Reporter: Dupla Kartini, Bloomberg | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) naik ke level tertinggi lebih dari dua bulan terakhir. Reli ini dipicu banjir yang melanda lahan tanam di Amerika Serikat, sehingga menghambat penanaman jagung dan kedelai.
Kontrak CPO untuk pengiriman Agustus di Malaysia Derivatives Exchange naik 0,8% ke level RM 3.464 atau setara US$ 1.148 per metrik ton. Ini level tertingginya sejak 21 Maret lalu. Dan, kontrak ini mengakhiri sesi perdagangan pagi di RM 3.453 per metrik ton. Pekan lalu, kontrak teraktif ini sudah melaju sebesar 1,4%.
Produksi biji-bijian global terancam cuaca buruk, mulai dari kekeringan di Cina dan Eropa, hingga kelembaban berlebihan di AS dan Kanada.
Analis OSK Research Sdn. Alvin Tai menyebut, produksi minyak sawit cukup baik tahun ini, tapi masih ada kekhawatiran pada kedelai. "Hal ini karena kekeringan di Cina, dan banjir di AS, beberapa bagian dari Mississippi yang saat ini tergenang," ujarnya.
Petani kehabisan waktu untuk menanam jagung di tahun ini, setelah iklim yang basah membanjiri lahan tanam mulai dari North Dakota hingga ke Ohio. Cuaca buruk mungkin beralih ke lahan kedelai, yang dapat ditanami paling lambat akhir Juni. Produksi kedelai yang terganggu akan berimbas pada naiknya harga produk substitusinya, yaitu minyak sawit.
"Prospek tanaman kedelai di AS tidak bisa diperbaiki lagi, pasti akan ada dampaknya," imbuh Tai. Dia memperkirakan, harga CPO akan tetap kuat dalam dua bulan mendatang, dan mungkin akan diperdagangkan di kisaran RM 3.500 hingga RM 3.600 per metrik ton.
Sementara, Rajesh Modi dari Sprint Exim Pte. menduga, harganya mungkin jatuh setelah mencapai RM 3.500, karena harga yang tinggi bisa menghalangi masuknya pembeli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News