Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kris Wiluan mendadak muncul lagi. Bukan tentang prestasinya membangun kerajaan bisnisnya, tapi pengusaha Indonesia kelahiran Jakarta 72 tahun lalu ini menghadapi ancaman pidana di Singapura.
Kris Wiluan yang juga Chief Executice Offider (CEO) KS Energy Limited dikenai 112 dakwaan yang membuatnya terancam hukuman penjara 7 tahun dan denda 250.000 dolar Singapura atau sekitar Rp 2,6 miliar.
Baca Juga: Kris Wiluan taipan Indonesia terancam 7 tahun penjara di Singapura
Kris diduga telah melanggar undang-undang pasar modal Singapura atau Securities and Futures Act. Dikutip dari Strait Times, Kris disebut-sebut dengan sengaja engatur harga saham secara tidak fair dan ilegal. Kris dengan sengaja memberikan informasi yang menyesatkan terkait dengan harga saham KS Energy Limited yang terdaftar di bursa Singapura.
Kris disebut telah memberikan perintah, baik secara pribadi atau melalui manajer di perusahaannya, untuk membeli saham KS Energy Limited dengan tujuan mendongkrak harga saham pada 112 hari perdagangan.
Transaksi ini dilakukan lewat CIMB Securities Singapura sejak 19 Desember 2014 hingga 13 September 2016.
Lantas siapa Kris Wiluan? Tabloid KONTAN pernah wawanca khusus dengan Kris Wiluan tanggal 8 Februari 2010 silam.
Kris Taenar Wiluan adalah pebisnis tenar di Indonesia. Ia adalah pemilik aneka bisnis. Usaha Kris lewat Citramas Group, perusahaan yang berbasis di Batam adalah produksi aneka pipa dan peralatan penunjang pengeboran migas. Produk itu diekspor ke berbagai negara.
Sementara KS Energy di Singapura adalah pemasokan anjungan pengeboran dan menyediakan layanan pendukung migas di Asia, Afrika, Eropa, hingga Timur Tengah.
Saat wawancara dengan KONTAN, Kris bercerita kejelian melihat peluang adalah kunci bisnisnya. Asetnya saat itu disebutnya sampai miliaran dollar Amerika Serikat.
Lewat perusahaan induk PT Citra Agramasinti, saat itu, Kris memiliki beberapa anak usaha yang terbagi dalam empat lini bisnis. Yakni, pendukung industri minyak dan gas (migas), resor dan tempat hiburan, infrastruktur dan properti, serta perdagangan (trading).
Baca Juga: R. Budi dan Michael Hartono masih bertahan di urutan pertama
Di Bursa Efek Indonesia, satu perusahaan Kris yang tercatat di situ adalah PT Citra Tubindo Tbk (CTBN). Berdasarkan data RTI 30 Juni 2020, Kris Taenar Wiluan masih memegang saham CTBN 0,0001% atau setara 10.500 saham.
Pemegang saham mayoritas CTBN, adalah Kestrel Wave Investment dengan kepemilikan saham CTBN sebanyak 48,231%. Vallaourec Tubes 33,484%, Nippon Steel & Sumitomo, 6,97%.
Tak banyak yang tahu, pria kelahiran Jakarta, 5 November 1948 ini semula tak punya cita-cita menjadi pengusaha.
Selulus kuliah Jurusan Komputer dan Matematika Statistik dari University of London pada tahun 1968, Kris justru memulai karirnya sebagai programer komputer sekaligus analis di Guest Keen and Nettlefold, Inggris.
Pada tahun 1973, anak pertama dari empat bersaudara ini hijrah ke Singapura. Di situ, ia bekerja di United Motor Works sebagai manajer umum. Perusahaan yang tercatat di bursa Singapura dan Malaysia ini bergerak di bidang distribusi mesin dan alat berat.
Di Singapuralah, pandangan Kris terhadap bisnis kian terbuka. Kris banyak menggeluti industri pendukung migas di United Motor Works.
Suami Elizabeth Wiluan ini bercerita, awalnya, ia melihat Indonesia hanya menjadi penonton perkembangan bisnis logistik migas Singapura. Ironisnya, bahan bakunya dari Indonesia. Berpijak dari keprihatinan itu, Kris banyak bertukar pikiran dengan Pertamina, terutama soal kemungkinan pengalihan logistik migas ke Batam.
“Saya malah ditantang balik, berani apa tidak?” kata ayah Angeline, Michael, dan Richard Wiluan ini.
Pada 1976, Kris banting setir ke bisnis forwarder alat migas lewat PT Citra Pembina Pengangkutan Indonesia. Masuk bisnis pipa Ketika usahanya tumbuh, Kris mulai masuk ke bisnis jasa perbaikan alat migas.
Melihat permintaan pipa cukup banyak, ia juga berniat memproduksi pipa. Demi mengetahui lebih mendalam soal bisnis pipa, kakek lima orang cucu ini pergi ke AS untuk belajar di sebuah pabrik pipa skala besar yang selama ini menjadi kliennya.
Sayang, Kris tidak mendapatkan apa-apa karena perusahaan itu emoh berbagi ilmu. Tapi, ia ketemu Herbert Brandana, pemilik perusahaan pipa yang tak keberatan membagikan ilmunya.
Baca Juga: Citra Tubindo berharap dari mandatori produk lokal
Sejak itu, Herbert menjadi salah satu profesional yang mengikuti perjalanan bisnis Kris selama 25 tahun. “Dia guru terbaik saya dan dia mengakhiri masa pensiunnya di perusahaan saya,” ujar Kris kepada KONTAN.
Pada tahun 1983, Kris mulai mendirikan PT Citra Tubindo yang di kemudian hari menjadi induk usaha lini bisnis pendukung migas di bawah Citra Agramasinti.
Citra Tubindo memproduksi sekaligus memasok berbagai barang dan pipa anti karat untuk kegiatan eksplorasi dan pengeboran migas. Pria yang memiliki hobi martial arts, olahraga layar, golf, dan menyelam ini mengaku, pengalaman pertamanya di industri perpipaan cukup mendebarkan.
Klien pertamanya adalah Mobil Oil, perusahaan yang kemudian merger dengan Exxon. Ia harus memasok pipa berlapis tembaga dan seng. Spesifikasinya, ketebalan lapisannya mesti 1/1.000 dari 1 inci. “Sangat tipis,” ujarnya.
Takut kualitas pipa Citra Tubindo tidak sesuai harapan, Mobil Oil sempat membeli pipa cadangan dari Jepang. “Sebetulnya, perusahaan asing tidak percaya Indonesia?” cetus Kris.
Mobil Oil, kata Kris, juga menginspeksi mendadak dalam waktu seminggu tanpa menentukan kapan persisnya. “Kami berjaga-jaga dari pagi sampai malam setiap hari sampai akhirnya mereka datang jam 03.00 pagi?” kenang Kris.
Setelah melewati pemeriksaan, Mobil Oil menyatakan Citra Tubindo lulus ujian. Sejak saat itu, perusahaan ini selalu masuk ke dalam daftar peserta tender ExxonMobil.
Sukses Kris di bisnis alat pendukung migas saat itu tak lepas dari kejeliannya melihat peluang. Saat banyak perusahaan migas dan pendukungnya gulung tikar lantaran harga minyak menyentuh US$ 10 per barel, Kris memanfaatkan momentum ini untuk mengoleksi banyak hak paten pipa. Misalnya, milik Vam dan Nippon Steel.
Filosofi Kris dalam berbisnis adalah harus selalu naik kelas. Kini, dari bisnis pengangkutan, usaha Kris sudah menggurita ke bisnis perbaikan, produksi pipa, dan jasa pengeboran. Citra Tubindo pernah mengebor minyak di Irak, Tunisia, hingga Mesir.
Saat itu, Kris mulai mengembangkan investasinya ke Malaysia, Singapura, dan Vietnam. Dua tahun belakangan, Citra Tubindo juga telah memproduksi 11 unit modul rig dan floating production storage and offloading (FPSO).
Mengaku nyaris bangkrut, Kris Wiluan berhasil membawa perusahaannya Berjaya. Bahkan, Kris Wiluan mendapatkan penghargaan Indonesia Ernst & Young Entrepreneur of The Year 2009 dan masuk dalam daftar 40 orang terkaya Indonesia pada 2007 hingga 2009 versi Forbes.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News