Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi
Menurut Mosfly, momentum perbaikan performa keuangan ini akan digunakan untuk meningkatkan kinerja perusahaan STAA terutama dalam operasional yang terintegrasi mulai dari sektor upstream hingga downstream. Hal ini perlu dilakukan karena permintaan CPO diyakini akan terus bertumbuh.
Sebagai informasi, STAA adalah grup usaha kelapa sawit swasta yang berkantor pusat di Sumatera Utara, Indonesia dan telah melakukan kegiatan usaha sejak 1970. STAA menghasilkan CPO, inti sawit atau palm kernel (PK), minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO), palm kernel expeller (PKE), dan palm kernel meal (PKM).
Pada tahun 1996, STAA melalui PT Sumber Tani Agung pertama kali mendirikan pabrik pengolahan kelapa sawit. Per 31 Desember 2021, STAA telah memiliki 13 perkebunan, 9 pabrik pengolahan kelapa sawit, 1 pabrik kernel crushing, dan 1 pabrik solvent extraction.
Seluruhnya pabrik tersebut tersebar di empat provinsi, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Total kapasitas produksi CPO adalah sebanyak 450MT per jam dan produksi CPO mencapai 383.800 MT. Pada pabrik-pabrik tersebut, perusahaan anak mengolah TBS yang dihasilkan dari perkebunan milik sendiri, perkebunan plasma, dan pembelian dari pihak ketiga.
Anak usaha STAA, PT Karya Serasi Jaya Abadi (KSJA) juga fokus pada pengembangan energi terbarukan (renewable energy) dengan membangun pembangkit listrik biogas. KSJA mengolah limbah cair kelapa sawit untuk menghasilkan biogas yang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik operasional KSJA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News