Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja rata-rata produk reksadana datar bahkan cenderung koreksi selama Agustus 2023. Tekanan dari nada hawkish The Fed turut merembet ke instrumen reksadana.
Berdasarkan data Infovesta Kapital Advisori, performa rata-rata produk reksadana pasar uang yang tercermin dari Infovesta 90 Money Market Fund Index bertumbuh 0,30% MoM di bulan Agustus. Ini menjadi pertumbuhan paling tinggi di antara kelas aset reksadana lainnya.
Rata-rata kinerja produk reksadana pendapatan tetap hanya menghasilkan return 0,01% secara bulanan (month on month/ MoM) di bulan Agustus. Sementara itu, kinerja produk reksadana campuran dan reksadana saham justru minus masing-masing koreksi 0,41% MoM dan 0,77% MoM selama Agustus 2023.
Head of Investment Research Infovesta Utama, Wawan Hendrayana menilai, tekanan saat ini dikarenakan pelaku pasar tengah menanti kejelasan dari suku bunga The Fed. Ekspektasi yang beredar akan ada kenaikan suku bunga sekali lagi sebelum menutup tahun ini.
Baca Juga: The Fed Masih Hawkish, Begini Prospek Reksadana Pendapatan Tetap dan Pasar Uang
Di samping itu, kinerja produk reksadana sangat berkaitan dengan aset yang mendasari seperti saham dan obligasi. Pasar obligasi tanah air tertekan penguatan dolar Amerika Serikat (AS), menyusul yield US Treasury 10 Tahun bergerak mencapai level tertinggi 16 tahun pada Kamis (17/8).
Meskipun Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan tingkat suku bunganya pada Rapat Dewan Gubernur (RDG BI) bulan Agustus 2023, namun belum mampu mendorong penguatan pasar obligasi.
Hal itu disebabkan pernyataan Gubernur The Fed, Jerome Powell, yang mengisyaratkan suku bunga acuan AS akan tetap tinggi bahkan meningkat lebih jauh jika inflasi gagal dikendalikan Powell pada konferensi tahunan bank sentral AS di Jackson Hole, Jumat (25/8)
The Fed mengindikasikan perlu kembali mengerek suku bunga FFR tambahan untuk menekan inflasi secara efektif. Hal ini nantinya akan membuat selisih (spread) antara BI-7DRR dengan FFR semakin mengecil, sehingga dapat mempengaruhi daya tarik asing terhadap pasar obligasi domestik.
Sementara itu, Wawan mencermati, pertumbuhan flat pada kinerja produk reksadana pasar uang selama bulan Agustus karena instrumen pasar uang seperti deposito memiliki risiko kecil untuk merugi.
“Kalau pasar saham memang secara historis cenderung koreksi di bulan Agustus. Dan selanjutnya berpotensi reli menuju akhir tahun,” jelas Wawan kepada Kontan.co.id, Sabtu (2/9).
Senior Vice President, Head of Retail Marketing & Product Development Division Henan Putihrai asset management (HPAM) Reza Fahmi mengamati, kinerja reksadana selama bulan lalu terdampak sentimen risk off terutama di pasar saham akibat kondisi ekonomi China yang masih di bawah ekspektasi.
Baca Juga: Pasar Obligasi Bergerak Volatil, Reksadana Pendapatan Tetap Masih Menarik
Tengok saja, data penjualan ritel China di bulan Juli hanya tumbuh 2,7% secara tahunan yang lebih rendah dari pertumbuhan 3,1% di bulan Juni. Angka ini jauh di bawah ekspektasi ekonom yang meramalkan pertumbuhan hingga 5%.
Selain itu, Reza menuturkan, pasar diliputi kelabu karena adanya kemungkinan suku bunga The Fed yang masih tinggi. Kondisi tersebut turut mempengaruhi pergerakan pasar saham dan obligasi selama bulan Agustus 2023.