Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan berat di industri semen domestik membuat emiten produsen semen mesti memutar otak lebih keras untuk mempertahankan kinerja keuangannya. Salah satu langkah yang ditempuh emiten semen adalah mengoptimalkan potensi pasar ekspor.
Salah satu emiten semen, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) mencatatkan pertumbuhan penjualan ekspor semen sebesar 24,9% year on year (YoY) pada semester I-2025. Hal ini berbanding terbalik dengan penjualan semen SMGR di pasar domestik yang terkontraksi 7,7% yoy pada paruh pertama lalu.
Direktur Penjualan dan Pemasaran Semen Indonesia Dicky Saelan mengatakan, pasar semen domestik masih dalam kondisi kelebihan pasokan (oversupply), ditambah permintaan semen cenderung lesu akibat berkurangnya anggaran infrastruktur. Untuk itu, SMGR mencoba meningkatkan kemampuan ekspor ke mancanegara.
Lantas, SMGR berupaya menuntaskan proyek pengembangan di pabrik Tuban, Jawa Timur yang dikelola anak usahanya, PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB). Keberadaan pabrik ini untuk mempermudah proses distribusi semen SMGR, terutama untuk pasar ekspor.
Baca Juga: Strategi Semen Baturaja (SMBR) Pasca Cetak Lonjakan Kinerja pada Semester I-2025
“Kami masih menunggu penyelesaian fasilitas dermaga di Tuban yang diharapkan bisa terealisasi pada kuartal IV-2025,” ujar dia dalam paparan publik, Jumat (12/9) lalu.
Dengan adanya fasilitas dermaga tersebut, SMGR berencana mengekspor semen ke Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, emiten Danantara ini telah memasok semen ke beberapa negara seperti Bangladesh, Arab Saudi, Australia, Filipina, Timor Leste, dan kawasan Afrika.
Selain SMGR, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) turut mencatatkan pertumbuhan penjualan semen di pasar ekspor sebesar 45,8% yoy menjadi 237.000 ton pada enam bulan pertama 2025. Sedangkan di pasar domestik, penjualan semen INTP menurun 2,4% yoy menjadi 8,65 juta ton.
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan, tren peningkatan penjualan ekspor merupakan respons strategis emiten semen atas kondisi pasar domestik yang relatif lesu. Hal ini ditandai oleh stagnasi permintaan, tingginya tingkat persaingan harga, dan belum pulihnya kelangsungan proyek-proyek infrastruktur secara menyeluruh paska pemilu 2024.
Sebenarnya, permintaan semen di pasar internasional tidak sepenuhnya lebih tinggi dibandingkan pasar domestik. Namun, beberapa negara memiliki kebutuhan pasokan tambahan karena minimnya kapasitas produksi semen lokal.
Emiten dengan pangsa pasar besar seperti SMGR dan INTP dapat memanfaatkan momentum ini karena keduanya memiliki kapasitas berlebih di dalam negeri, sehingga ekspor menjadi solusi untuk mempertahankan utilisasi pabrik dan efisiensi operasional.
Hanya saja, perlu diingat bahwa meski kenaikan volume ekspor semen terlihat signifikan, namun kontribusinya terhadap total penjualan emiten yang bersangkutan masih minim. “Potensi margin masih terbatas karena harga jual ekspor cenderung lebih rendah dari pasar domestik, dan ada biaya logistik tambahan,” terang Ekky, Senin (15/9).
Baca Juga: Semen Indonesia (SMGR) Pasok 19.000 Ton Semen Proyek LRT Rute Velodrome–Manggarai
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menambahkan, tren peningkatan penjualan ekspor pada dasarnya tetap dapat menambal kekurangan penjualan di pasar domestik. Agar potensi penjualannya lebih optimal, emiten semen harus memperluas cakupan negara tujuan ekspor. Di sini, peran pemerintah juga diperlukan melalui peningkatan kerja sama perdagangan dengan negara-negara sahabat.
“Sebenarnya semen buatan Indonesia juga berkualitas, tinggal dimaksimalkan melalui kerja sama bilateral dengan beberapa negara, baik dengan skema G2G (government to government), G2B (government to business), dan B2B (business to business),” ungkap dia, Senin (15/9).
Ke depannya, strategi peningkatan pasar ekspor kemungkinan masih akan ditempuh oleh emiten-emiten semen, terutama jika proyek infrastruktur dalam negeri belum berjalan dengan masif. Setidaknya, kegiatan penjualan ekspor dapat menjaga utilitas pabrik dan perbaikan arus kas bagi emiten dalam jangka pendek.
Namun, risiko tekanan biaya logistik perlu diperhatikan oleh emiten, terutama jika penjualan ekspor ditujukan ke negara yang jauh dari wilayah produksi. Selain itu, volatilitas kurs dan ketidakpastian geopolitik juga bisa menjadi risiko bagi emiten semen yang aktif melakukan ekspor.
Nafan merekomendasikan add saham SMGR dengan target harga di level Rp 3.010 per saham.
Sementara itu, Ekky menyebut saham SMGR dapat menjadi pilihan menarik bagi investor berkat keunggulan jaringan distribusi terluas, pangsa pasar dominan, dan strategi ekspor yang agresif. Dia menargetkan saham SMGR ke level Rp 3.500 per saham secara jangka panjang.
Saham INTP juga cukup menarik karena efisiensi operasional yang solid dan kinerja keuangan lebih stabil. Saham INTP ditargetkan dapat menyentuh kisaran Rp 7.800—8.000 per saham dalam jangka panjang.
“Namun, sektor ini tergolong siklus panjang dan bukan sektor dengan pertumbuhan tinggi, sehingga lebih cocok untuk strategi investasi jangka panjang,” tandas dia.
Selanjutnya: Menkeu Purbaya Respons Soal Desakan Penyesuaian Cukai Rokok
Menarik Dibaca: 4 Makanan yang Meningkatkan Hormon Kortisol atau Hormon Stres, Kurangi!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News