Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Ladang bisnis emiten perkebunan kembali subur. Pada tahun lalu, kinerja keuangan sejumlah emiten produsen minyak sawit mentah (CPO) tumbuh positif.
Dari sisi top line, rata-rata emiten pekebun sawit mencetak pertumbuhan single digit. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) misalnya, mencatat pertumbuhan pendapatan sekitar 8,12% year-on-year (yoy) menjadi Rp 14,12 triliun sepanjang 2016.
Tapi dari sisi bottom line, AALI menjadi yang paling moncer. Laba bersihnya melonjak 225% menjadi Rp 2,01 triliun.
Emiten lain yang mencetak lonjakan laba bersih adalah PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO). Kenaikan labanya mencapai 78% (yoy) menjadi Rp 441,88 miliar.
Kinerja PT Sinarmas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) juga menarik. Tahun lalu, emiten ini mencetak laba bersih Rp 2,6 triliun dari setahun sebelumnya menderita kerugian Rp 386,17 miliar.
Padahal, di saat yang sama, pendapatan SMAR turun sebesar 18% (yoy) menjadi Rp 29,75 triliun. Namun, sentimen positif kenaikan laba itu dibatasi kurang likuidnya saham SMAR.
Tapi, tidak semua emiten perkebunan mencatatkan kinerja positif. PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) misalnya. Entitas Grup Salim ini mencatat penurunan pendapatan 8% (yoy) menjadi Rp 3,85 triliun. Laba bersihnya juga menyusut 5% (yoy) menjadi Rp 593,83 miliar.
Hal serupa dialami PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG). Pendapatan DSNG turun 10% (yoy) menjadi Rp 3,94 triliun. Laba bersihnya Rp 250,71 miliar, turun 7% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Kendati demikian, prospek emiten CPO tahun ini masih lebih positif. Banyak faktor yang mendorong optimisme itu. "Salah satunya soal pembatasan lahan baru perkebunan," ungkap Joni Wintarja, analis NH Korindo Securities Indonesia kepada KONTAN, belum lama ini.
Dengan luas lahan yang terbatas, otomatis pasokan melambat. Kondisi ini berpotensi memicu kenaikan harga CPO.
Efek El Nino
Ekspektasi meningkatnya permintaan CPO juga terasa. Hal ini tercermin dari aktivitas re-stock-ing sejumlah negara pengimpor minyak sawit mentah.
Analis Bahana Securities Andrew Franklin Hotama menjelaskan, El Nino akan kembali melanda mulai semester kedua tahun ini. Hal tersebut didasari oleh hasil kajian El Nino Southern Oscillation (ENSO). Lembaga itu menaikkan status anomali cuaca menjadi El Nino Watch, belum lama ini. "Artinya, potensi El Nino pada semester II-2017 sudah mencapai 50%," kata Andrew dalam risetnya.
Karena itu, ia masih optimistis dengan katalis positif harga CPO. Andrew berasumsi, harga CPO akan bertahan di level US$ 700 per ton hingga akhir tahun ini, naik 9% dibanding rata-rata harga CPO tahun lalu.
Joni menambahkan, faktor dalam negeri juga mendukung prospek emiten perkebunan. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berupaya memperkuat minyak sawit Indonesia di pasar Eropa.
Memang, pendapatan sejumlah emiten minyak sawit mentah seperti AALI berasal dari pasar domestik. "Tapi, rencana pemerintah meningkatkan ekspor minyak sawit ke pasar Eropa akan semakin memperkuat permintaan di tengah kemungkinan produksi yang lebih tinggi pada tahun ini," jelas Joni.
Atas dasar itu, dia menjagokan saham AALI. Joni memprediksi, pendapatan AALI tahun ini bisa meningkat 10% dibandingkan tahun lalu. Adapun laba bersihnya diperkirakan mencapai Rp 2,17 triliun pada akhir tahun nanti.
Joni merekomendasikan buy AALI dengan target Rp 18.150 per saham. Ini mencerminkan price to earning ratio (PER) 16,1 kali. Harga AALI, Jumat (31/3) lalu sebesar Rp 14.900 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News