Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja sejumlah perusahaan pertambangan batubara menyusut sepanjang periode Januari-September 2023. Salah satu penyebabnya adalah penurunan harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) batubara.
Misalkan, anak usaha PT Indika Energy Tbk (INDY) yakni Kideco Jaya Agung yang mencatat penurunan harga jual rata-rata sebesar 10% menjadi US$ 75,7 per ton dari sebelumnya US$ 84,2 per ton. Bersamaan, volume penjualan Kideco juga menyusut. Per September 2023 Kideco menjual 22,6 juta ton batubara atau turun 14,3% dibandingkan dengan penjualan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 26,3 juta ton.
Akibatnya, pendapatan INDY menurun 26,65% secara year-on-year (YoY) menjadi senilai US$ 2,29 miliar per akhir kuartal III-2023. Laba bersih INDY juga tergerus hingga 72,26% menjadi US$ 93,83 juta per akhir September 2023.
Baca Juga: Tekanan ke Emiten Batubara Masih Belum Reda
Kinerja PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga tertekan. Emiten pelat merah ini mencetak laba bersih Rp 3,8 triliun per akhir September 2023, merosot 62% secara YoY. Dari sisi pendapatan, emiten yang berbasis di Sumatra Selatan ini membukukan pendapatan sebesar Rp 27,7 triliun, menurun 10,84% dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 31,07 triliun.
Lagi-lagi, penurunan harga jual menjadi penyebabnya. Niko Chandra, Corporate Secretary PTBA menyebut, ada koreksi harga batubara dan fluktuasi pasar sepanjang periode ini. Rata-rata harga batubara ICI-3 terkoreksi sekitar 33% dari semula US$ 128,5 per ton pada Januari-September 2022 menjadi US$ 86,3 per ton pada Januari-September 2023.
Sementara itu, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) juga mengalami penurunan harga jual rata-rata sebanyak 25%. Untungnya, secara operasional, produksi dan penjualan batubara ADRO masing-masing naik 12% dan 11% menjadi 50,73 juta ton dan 49,12 juta ton.
Emiten batubara besutan Garibaldi "Boy" Thohir ini meraih laba bersih sebesar US$ 1,21 miliar hingga September 2023. Laba bersih ADRO mengalami penurunan 36,31% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$ 1,90 miliar. Dari sisi top line, ADRO meraup pendapatan usaha sebesar US$ 4,98 miliar, menurun 15,73% dibandingkan pendapatan per September 2022 sebesar US$ 5,91 miliar.
Baca Juga: Kinerja Emiten Tambang Batubara Menyusut Terseret Penurunan Harga Jual Batubara
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan menilai, dengan level harga batubara saat ini, para penambang sebenarnya masih mencetak keuntungan yang baik dan relatif masih akan solid kinerjanya. Ke depan, permintaan batubara juga masih cukup solid, baik untuk domestik dan juga ekspor.
Hanya saja, dia tidak berekspektasi adanya rebound signifikan kinerja emiten pertambangan batubara di kuartal ini dengan menimbang dinamika harga batubara. Biasanya memang ada kenaikan permintaan batubara untuk kebutuhan pemanas yang lebih tinggi seiring mulai masuknya musim dingin di negara-negara importir batubara seperti China, Jepang, dan juga India.
Namun dari sisi supply, Rizkia melihat para pemain batubara Indonesia telah menaikkan produksinya, sehingga ekspektasi meningkatnya permintaan juga dibarengi dengan produksi yang meningkat.
”Kami tidak memiliki ekspektasi harga yang akan melambung di beberapa bulan ke depan,” terang Rizkia kepada Kontan.co.id, Senin (13/11). Proyeksi dia, harga rata-rata batubara Newcastle pada di kuartal IV-2023 berkisar di US$ 135 per ton.
Baca Juga: Diantara Emiten Kompas100 dengan ROE Tinggi Ini, Saham Apa yang Dijagokan Analis?
Kinerja emiten tambang batubara bisa terbantu dari sisi biaya tunai (cash cost), yang kemungkinan akan mengalami sedikit penurunan. Penurunan ini didukung oleh normalisasi harga minyak, dan juga penurunan royalty rate. Namun, Rizkia melihat harga minyak masih cenderung masih volatile.
Rizkia lebih condong pada emiten-emiten batubara yang mulai mendiversifikasikan bisnisnya seperti PT Harum Energy Tbk (HRUM) dan ADRO. “Di sisi lain kami juga terus memantau pure miner seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG),” kata dia.
Mirae Asset menyematkan rekomendasi hold untuk saham ADRO dengan target harga yang lebih rendah dari sebelumnya Rp 2.795 menjadi Rp 2.380 per saham. Mirae Asset juga menyematkan rekomendasi hold terhadap saham PTBA dengan memangkas target harga PTBA menjadi Rp 2.250 per saham dari sebelumnya Rp 2.875 per saham.
Baca Juga: Permintaan Turun, Harga Energi Berpotensi Lanjut Tertekan
Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan juga merekomendasikan hold saham PTBA dengan menurunkan target harganya menjadi Rp 2.700 per saham dari sebelumnya Rp 3.100 per saham. “Penurunan target harga ini disebabkan oleh rendahnya harga batubara global serta cash cost yang masih relatif tinggi,” tulis Felix dalam riset, Selasa (31/10).
Namun ke depan. Felix menilai kinerja ekspor PTBA masih solid, yang didukung oleh peningkatan permintaan dari India dan China seiring peningkatan kebutuhan listrik dan adanya permintaan dari dua negara baru, yakni Vietnam dan Bangladesh, yang cukup solid di tahun 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News