kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.704.000   -3.000   -0,18%
  • USD/IDR 16.310   25,00   0,15%
  • IDX 6.803   14,96   0,22%
  • KOMPAS100 1.005   -3,16   -0,31%
  • LQ45 777   -4,08   -0,52%
  • ISSI 212   1,22   0,58%
  • IDX30 402   -2,62   -0,65%
  • IDXHIDIV20 484   -3,58   -0,73%
  • IDX80 114   -0,52   -0,46%
  • IDXV30 119   -0,94   -0,79%
  • IDXQ30 132   -0,40   -0,30%

Likuiditas Ketat Menekan Saham Bank, Cek Rekomendasi BBCA, BBRI, BBNI, BMRI, BRIS


Minggu, 16 Februari 2025 / 22:39 WIB
Likuiditas Ketat Menekan Saham Bank, Cek Rekomendasi BBCA, BBRI, BBNI, BMRI, BRIS
ILUSTRASI. Warga mengakses data saham dari perangkat laptop dan gawai di Jakarta, Selasa (11/2/2025). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan jumlah investor pasar modal Indonesia telah mencapai 15 juta single investor identification (SID) pada akhir Januari 2025. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/rwa.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Merosotnya saham bank-bank besar sejak awal tahun telah mengguncang pasar. Kondisi ini masih dipengaruhi oleh ketatnya likuiditas, yang memicu arus keluar besar-besaran dari saham sektor perbankan.

Analis Sinarmas Sekuritas Isfhan Helmy dan Ivan Purnama Putera melihat, kejatuhan saham bank pada umumnya akibat investor tidak puas dengan laba dan arahan bank-bank besar.

Hal itu setelah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melaporkan pertumbuhan laba bersih yang datar dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memangkas prospek pertumbuhan pinjaman menjadi pertengahan satu digit.

Likuiditas tampak ketat terutama di BMRI dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) hampir 100%. Dinamika ini telah menyebabkan arus keluar besar-besaran di BMRI dan BBCA sekitar Rp 2 triliun Year To Date (YTD).

Baca Juga: Emiten Ritel Bakal Tuai Berkah di Momen Ramadan dan Lebaran, Ini Rekomendasi Sahamnya

‘’Setelah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) jatuh seperti pisau tahun lalu, ketakutan terhadap BMRI sebagai kejatuhan berikutnya melonjak dengan harga sahamnya turun 7% dalam sehari dengan asing menjual sahamnya senilai Rp 1,4 triliun dalam satu hari,’’ ungkap Isfhan dan Ivan dalam riset 7 Februari 2025.

Namun, BBRI mencatatkan arus masuk hampir Rp 1 triliun ytd, setelah arus keluar besar-besaran Rp 38 triliun tahun lalu. Sinarmas Sekuritas memandang, investor asing mungkin akan beralih dari BMRI ke BBRI, jika memberikan panduan yang lebih baik untuk 2025.

Harga saham BMRI dan BBCA mengalami kontraksi paling besar sepanjang tahun dengan masing-masing 10% dan 7%, sementara BBRI mengalami kontraksi lebih kecil hanya 3% sepanjang tahun.

Selain BBRI, saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) juga menarik karena harga saham naik di sepanjang tahun yang menandai satu-satunya pengembalian positif di antara bank-bank besar.

Analis Verdhana Sekuritas Erwin Wijaya mencermati, adanya perbaikan likuiditas yang bisa mendorong kinerja emiten bank ke depan. Hal itu terlihat dari imbal hasil campuran SRBI turun menjadi 6,715% pada 31 Januari 2025 dibandingkan 7,253% pada 27 Desember 2024.

Imbal hasil SRBI yang melandai dapat memberikan kesempatan untuk perbankan dapatkan likuditas yang murah. Selain itu, terlihat adanya peluang arbitrase yang semakin menyempit karena perbedaan antara suku bunga SRBI dan Repo saat ini berada pada 20 bp (6,715% - 6,500%).

‘’Terlepas dari arah suku bunga kebijakan BI, kami berpendapat bahwa secara fundamental, bank-bank yang kami liput seharusnya memiliki profil pendapatan yang lebih baik pada 2025 daripada pada 2024,’’ jelas Erwin dalam riset 3 Februari 2025.

Baca Juga: Saham BBRI, BRMS, dan BMRI Paling Ramai Dalam Perdagangan Sepekan Hingga Jumat (14/2)

Secara khusus, Erwin menyoroti bahwa panduan pertumbuhan pinjaman dari bank-bank besar akan menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat pada 2025 daripada pada 2024, dan likuiditas yang ketat tidak akan memburuk.

Pada gilirannya, hal ini bisa mendukung Net Interest Margin (NIM) tetap stabil.

Pertumbuhan laba pada tahun 2025 mungkin melambat, yang menunjukkan risiko neraca yang lebih rendah untuk emiten bank pada tahun 2025 dibandingkan pada tahun 2024.

Tidak seperti pada tahun 2024, ketika bank-bank kemungkinan mengompensasi NIM yang lebih rendah dengan pertumbuhan pinjaman yang lebih tinggi untuk menjaga momentum laba.

‘’Tren tingkat penghapusan pinjaman bulanan untuk bank-bank besar, kami anggap sebagai indikator utama kualitas aset bank di masa depan,’’ imbuh Erwin.

Erwin mempertahankan pandangan Bullish jangka panjang terhadap sektor perbankan Indonesia dengan bank-bank besar tetap menjadi saham pilihan.

Dia merekomendasikan Buy untuk BBCA, BMRI, BRIS, BBRI, BBNI dengan target harga masing-masing Rp 12.600, Rp 8.700, Rp 3.800, Rp 5.400, Rp 6.600 per saham.

Secara keseluruhan, Isfhan dan Ivan memilih BRIS dan BBRI karena arus didukung arus masuk investor.

Sementara itu, BBCA dapat pulih lebih cepat jika arus keluar berakhir, didukung oleh prospek pertumbuhan dan likuiditas yang lebih baik untuk tahun 2025.

Isfhan menyarankan Buy untuk BRIS, BBRI, BBCA dengan target harga masing-masing sebesar Rp 4.200, Rp 4.850, Rp 10.400 per saham.

Sedangkan, investor dapat Add saham BMRI dan BBNI dengan target harga masing-masing Rp 5.600 dan Rp 4.800 per saham.

Baca Juga: Pilihan Saham Konsumer yang Bakal Terpapar Momen Ramadan dan Lebaran 2025

Sebagai tambahan, berikut rekomendasi dari analis lainnya untuk saham emiten sektor perbankan. Simak rekomendasinya.

1.     PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)

BBCA melaporkan ekspansi laba yang kuat dengan pertumbuhan sebesar 12,7% yoy di 2024. Pencapaian emiten bank swasta terbesar ini didorong pertumbuhan pinjaman yang solid dan peningkatan NIM karena Cost of Fund (CoF) terus menurun berkat rasio CASA yang tinggi mencapai 82,4% per kuartal IV-2024.

BBCA berencana untuk menaikkan imbal hasil pinjaman di tahun 2025, terutama di segmen konsumen dengan rasio CASA tertinggi yakni 82% di antara perbankan lainnya (BBRI, BBNI, BMRI, BRIS, BBTN) sekitar 65%. NIM BBCA seharusnya membaik lebih lanjut pada tahun 2025, membalikan kinerja pasar yang buruk baru-baru ini.

Namun waspadai BBCA mungkin membukukan pertumbuhan pinjaman yang lebih lambat daripada tahun lalu karena penyesuaian imbal hasil pinjaman (loan yield). Selain itu, BBCA mungkin menghadapi biaya kredit yang lebih tinggi tahun ini, jika kualitas aset memburuk karena depresiasi Rupiah.

Rekomendasi : Buy

Target Harga : Rp 12.000

Analis Samuel Sekuritas, Prasetya Gunadi dalam riset 24 Januari 2025

Baca Juga: Intip Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Senin (17/2)

2.     PT Bank Mandiri Tbk (BMRI)

BMRI menargetkan pertumbuhan pinjaman dalam kisaran 10-12% yoy di tahun 2025, didorong oleh fokusnya pada perluasan rantai nilai ekosistem. NIM diproyeksikan akan tetap berada dalam kisaran 5,0-5,2%, didukung oleh pertumbuhan CASA transaksional dan LDR yang ditargetkan pada pertengahan hingga rendah pada level 90. Biaya kredit diantisipasi berkisar antara 1,0-1,2%.

Kami memandang panduan Bank Mandiri tersebut dapat dicapai. Pertumbuhan Cost of Fund (CoF) yang lebih rendah akan menjadi pendorong utama, sementara pendapatan nonbunga yang kuat dan rasio biaya terhadap pendapatan yang dapat dikelola akan mendukung pertumbuhan PPoP yang berkelanjutan.

Selain itu, pencadangan diharapkan tetap pada level rendah. Namun, potensi hambatan BMRI termasuk rasio pinjaman terhadap PDB yang moderat dan dampak dari kondisi likuiditas ketat yang berkepanjangan, serta daya tarik berkelanjutan dari imbal hasil SRBI.

Rekomendasi : Buy

Target Harga : Rp 8.180

Analis KB Valbury Sekuritas, Akhmad Nurcahyadi dalam riset 6 Februari 2025

3.     PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI)

Kualitas kredit BBNI tetap terjaga di tengah fluktuasi ekonomi makro. Non Perfoming Loan (NPL) bruto BBNI turun 10 bps YoY menjadi 2,0% pada 2024, dengan pertumbuhan kredit 11,6% YoY dibandingkan 7,6% YoY pada 2023. Loan at Risk (LaR) juga menurun 12,9% pada 2023 menjadi 10,2% pada 2024.

Perbaikan kualitas aset berpotensi berlanjut pada 2025. Namun, likuiditas BBNI masih tertekan dengan LDR meningkat menjadi 96,1% pada 2024 dibandingkan 85,8% pada 2023. Di lain sisi, penurunan suku bunga Deposito Berjangka (TD) dan pertumbuhan Giro Tabungan (CASA) berpotensi mengoptimalkan kinerja BBNI pada 2025.

Suku bunga acuan Deposito Berjangka Bank BNI terus mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan suku bunga acuan. Suku bunga acuan TD BBNI tahun 2022-2024 yakni 3,32%, 4,65%, dan 4,82%. Dengan adanya penurunan suku bunga BI, suku bunga acuan deposito berjangka BBNI juga dapat terpangkas hingga +-1% pada tahun 2025. Selain itu, aplikasi Wondr by BNI berpotensi mengoptimalkan pertumbuhan CASA BBNI.

Rekomendasi : Buy

Target Harga : Rp 6.150

Analis Phintraco Sekuritas, Nurwachidah dalam riset 23 Januari 2025

Baca Juga: Tertekan Penurunan Harga, Saham Emiten Batubara Mana yang Masih Menarik?

4.     PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI)

BBRI masih akan menghadapi masalah pinjaman mikro/ultra-mikro yang jatuh tempo, mengingat pertumbuhan simpanan mikro yang masih lamban sekitar 2% per tahun. Pertumbuhan pinjaman mikro kemungkinan akan terus melambat dan dengan demikian, BBRI harus kembali fokus pada segmen korporasi atau komersial, setidaknya dalam jangka menengah 3 tahun.

Kami juga memperkirakan penghapusan besar-besaran untuk pinjaman mikro/ultra mikro akan terus berlanjut pada 2025 - 2026. Strategi ini mungkin menjadi alasan utama tekanan jual saham yang substansial pada 2024, dan harga saham BBRI dapat terus berkinerja buruk dalam waktu dekat.

Verdhana Sekuritas memproyeksi laba konservatif bagi BBRI yang mencerminkan penghapusan pinjaman yang lebih tinggi dan asumsi biaya kredit yang lebih tinggi. Selain itu, pertumbuhan pinjaman BBRI diperkirakan lemah sekitar 7,5% untuk 2025 – 2026. Meskipun demikian, tren penghapusan pinjaman BBRI sudah lebih stabil yang akan menunjukkan penurunan laba yang terbatas.

Rekomendasi : Buy

Target Harga : Rp 5.000

Analis Verdhana Sekuritas, Erwin Wijaya dalam riset 13 Februari 2025

5.     PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS)

BRIS kemungkinan mempertahankan momentum kuatnya di tahun 2024, menjadi bank dengan kinerja terbaik, dengan bisnis emas dan tabungan haji sebagai sorotan utama. Sentimen tersebut dapat mendukung pertumbuhan profitabilitas yang tinggi dengan peningkatan kualitas aset.

Bisnis emas menjadi sorotan bagi BRIS, yang akan menjadikan pendorong utama pertumbuhan di masa mendatang. BRIS menargetkan pembiayaan dalam bisnis emas mencapai pertumbuhan 100% pada 2025, karena juga menawarkan yield campuran tinggi yang menarik sebesar 13,5% dan CoC rendah sebesar 0,06%.

Rekomendasi : Buy

Target Harga : Rp 4.200

Analis Sinarmas Sekuritas, Ivan Purnama Putera dalam riset 10 Februari 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×