kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konglomerasi terkerek bisnis bank & tambang


Senin, 07 Agustus 2017 / 07:40 WIB
Konglomerasi terkerek bisnis bank & tambang


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Sebagian emiten konglomerasi telah merilis kinerja keuangan di semester I-2017. Hasilnya, kinerja mayoritas emiten tumbuh positif. Dari sini, konglomerasi yang memiliki bisnis perbankan dan pertambangan, terutama batubara, mampu mencetak kinerja paling bagus.

PT Astra International Tbk (ASII), misalnya, mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih double digit, masing-masing sebesar 11% dan 32% di semester pertama tahun ini. Sejatinya, bukan hal mudah untuk mencetak pertumbuhan double digit dengan skala bisnis yang sebesar Grup Astra.

Bisnis jasa keuangan ASII, PT Bank Permata Tbk (BNLI) serta unit alat berat dan pertambangan PT United Tractor Tbk (UNTR) menyumbang signifikan. Segmen jasa keuangan mencatatkan laba bersih sebesar Rp 2,03 triliun, naik 62% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, yakni Rp 1,25 triliun. Laba bersih segmen alat berat dan pertambangan mencapai Rp 2,06 triliun, naik 83% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Dari Grup Djarum, ada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang laba bersihnya tumbuh double digit. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang menjadi ikon Grup Bakrie juga mampu mencetak laba fantastis dari sebelumnya merugi. "Selama semester I, bank dan batubara memang paling hot," ujar David Sutyanto, analis First Asia Capital kepada KONTAN, Minggu (6/8).

Meski tergolong masih fluktuatif, harga batubara sudah jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini tecermin pada harga batubara acuan (HBA) Kementerian ESDM selama semester I-2017 yang rata-rata di atas US$ 80 per ton.

HBA per Juni 2017 memang turun jadi US$ 75,46 per ton dari sebelumnya US$ 83,82 per ton pada Mei. Tapi dibandingkan year on year (yoy), HBA Juni masih lebih tinggi 46% dibandingkan posisi per Juni 2016.

Prospek semester kedua

David bilang, kinerja perbankan belum sepenuhnya spesial. Pelambatan kredit masih membayangi. "Tapi, margin mereka tampak naik karena suku bunga simpanan turun, tapi suku bunga pinjaman masih tinggi," jelas dia.

Hal ini yang membuat kinerja sektor perbankan terbilang bagus. Sentimen yang sama diprediksi masih berlanjut pada semester kedua. Tapi sentimen itu masih ditambah faktor lain, seperti meningkatnya kredit korporasi untuk proyek infrastruktur.

Demikian pula sektor batubara. Fluktuasi tentu masih ada. Namun, David yakin pergerakan harga batubara masih lebih stabil dengan rentang US$ 75US$ 80 per ton hingga akhir tahun.

Analis Indo Premier Sekuritas Frederick Daniel Tanggela tak menampik fluktuasi di sektor ini memang tidak bisa dihindari. Tapi, ia juga optimistis harga batubara tidak akan jatuh ke bawah level US$ 65 per ton.

Produksi batubara Indonesia diprediksi meningkat karena rendahnya musim hujan. Bahkan, mulai tahun 2019, pemerintah menetapkan target produksi batubara nasional 400 juta ton per tahun. Namun, jumlah produksi itu akan diprioritaskan untuk keperluan dalam negeri. "Hal ini tentu positif bagi harga batubara jangka panjang mengingat 35% batubara global berasal dari Indonesia," tambah Frederick dalam riset Juli lalu.

Jika mengacu sentimen itu, Frederick menyukai UNTR dan merekomendasikan buy dengan target Rp 32.000 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×