kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Likuiditas ketat masih jadi tantangan saham perbankan ke depan


Senin, 02 Desember 2019 / 07:00 WIB
Likuiditas ketat masih jadi tantangan saham perbankan ke depan


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan penurunan suku bunga acuan di November 2019 diprediksi berlanjut hingga akhir tahun. Sementara itu, saham-saham sektor perbankan cenderung tertekan kondisi likuiditas ketat.

Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma menjelaskan, tantangan terbesar bagi kinerja saham perbankan adalah kempesnya likuiditas. Kalaupun ada upaya BI untuk memangkas giro wajib minimum (GWM) kontribusinya hanya sekitar Rp 30 triliun ke likuiditas perbankan.

Baca Juga: Investor asing banyak melepas saham-saham perbankan, ini rekomendasi bagi investor

"Ke depan likuiditas kelihatannya akan lebih ketat, karena terakhir loan to deposit ratio (LDR) juga sudah 94%," ujar Suria saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (1/12).

Berkaca dari kondisi tersebut, Suri memprediksi bahwa BI masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga acuannya sekali lagi di tahun depan. Sedangkan untuk tahun ini, tampaknya bank sentral masih akan sulit memangkas suku bunga lantaran likuiditas yang ketat.

Di sisi lain, penurunan GWM belum cukup bagus untuk meningkatkan likuiditas di pasar. Apalagi, pertumbuhan kredit saat ini belum ditopang oleh sektor-sektor utama seperti perdagangan, pertanian dan industri pengolahan yang mana permintaan kreditnya masih cenderung lesu.

Baca Juga: Mencetak kenaikan mentereng, simak rekomendasi saham sektor industri dasar berikut

Adapun sektor yang lebih banyak disalurkan kredit saat ini yakni konsumsi, power plan, dan pertambangan. "Kredit tidak lari ke sektor-sektor utama makannya, penyaluran kredit dan likuiditas kebanyakan ada di bank BUKU IV," jelasnya.

Meskipun begitu, Suria menilai penyaluran kredit ke sektor seperti infrastruktur dan kredit usaha rakyat (KUR) masih cukup kencang. Dia juga menilai akan ada prospek positif untuk permintaan kredit dari sektor crude palm oil (CPO) yang mana saat ini harganya mulai merangkak naik.

Apalagi tahun depan bakal diterapkan penggunaan B20 di Malaysia dan B30 di Indonesia, yang selanjutnya akan menyerap CPO di kedua negara tersebut.

Ke depan, Suria cenderung merekomendasikan saham-saham bank BUKU IV dan BUKU II lumayan bisa dilirik.

Sedangkan untuk bank BUKU III dinilai masih perlu diwaspadai lantaran LDR yang sudah di atas 100%, sehingga pendanaan bisa dari obligasi. Kondisi bank BUKU III tersebut, mencerminkan bahwa likuiditas sudah sangat ketat karena LDR yang sudah di atas Dana Pihak Ketiga (DPK).

Adapun saham yang masih direkomendasikan untuk dibeli yakni BBNI dan BMRI, sedangkan untuk saham BBCA dan BBRI disarankan untuk tahan atau hold. Sedangkan untuk BNGA dan PNBS dia melihat valuasi yang masih murah dan cukup menarik untuk dilirik.

Baca Juga: Indeks sektor industri dasar dan kimia tumbuh naik paling kencang, ini kata analis

Untuk target harga saham perbankan dari Suria, di antaranya BBNI yakni Rp 10.600 per saham, BMRI yakni Rp 9.000 per saham, sedangkan untuk BBRI di targetkan Rp 4.450 per saham.

"Meskipun sektor perbankan masih dihadapkan banyak tantangan, namun sektor ini selalu jadi yang pertama memukul IHSG. Kalau percaya IHSG masih akan naik, maka saham bank-bank masih akan menarik," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×