat naiknya biaya impor energi. "Dalam skenario harga minyak di atas US$ 100 per barel, rupiah berisiko stabil di kisaran yang lebih lemah," katanya.

Di sisi lain, meski periode 16-19 Juni 2025 asing mencatat net buy di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3,47 triliun, risiko geopolitik yang berlarut dapat membalikkan arah aliran dana asing. Tekanan inflasi, pelemahan rupiah, serta kenaikan yield obligasi AS turut memperbesar potensi outflow dari pasar keuangan domestik, termasuk saham, SRBI, dan obligasi jangka panjang.

Dalam situasi ketidakpastian tinggi seperti ini, investor disarankan untuk mengadopsi strategi defensif. Instrumen safe haven seperti emas, US Treasury, dan obligasi global berbasis dolar menjadi lebih menarik.

Di sisi lain, obligasi pemerintah domestik tenor pendek-menengah tetap menarik karena menawarkan yield tinggi, meskipun tetap harus diimbangi dengan manajemen risiko terhadap volatilitas rupiah.

"Strategi diversifikasi ke aset lindung nilai sangat penting saat ini. Investor sebaiknya mengurangi eksposur pada aset berisiko tinggi dan fokus pada instrumen yang relatif lebih stabil dan tahan terhadap tekanan geopolitik," tutup Josua.

Baca Juga: Midi Utama (MIDI) Cetak Kinerja Positif di Kuartal I-2025, Ini Rekomendasi Sahamnya

Selanjutnya: Konflik Israel–Iran Meningkat, LPEI Nilai Dampaknya Terbatas terhadap Kinerja Ekspor

Menarik Dibaca: Peserta Aksi Damai Kawal Seleksi Dewan Energi Nasional, Serukan 5 Tuntutan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×