Reporter: Dityasa H. Forddanta | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), giliran PT Gudang Garam Tbk (GGRM) yang menghadapi tekanan laba.
Sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, GGRM sejatinya membukukan pendapatan Rp 92,07 triliun. Angka ini tumbuh sekitar 10,43% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 83,37 triliun.
Namun, laba kotor turun 20,36% secara tahunan menjadi Rp 10,39 triliun. Penurunan ini terjadi setelah GGRM mencatat kenaikan beban pokok pendapatan 16,02% secara tahunan menjadi Rp 81,67 triliun hingga September kemarin.
Kenaikan biaya pita cukai, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak rokok sebesar 19,88% secara tahunan menjadi Rp 70,17 triliun menjadi kontributor terbesar kenaikan beban pokok GGRM. Biaya produksi juga mengalami kenaikan, namun hanya sebesar 7,17% secara tahunan menjadi Rp 15,14 triliun.
Baca Juga: Penyebab laba Gudang Garam (GGRM) anjlok 26% pada kuartal III 2021
Penurunan ini membuat GGRM membukukan laba bersih Rp 4,13 triliun, turun 26,79% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 4,13 triliun.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christine Natasya menyebut, dampak cukai masih menjadi pemicu utama penurunan kinerja emiten rokok, termasuk GGRM. "Perusahaan belum mampu melewati dampak kenaikan cukai tahun lalu," ujarnya akhir pekan lalu, Jumat (29/10).
Margin tergerus
Kenaikan harga masih menjadi cara paling ampuh mengkompensasi kenaikan cukai. Namun, perusahaan rokok juga tidak bisa seleluasa itu menaikkan harga lantaran pangsa pasar menjadi taruhannya.
GGRM hanya menaikkan harga jual secara agresif di segmen sigaret kretek mesin (SKM) dan produk yang tidak menjadi flagship perusahaan. Untuk merek GG Internatinal misalnya.
Baca Juga: Laba bersih turun, begini rekomendasi saham Gudang Garam (GGRM)
Harga per bungkus per September tahun ini Rp 25.000, naik 33% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 18.800 per bungkus.
GG Signature Mild 16 yang September tahun lalu Rp 18.900 per bungkus juga lompat 22% menjadi Rp 23.000 per bungkus. Sedang GG Surya Exclusive 16 yang merupakan merek termahal dari GGRM hanya naik 6% menjadi Rp 33.000 per bungkus.
Strategi serupa dilakukan oleh HMSP. Kenaikan penjualan 3,4% secara kuartalan menjadi Rp 24,8 triliun per kuartal tiga tahun ini ditopang oleh kenaikan harga di segmen produk yang lebih murah.
"Akan tetapi, GGRM lebih baik dalam efisiensi beban operasional. Ini menjadi alasan margin kuartalan meningkat dan mempengaruhi pertumbuhan laba secara kuartalan," terang Christine.
Margin laba kotor GGRM kuartal dua tahun ini sempat turun dibanding kuartal satu menjadi 8,5%. Namun, Margin kembali lompat ke level 12,2% pada kuartal tiga. Sedang margin HMSP cenderung turun di setiap kuartalnya.
GGRM mencatat laba bersih Rp 1,82 triliun per kuartal tiga kemarin. Angka ini melesat 223,4% dibanding kuartal sebelumnya, Rp 564 miliar.
Potensi kenaikan cukai dan dampak kenaikan cukai tahun lalu yang belum sepenuhnya terlewati membuat Christine belum memasang sikap bullish di sektor ini. Dia merekomendasikan hold GGRM dan HMSP dengan target harga masing-masing Rp 33.000 per saham dan Rp 1.030 per saham.
Selanjutnya: Asing net buy Rp 3 triliun, IHSG menguat 0,18% ke 6.655,8 di sesi pertama hari ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News