Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Gabungan saham-saham terlikuid yang masuk dalam indeks LQ-45 masih menunjukkan kinerja yang ciamik. Sepanjang tahun ini, indeks LQ-45 sudah memberikan return sebesar 22,33%, lebih tinggi dari kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sebesar 18,65%. Padahal sepanjang tahun 2013, kinerja LQ-45 minus 3,25%.
Saham-saham penggerak indeks LQ-45 masih tetap saham-saham bluechip perbankan. Misalnya saja BBRI, BMRI, BBCA. Derasnya arus dana asing yang masuk ke pasar saham membuat kinerja indeks ini moncer. Wajar saja, investor asing banyak mengincar saham-saham bluechip yang likuid.
Sepanjang tahun ini, investor asing masih membukukan net buy sebesar Rp 55,66 triliun. Bahkan, kemarin, Kamis (17/7), saat IHSG ditutup turun 0,83% ke level 5.071,20, investor asing masih membukukan net buy sebesar Rp 530,2 miliar.
Analis AAA Asset Management, Akuntino Mandhany mengatakan, kepercayaan investor asing saat ini membuat saham-saham penggerak IHSG masih berpotensi rebound. Di tahun lalu, kinerja LQ-45 seret karena arus capital outflow yang kencang antaran ketidakpastian ekonomi global dan makro Indonesia. "Kinerja LQ-45 lebih banyak disebabkan karena pengaruh investor asing yang masih agresif, itu kenapa pertumbuhannya lebih tinggi dari IHSG," ujarnya, Kamis (7/7).
Sementara, Analis Samuel Sekuritas, Muhammad Alfatih mengatakan, saham-saham penggerak LQ-45 hampir mirip dengan penggerak IHSG. Namun, beberapa saham yang baru masuk jajaran kompilasi LQ-45 pada Februari lalu juga memiliki peran dalam mendorong kinerja indeks ini. Saham-saham tersebut kebanyakan bergerak di sektor konstruksi dan properti. Alfatih menilai, sektor konstruksi turut menggenjot pergerakan indeks LQ-45. "Karena saham konstruksi memiliki fundamental yang tangguh," ujarnya.
Hingga akhir tahun ini, kinerja indeks LQ-45 masih akan dipengaruhi oleh sentimen politik dalam negeri, khususnya Pemilihan Umum Presiden. Alfatih menilai dana asing masih akan terus masuk ke pasar jika Pemilu berjalan dengan lancar. Harapannya, dana asing itu akan mendorong saham-saham terlikuid di bursa Indonesia. "Namun, arus keluar dana asing bisa saja terjadi jika kondisi politik tidak sesuai harapan, misal ada kericuhan. Ini akan membuat LQ-45 tergerus paling dalam," kata Alfatih
Di sisi lain, Akuntino melihat price to earning ratio (PER) IHSG diperdagangkan pada 22,4 kali. Rasio itu berada di atas rata-rata historisnya yaitu 19,3 kali selama 5 tahun terakhir. Dengan kata lain, PER IHSG saat ini 2 kali standar deviasi di atas rata-rata historisnya. Tingkat PER IHSG saat ini dan pertumbuhan laba yang melambat secara berkelanjutan berisiko menyebabkan perlambatan kenaikan IHSG atau bahkan penurunan IHSG.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News