kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kondisi finansial BTEL mulai memburuk


Sabtu, 11 Februari 2012 / 07:13 WIB
Kondisi finansial BTEL mulai memburuk
ILUSTRASI. Stimulus Tingkatkan Transaksi Properti: Pembangunan perumahan di Arya Green Tajur Halang, Bogor. KONTAN/Baihaki/


Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Asnil Amri

JAKARta. Kondisi keuangan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) berpotensi memburuk tahun ini. Di saat kinerja operasional diproyeksikan tak maksimal, beban perseroan justru akan membengkak lantaran ada obligasi yang jatuh tempo pada tahun ini.

Risiko likuiditas itulah yang mendasari lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor\'s (S&P) menurunkan peringkat utang jangka panjang BTEL dari B menjadi CCC+, dengan outlook negatif. Utang itu termasuk utang obligasi BTEL yang jatuh tempo pada 2015 mendatang.

Mehul Sukkawala, Credit Analyst S&P mengatakan kinerja operasional BTEL pada kuartal keempat tahun lalu tercatat di bawah target rating yang pernah disematkan S&P sebelumnya, yaitu \'B\'. "Kami juga memperkirakan kinerja keuangan BTEL tahun ini sangat rentan," ujar Sukkawala, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (9/2).

Direktur Keuangan BTEL, Jastiro Abi, tidak mengangkat sambungan telepon dari KONTAN, Jumat (10/2). Namun, manajemen PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), induk usaha BTEL, memperkirakan rugi bersih Bakrie Telecom di kuartal keempat 2011 lebih tinggi dari kuartal ketiga 2011. "Belum disampaikan ke kami, tetapi memang (rugi bersih) sepertinya lebih tinggi dari posisi per September 2011," tutur Eddy Soeparno, Direktur Keuangan BNBR.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan per akhir kuartal ketiga 2011, BTEL membukukan rugi bersih hingga Rp 498,48 miliar. Jumlah ini meningkat signifikan dari rugi bersih di periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp 148,59 miliar. Nilai kas dan setara kas BTEL per akhir September 2011 adalah Rp 359,10 miliar.

Sulit menjaring dana

Label outlook negatif akan membuat emiten telekomunikasi pengusung merek dagang Esia itu, kesulitan menjaring pendanaan eksternal untuk membayar utang obligasi senilai Rp 650 miliar yang jatuh tempo pada September 2012. Di laporan keuangan per September 2011, surat utang itu bernama Obligasi Bakrie Telecom I Tahun 2007.

Obligasi ini terbit pada 23 Agustus 2007 dan tercatat di Bursa Efek Indonesia pada 5 September 2007. Surat utang tersebut bertenor lima tahun dan jatuh tempo 4 September 2012.

Manajemen BTEL harus membayar tingkat bunga setiap tiga bulan sebesar 11,9%. Obligasi ini dijamin oleh aset tetap BTEL, berupa base transceiver station, peralatan transmisi, mobile switching centre and base station controller, serta peralatan pendukung telekomunikasi.

S&P berpendapat likuiditas perseroan akan mengalami tekanan. Dus, kondisi tersebut akan membuat perusahaan halo-halo yang dikendalikan kelompok usaha Bakrie itu, kesulitan memenuhi kewajibannya.

Selain kewajiban utang, manajemen BTEL diperkirakan bakal sulit membayar biaya sewa yang nilainya mencapai Rp 700 miliar per tahun.
S&P bisa saja mengerek rating dan outlook perseroan menjadi positif. Dengan catatan, manajemen BTEL segera mencari pendanaan untuk membayar sewa sekaligus utang obligasi yang jatuh tempo.

Namun, tidak tertutup kemungkinan S&P kembali memangkas peringkat BTEL. Alasan pertama, pemegang obligasi BTEL menginginkan percepatan pembayaran lantaran ada pelanggaran perjanjian. Kedua, jika manajemen BTEL tidak segera mencari pendanaan, paling lambat pada Mei 2012, untuk memperkuat posisi likuiditasnya. Harga BTEL kemarin menurun 1,75% menjadi Rp 180 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×