Reporter: Rashif Usman | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten-emiten yang berada di bawah naungan Grup Adaro mengalami penurunan kinerja sepanjang kuartal I-2025 di tengah volatilitas harga batubara di pasar global.
Sebagai contoh, PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) mencatatkan penurunan pendapatan usaha sebesar 22,33% secara tahunan (YoY) menjadi US$ 381,62 juta pada kuartal pertama 2025. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk ADRO juga turun drastis hingga 79,51% YoY, sehingga hanya mencapai US$ 76,70 juta.
Di sisi lain, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) turut mengalami penurunan pendapatan usaha sebesar 27,17% YoY, yakni menjadi US$ 199,94 juta pada periode yang sama. Laba bersih yang diatribusikan kepada pemegang saham utama ADMR juga terkoreksi sebesar 43,60% YoY menjadi US$ 65,45 juta.
Selain itu, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) melaporkan penurunan pendapatan usaha sebesar 11,45% YoY menjadi US$ 1,16 miliar pada kuartal I-2025. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk AADI juga mengalami penyusutan 29,19% YoY dan tercatat sebesar US$ 196 juta.
Baca Juga: Bakal Buyback Saham, Alamtri Resources (ADRO) Anggarkan Dana Jumbo Rp 4 Triliun
Kinerja fundamental yang serempak melemah turut menekan pergerakan harga saham ketiga emiten tersebut, yang hingga kini masih terkoreksi sejak tiga bulan perdagangan terakhir.
Saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), misalnya, diperdagangkan di level Rp 1.855 per saham pada Senin (5/5) pukul 13.34 WIB. Dalam tiga bulan terakhir, harga saham ini telah terkoreksi sebesar 23,03%.
Sementara itu, saham PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) tercatat di posisi Rp 905 per saham, turun 13,81% dalam periode yang sama. Adapun saham PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) berada di level Rp 6.925 per saham, melemah 21,31% sepanjang tiga bulan terakhir.
Baca Juga: Pendapatan dan Laba Adaro Minerals Indonesia (ADMR) Merosot di Kuartal I-2025
Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, menjelaskan bahwa pergerakan saham grup Adaro mencerminkan kinerja fundamental yang melemah diakibatkan harga batubara yang volatil dan menekan laba.
Menurut Indy, ADRO mendapat tekanan dari fluktuasi harga batubara, ditambah dengan lemahnya permintaan dari China dan India. Di sisi lain, kondisi oversupply juga menyulitkan penyesuaian harga jual rata-rata (ASP).
Selain itu, ADRO juga perlu menunjukkan kelanjutan strategi ekspansi ke bisnis transisi energi hijau sebagai upaya diversifikasi.
Di sisi lain, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menilai bahwa secara teknikal, pergerakan saham ADRO masih berada dalam fase konsolidasi. Indikator Moving Average Convergence Divergence (MACD) menunjukkan potensi terbentuknya dead cross, sementara indikator Stochastic mulai melemah ke area netral.
Untuk saham ADMR, Herditya melihat adanya peluang penguatan jangka pendek sekaligus untuk menutup gap.
"Namun, cermati MACD yang mulai menyempit dan Stochastic bergerak datar di area netral," ujar Herditya kepada Kontan, Senin (5/5).
Baca Juga: Tak Jadi Pengendali, Saratoga Investama (SRTG) Beli 71,56 Juta Saham Adaro (AADI)
Adapun saham AADI dinilai masih memiliki peluang melanjutkan penguatan dalam jangka pendek. Meski pergerakan MACD diprediksi akan tetap datar di zona positif, indikator Stochastic menunjukkan potensi terbentuknya pola golden cross, yang patut dicermati.
Rekomendasi Saham
Herditya merekomendasikan speculative buy saham ADRO di target harga Rp 1.950-Rp 2.000 per saham. Adapun ia, menyarankan trading buy saham ADMR dan AADI pada target harga masing-masing, Rp 950-Rp 975 dan Rp 7.125-Rp 7.225.
Sementara itu, Indy merekomendasikan strategi trading buy untuk saham ADRO dengan target harga di level Rp 2.060 per saham.
Selanjutnya: BNI Sekuritas Luncurkan New BIONS, Investasi Kini Makin Gampang!
Menarik Dibaca: Aplikasi World Buka Suara Terkait Izin Operasional di Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News