kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Laba bersih emiten perkebunan di tahun 2017 cenderung stagnan


Selasa, 13 Maret 2018 / 07:10 WIB
Laba bersih emiten perkebunan di tahun 2017 cenderung stagnan


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas crude palm oil (CPO) tidak sehangat komoditas batubara. Akibatnya, kinerja keuangan emiten perkebunan cenderung stagnan.

Rata-rata laba bersih dari tiga emiten perkebunan, yakni PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) sepanjang tahun 2017, hanya tumbuh 8%.

SIMP menjadi emiten dengan kinerja keuangan terburuk. Laba bersih SIMP turun 4% year on year (yoy) menjadi Rp 512,2 miliar. Sedangkan pendapatan tahun 2017 tumbuh 12% menjadi Rp 15,83 triliun. Laba bersih AALI tahun 2017 tercatat Rp 2,01 triliun, hanya naik 0,5% dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2 triliun. Padahal pendapatannya naik 22% menjadi Rp 17,3 triliun.

Hanya LSIP yang mencatat kinerja cukup positif. Laba bersih LSIP naik 28% yoy menjadi Rp 763,48 miliar. Pendapatannya juga masih mendaki 23% yoy menjadi Rp 15,83 triliun.

Kinerja emiten perkebunan tak lepas dari harga jual CPO. Sepanjang tahun lalu, harga rata-rata harga CPO Rp 8.655 per kilogram (kg), hanya naik 2% dibanding harga rerata pada 2016, Rp 8.524 per kg.

Harga CPO memang tak terlalu banyak meningkat lantaran komoditas ini merupakan soft commodity berupa minyak nabati atawa edible oil. Sehingga, komoditas CPO bisa disubstitusi dengan komoditas lain seperti soybean oil ataupun rapeseed oil. "Banyaknya substitusi, ditambah permintaan stagnan, membuat harga CPO sulit meningkat," ujar Yosua Zishoki, analis Henan Putihrai kepada KONTAN, Senin (12/3).

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akibat meningkatnya harga minyak global kian memperburuk keadaan. Pasalnya, salah satu komponen utama harga pokok produksi emiten CPO adalah beban BBM untuk panen atau pemeliharaan perkebunan. Yosua bilang, harga pokok produksi AALI dan LSIP sudah naik sekitar 23% hingga 25% akibat kenaikan harga BBM.

Prospek tahun ini

Yosua memprediksi, prospek sektor perkebunan tahun ini masih cenderung stagnan. Selain itu, muncul sentimen negatif dari pembatasan ekspor CPO Indonesia oleh India akibat penerapan tarif pajak.

Yosua memperkirakan, harga CPO tahun ini tidak bergerak banyak dibanding tahun lalu, di kisaran RM 2.200 per ton hingga RM 3.000 per ton. "Di sisi lain, masih adanya moratorium pembukaan lahan baru membuat emiten CPO sulit mengembangkan volume produksinya," jelas Yosua.

Padahal, ekspansi produksi menjadi salah satu strategi untuk mengimbangi harga jual yang stagnan. Nah, jika dilihat dari ekspansi produksi, AALI menjadi emiten yang paling prospektif.

Produksi tandan buah segar (TBS) AALI tahun 2017 sebesar 5,2 juta ton, naik 7% yoy. Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Joni Wintarja mengatakan, pertumbuhan 7% merupakan level pertumbuhan tertinggi sejak periode tahun 2014-2017.

Hal itu pun membuat Joni menjagokan saham AALI. Ia merekomendasikan buy AALI dengan target harga Rp 18.375 per saham. Target harga itu mencerminkan price to earning ratio (PER) sebesar 15,8 kali. Kemarin, saham AALI ditutup menguat 25 poin ke level Rp 14.325 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×