Reporter: Nadya Zahira | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana saham menunjukkan kinerja yang kurang memuaskan pada bulan Maret 2024, ketimbang jenis reksadana lainnya. Berdasarkan data Infovesta per Maret 2024, Infovesta 90 Equity Fund Index tergerus paling dalam.
Indeks yang memperlihatkan kinerja reksadana saham secara keseluruhan tersebut merosot 0,69% dibanding bulan sebelumnya yang justru paling tinggi yakni, sebesar 1,05%.
Sementara reksadana pasar uang kinerjanya tercatat paling tinggi di bulan Maret yaitu sebesar 0,35%, dan secara year to date (YTD) sebesar 1,13%.
Chief Executive Officer (CEO) Pinnacle Investment, Guntur Putra mencermati, secara karakteristik risiko dan kinerja reksadana berbasis saham memang memiliki volatilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasar uang.
Baca Juga: Kinerja Reksadana Saham Paling Anjlok di Maret 2024, Simak Proyeksi ke Depan
Menurut dia, meskipun secara keseluruhan kinerja reksadana berbasis saham di industri mengalami penurunan, namun masih ada juga yang mencatatkan kinerja positif.
"Di Pinnacle sendiri, reksadana dan ETF berbasis saham yang kami kelola masih mencatatkan kinerja positif, di mana secara YTD, Pinnacle Strategic Equity Fund tercatat sebesar 3,73%, Pinnacle CORE high dividend ETF secara YTD sebesar 4,64%, dan Pinnacle FTSE Indonesia Index Fund, kinerja secara YTD tercatat 3,69%," kata Guntur kepada Kontan.co.id, Selasa (2/3).
Kemudian, dia mengatakan bahwa strategi yang diterapkan di reksadana saham juga cukup bervariasi tergantung kapasitas masing-masing dari manajer investasi dan strategi yang diterapkan.
Namun, menurut dia, secara garis besar penghambat dan pendorong kinerja reksadana saham dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti, adanya ketidakpastian pasar, volatilitas harga saham, kondisi makro (global dan domestik), termasuk tingkat inflasi dan GDP growth, atau kinerja perusahaan yang tidak sesuai harapan.
Baca Juga: Reksadana Saham Punya Prospek Menarik, Simak Sektor yang Jadi Favorit
Di sisi lain, Guntur bilang, pendorongnya dapat meliputi perkembangan positif di pasar global, kinerja ekonomi yang membaik, atau sentimen positif terhadap sektor-sektor tertentu.
Dia menilai, reksadana saham yang layak dicermati yakni, yang memiliki manajemen cukup solid, portofolio yang terdiversifikasi dengan baik, dan kinerja yang konsisten.
Lebih lanjut, menurut dia, investasi di reksadana saham masih dapat menjadi pilihan yang menarik dalam jangka panjang, terutama untuk investor yang memiliki toleransi risiko yang tinggi dan waktu untuk mengatasi fluktuasi pasar.
"Meskipun kinerja reksadana saham dapat bervariasi dalam jangka pendek, namun secara historis, investasi di pasar saham cenderung memberikan hasil yang lebih baik dalam jangka panjang," kata dia.
Baca Juga: Dolar AS Menguat, Reksadana Pendapatan Tetap dan Saham Paling Cocok untuk Dikoleksi
Selain itu, Guntur mengatakan, untuk investor jangka panjang, memegang reksadana saham selama 5-10 tahun atau lebih dapat memberikan kesempatan untuk mengatasi fluktuasi pasar dan memperoleh hasil yang lebih baik.
Namun demikian, dia tidak direkomendasikan investor untuk melakukan trading reksadana, karena reksadana adalah instrumen investasi, bukan instrumen spekulasi.
"Investor menurut saya berinvestasi sesuai dengan profil risiko, tujuan investasi, dan jangka waktu berinvestasi masing-masing," imbuhnya.
Sementara itu, dia mengakui bahwa reksadana pasar uang memang memiliki potensi untuk terus memberikan return yang stabil dan lebih baik ke depan, terutama dalam kondisi suku bunga yang rendah dan ketidakpastian pasar.
Namun, investor perlu memperhatikan bahwa return dari reksadana pasar uang biasanya lebih rendah dibandingkan dengan reksadana saham, tetapi juga datang dengan risiko yang lebih rendah.
Baca Juga: Kinerja Reksadana Saham & Campuran Tergerus, Simak Prospek dan Strategi Investasinya
Guntur pun memperkirakan, return reksadana pasar uang masih bisa di level 4-5% di tahun 2024. Namun, hal ini tergantung penempatan instrumen pasar uang dan obligasi jangka pendek oleh manajer investasi masing-masing.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian menilai, meski kinerja reksadana saham turun secara MoM, namun pada tahun 2024 Infovesta memproyeksikan kinerja reksadana saham masih akan ada potensi kenaikan. Hanya saja pertumbuhan return akan terbatas.
Fajar mengatakan, tren perlambatan ekonomi global serta sentimen setelah Pemilu cenderung membuat pasar untuk turun. Namun di semester II 2024, dia menilai pasar saham akan naik, lantaran efek penurunan suku bunga The Fed dan Bank Indonesia yang akan memberikan dampak positif.
"Untuk itu, saya memperkirakan return kinerja reksadana saham di 2024 ini akan berkisar 4% hingga 8%,"kata Fajar kepada Kontan.co.id, Selasa (2/4).
Baca Juga: Simak Prospek & Strategi Investasi Reksadana Saham dan Reksadana Campuran
Dengan demikian, Fajar menyarankan investor untuk bisa mencermati reksadana saham yang fokus pada saham-saham big caps dan undervalued. Selain itu bisa melakukan diversifikasi ke reksadana saham luar negeri, seperti fokus berinvestasi di Amerika Serikat (AS).
"Hal itu karena konsensus pasar menunjukkan pasar saham AS masih akan mampu tumbuh di tahun 2024," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News