kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.219   -124,00   -0,77%
  • IDX 7.014   -94,15   -1,32%
  • KOMPAS100 1.047   -16,90   -1,59%
  • LQ45 820   -14,04   -1,68%
  • ISSI 214   -2,27   -1,05%
  • IDX30 419   -7,24   -1,70%
  • IDXHIDIV20 505   -8,13   -1,58%
  • IDX80 119   -2,00   -1,65%
  • IDXV30 126   -1,37   -1,08%
  • IDXQ30 140   -2,21   -1,56%

Level CDS Indonesia Turun, Aset Berisiko Bakal Kembali Dilirik


Selasa, 08 Agustus 2023 / 20:42 WIB
Level CDS Indonesia Turun, Aset Berisiko Bakal Kembali Dilirik
ILUSTRASI. Credit default swap (CDS). Tingkat premi risiko investasi alias Credit Default Swap (CDS) Indonesia turun ke level terendah di sepanjang 2023 dan bahkan dalam periode setahun terakhir.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingkat premi risiko investasi alias Credit Default Swap (CDS) Indonesia turun ke level terendah di sepanjang 2023 dan bahkan dalam periode setahun terakhir. Turunnya CDS mencerminkan prospek berinvestasi yang lebih baik di Indonesia.

Mengutip Bloomberg, CDS Indonesia tenor 5 tahun berada di level 73,276 pada Senin (31/7). Sementara, CDS Indonesia tenor 10 tahun berada di level 133,565 pada Jumat (28/7).

Penurunan angka di indeks CDS menunjukkan bahwa premi asuransinya juga turun. Hal ini merupakan efek dari situasi ekonomi yang membaik sehingga risiko kebangkrutan juga menurun.

Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi mengatakan, CDS adalah kontrak derivatif swap di mana pembeli melakukan pembayaran ke penjual atas penutupan risiko gagal bayar (default) debiturnya. Artinya, dia mendapatkan pembayaran bila terjadi gagal bayar atau kejadian lain yang mengancam pembayaran kredit yang ada.

“Turunnya level CDS mengindikasikan bahwa situasi ekonomi Indonesia membaik, dimana dana asing banyak masuk ke Indonesia,” kata Reza kepada Kontan.co.id, Selasa (8/8).

Baca Juga: Pekan Pertama Agustus 2023, Dana Asing Masuk Rp 5,33 Triliun

Reza memaparkan, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2023 tercatat sebesar US$137,7 miliar, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Juni 2023 sebesar US$ 137,5 miliar. Peningkatan posisi cadangan devisa Indonesia antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa.

Posisi cadangan devisa itu setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Bank Indonesia (BI) sendiri menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Menurut Reza, turunnya risiko investasi secara bersamaan mengangkat pamor aset berisiko seperti saham. Prospek perekonomian Indonesia sendiri dinilai masih positif yang didukung oleh data pertumbuhan yang solid.

Secara year to date (ytd), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat net buy asing di pasar modal naik pada Juli 2023 menjadi Rp 18,92 triliun dari bulan sebelumnya Rp 16,21 triliun. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat 1.18% ytd hingga akhir Juli 2023.

Perencana Keuangan dari Finansia Consulting, Eko Endarto turut mencermati penurunan CDS Indonesia membuat kepercayaan terhadap instrumen investasi berisiko kembali meningkat. Credit Default Swap biasanya menggambarkan tingkat risiko kredit yang rendah.

“Jadi menurut saya turunnya CDS lebih memperlihatkan risiko kegagalan kredit yang rendah pada suatu negara. Secara langsung pasti juga berpengaruh ke aktivitas investasi dan produk-produk turunannya,” jelas Eko saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (8/8).

Eko berujar, saham merupakan aset berisiko yang akan dilirik oleh investor ketika risiko investasi rendah. Tidak menutup kemungkinan produk turunannya seperti derivatif valas atau komoditas juga menjadi pilihan. Sementara, aset berisiko tinggi seperti kripto kurang disarankan karena masih belum umum sebagai aset investasi.

Bagi investor berkarakter konservatif, maka sebaiknya untuk perlahan menambah proporsi pada produk berisiko tinggi. Sementara, bagi investor agresif bisa tetap menjalankan strategi di aset berisiko tinggi, asal tidak melupakan risiko yang ditanggung.

Yang jelas, Eko mengingatkan, investor harus menyesuaikan tujuan investasi dan memahami bahwa investasi untuk jangka panjang. Sehingga bisa menyesuaikan strategi berinvestasi dengan profil risiko.

Baca Juga: BI Catat Dana Asing Masuk Rp 5,33 Triliun pada Pekan Pertama Agustus 2023

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×