Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Herlina Kartika Dewi
Analis Central Capital Futures Wahyu Laksono juga memilih emas sebagai aset safe haven yang paling menjanjikan. Ia menjelaskan minyak bukan menjadi pilihan yang menarik dikarenakan kenaikan harganya disebabkan ketakutan pasar akibat lokasi perang yang terletak di gudang minyak Timur Tengah.
“Pada Perang Teluk dan Perang Irak 1&2 harga minyak melonjak karena muncul ketakutan minyak akan menjadi komoditas langka. Jadi naik karena minyak diburu sebagai komoditas konsumsi, bukan sebagai instrumen investasi atau bagian strategi hedging,” papar Wahyu.
Konflik antara Iran-AS kebetulan juga terletak di Timur Tengah, sehingga Wahyu menilai ketakutan serupa mungkin terjadi lagi dan mengakibatkan harga minyak kembali naik.
Baca Juga: Memasuki tahun 2020, tinjau kembali portofolio Anda untuk maksimalkan keuntungan
Sementara untuk rupiah, Deddy melihat rupiah masih perlu diwaspadai dan melihat respon terlebih dahulu. Apakah pasar akan mengoleksi yen atau dolar AS. “Tapi yang saya lihat sejauh ini, jika nilai tukar masih berada di bawah level Rp 14.000 selama kuartal I, rupiah akan relatif stabil,” terang Deddy.
Kedua analis ini sepakat bahwa dalam ketegangan geopolitik, saham adalah instrumen yang paling terdampak dan tidak direkomendasikan untuk dikoleksi.
Sebab pada situasi yang tidak pasti, investor akan cenderung melakukan diversifikasi ke safe haven.
“Tapi saham-saham emiten energi dan pertambangan masih menarik untuk dikoleksi pada saat ketegangan terjadi di daerah kilang minyak,” pungkas Wahyu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News