kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,74   0,31   0.03%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Laba merosot 94%, ini kata Astra Agro Lestari (AALI)


Rabu, 31 Juli 2019 / 17:52 WIB
Laba merosot 94%, ini kata Astra Agro Lestari (AALI)


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten perkebunan sawit PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mencatat penurunan laba hingga 94,42% menjadi Rp 43,72 miliar pada semester pertama 2019. Pada periode yang sama tahun lalu, laba bersih AALI masih sebesar Rp 783,91 miliar.

Di samping itu, AALI juga mencatatkan penurunan pendapatan bersih dan kenaikan beban pokok pendapatan. Pendapatan bersih AALI turun 5,49% menjadi Rp 8,53 triliun pada enam bulan pertama tahun ini. Sebaliknya, beban pokok pendapatan Astra Agro justru naik 5,79% menjadi Rp 7,80 triliun. Alhasil, laba kotor perusahaan ini anjlok 55,84% menjadi Rp 729,16 miliar dari sebelumnya Rp 1,65 triliun.

Baca Juga: Laba bersih Astra Agro Lestari (AALI) anjlok 94% di semester I 2019

Senior Vice President of Corporate Communications AALI Tofan Mahdi mengatakan, hal tersebut disebabkan oleh harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang sangat rendah sepanjang semester I-2019. Menurut dia, rendahnya harga minyak sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama suplai minyak nabati yang besar seperti sawit, soya, dan sunflower sehingga menekan harga CPO.

“Tekanan lainnya berasal dari sentimen negatif di Uni Eropa terhadap minyak sawit terkait dengan kebijakan Renewable Energy Directives II (RED2) yang membuat sawit harus dikeluarkan sebagai bahan baku biofuel di Eropa,” kata dia saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (30/7).

Baca Juga: Kinerja Astra International (ASII) terseret bisnis perkebunan sawit

Presiden Direktur AALI Santosa menilai penurunan ini sebagai hal yang wajar. Menurut dia, koreksi produksi AALI masih dalam kisaran yang diprediksi, terutama setelah panen raya di semester II-2018 dan hari kerja yang pendek menyambut lebaran.

Meskipun begitu, menurut Santosa, AALI akan terus fokus pada program efisiensi di semua lini, meningkatkan produktivitas, dan menyusun rencana kerja untuk menghadapi kondisi pasar global yang tidak menentu. Apalagi, produsen CPO akan menghadapi musim panen raya pada semester II-2019.

Untuk itu, AALI terus mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk yang terjadi selama semester II nanti. “Kami evaluasi kembali baik opex maupun capex untuk mitigasi melemahnya harga menjelang panen raya nanti juga untuk mitigasi arus kas agar neraca dan arus kas Astra Agro tetap terkendali. Beberapa aktivitas operasional yang masih bisa ditunda akan dijadwal ulang, termasuk rencana capex akan lebih diperketat," ungkap Santosa.

Perusahaan ini berharap, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan di industri sawit bisa duduk bersama merumuskan strategi besar menyelamatkan industri sawit nasional. Saat ditanya mengenai target pendapatan dan laba bersih tahun ini, manajemen AALI tidak bisa memberikan prediksi tersebut, Yang jelas, menajemen berharap harga sawit bisa bangkit kembali pada semester II ini.

Baca Juga: Laba London Sumatra (LSIP) merosot 95% akibat penurunan harga jual

Di sisi lain, Analis Samuel Sekuritas Sharlita Malik memprediksi, laba bersih AALI sepanjang tahun ini akan lebih rendah 28% year on year (yoy) menjadi Rp 1,2 triliun, mengikuti pendapatan yang turun 4,3% yoy menjadi Rp 18,26 triliun. Meskipun begitu, Sharlita tetap merekomendasikan investor untuk buy saham AALI dengan target harga hingga akhir tahun Rp 12.500 per saham.

Alasannya, ia melihat harga CPO berpeluang menguat dengan harga tertinggi mencapai MYR 2.450 per ton pada semester II-2019. “Hal ini didukung oleh permintaan musiman yang lebih tinggi pada semester ini, implementasi B20 di Indonesia dan B10 di Malaysia,” kata dia.

Baca Juga: Hingga Mei 2019, ekspor CPO dan PKO ke Uni Eropa capai 13 juta ton

Untuk jangka panjang, Sharlita melihat saham sektor CPO ini akan cerah sejalan dengan rencana kebijakan biodiesel 30% (B30) di Indonesia yang akan diimplementasikan pada 2020. Dengan estimasi konsumsi tahunan ~ 11 juta ton akan cukup untuk menggantikan potensi berkurangnya permintaan dari Uni Eropa sekitar 6 juta ton per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×