Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Untuk itu, AALI terus mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk yang terjadi selama semester II nanti. “Kami evaluasi kembali baik opex maupun capex untuk mitigasi melemahnya harga menjelang panen raya nanti juga untuk mitigasi arus kas agar neraca dan arus kas Astra Agro tetap terkendali. Beberapa aktivitas operasional yang masih bisa ditunda akan dijadwal ulang, termasuk rencana capex akan lebih diperketat," ungkap Santosa.
Perusahaan ini berharap, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan di industri sawit bisa duduk bersama merumuskan strategi besar menyelamatkan industri sawit nasional. Saat ditanya mengenai target pendapatan dan laba bersih tahun ini, manajemen AALI tidak bisa memberikan prediksi tersebut, Yang jelas, menajemen berharap harga sawit bisa bangkit kembali pada semester II ini.
Baca Juga: Laba London Sumatra (LSIP) merosot 95% akibat penurunan harga jual
Di sisi lain, Analis Samuel Sekuritas Sharlita Malik memprediksi, laba bersih AALI sepanjang tahun ini akan lebih rendah 28% year on year (yoy) menjadi Rp 1,2 triliun, mengikuti pendapatan yang turun 4,3% yoy menjadi Rp 18,26 triliun. Meskipun begitu, Sharlita tetap merekomendasikan investor untuk buy saham AALI dengan target harga hingga akhir tahun Rp 12.500 per saham.
Alasannya, ia melihat harga CPO berpeluang menguat dengan harga tertinggi mencapai MYR 2.450 per ton pada semester II-2019. “Hal ini didukung oleh permintaan musiman yang lebih tinggi pada semester ini, implementasi B20 di Indonesia dan B10 di Malaysia,” kata dia.
Baca Juga: Hingga Mei 2019, ekspor CPO dan PKO ke Uni Eropa capai 13 juta ton
Untuk jangka panjang, Sharlita melihat saham sektor CPO ini akan cerah sejalan dengan rencana kebijakan biodiesel 30% (B30) di Indonesia yang akan diimplementasikan pada 2020. Dengan estimasi konsumsi tahunan ~ 11 juta ton akan cukup untuk menggantikan potensi berkurangnya permintaan dari Uni Eropa sekitar 6 juta ton per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News