Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah kompak anjlok pada perdagangan Kamis (19/12).
Pada Kamis (19/12), IHSG ditutup anjlok 1,84% atau 130,64 poin ke level 6.977,24.
Di saat bersamaan, rupiah Jisdor jatuh 1,09% ke Rp 16.277 per dolar Amerika Serikat (AS) pada hari ini. Rupiah spot juga ditutup turun 1,32% ke Rp 16.313 per dolar AS.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana melihat, pelemahan IHSG dan rupiah di saat bersamaan ini mencerminkan tekanan berat yang dihadapi pasar keuangan Indonesia.
Baca Juga: Intip Top Gainers LQ45 saat IHSG Turun pada Kamis (19/12), Ada PGEO, AMMN, dan MEDC
“Kondisi ini dipicu oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik yang menciptakan badai sentimen negatif,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (19/12).
Dari sisi global, meskipun The Fed telah memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps), pasar kecewa karena hanya ada sinyal dua kali pemangkasan lanjutan di tahun 2025.
Ini mengindikasikan sikap hati-hati investor terhadap inflasi global, sehingga mereka menahan aliran dana asing ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di dalam negeri, tantangan lebih berat muncul dari lemahnya konsumsi, deflasi beruntun, dan kebijakan pajak yang kontra produktif.
Kenaikan PPN menjadi 12% mulai Januari 2025 dinilai menjadi katalis negatif di tengah daya beli masyarakat yang terus melemah.
“Dengan konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50% PDB, muncul pertanyaan besar, apa yang mau dipajaki jika masyarakat sendiri kesulitan belanja?” ungkapnya.
Tekanan pada IHSG diperparah oleh beberapa sentimen negatif lain. Seperti, depresiasi rupiah yang meningkatkan beban impor dan utang luar negeri.
Di sisi lain, minimnya aksi window dressing dan Santa Claus Rally semakin menegaskan lemahnya kepercayaan investor terhadap pasar domestik.
Baca Juga: Imbas Sikap Hawkish The Fed, IHSG Ambles di Bawah 7.000
Saham-saham berfundamental baik dan kapitalisasi besar, seperti BBCA, BMRI, BBRI dan TLKM, yang biasanya menjadi andalan, justru terus tertekan.
Hingga akhir 2024, Hendra memproyeksikan IHSG akan berada di kisaran 7.150 - 7280, dengan tekanan utama berasal dari kebijakan kenaikan PPN dan lemahnya konsumsi masyarakat.
“Sektor perbankan yang mampu menahan IHSG hingga akhir tahun hanya BBCA. Sektor energi juga bisa membantu, karena sudah naik dari awal 2024,” tuturnya.
Menurut Hendra, meskipun tahun ini penuh tantangan, peluang pasar saham Indonesia untuk bangkit di 2025 tetap terbuka.
Dengan sinergi antara pemerintah, OJK, dan pelaku pasar dalam menciptakan kebijakan yang mendorong pertumbuhan, menjaga stabilitas ekonomi, serta memulihkan kepercayaan pasar, IHSG berpotensi mencatat kinerja yang lebih baik.
Selain itu, langkah strategis pemerintah, seperti menjaga stabilitas rupiah, memberikan insentif pajak, dan memperluas edukasi pasar modal kepada masyarakat, juga perlu dioptimalkan.
“Jika hal ini terwujud, IHSG dapat kembali menjadi salah satu indeks terbaik di kawasan ASEAN. Sehingga, bisa memberikan peluang besar bagi investor untuk menikmati momentum pertumbuhan jangka panjang,” katanya.
Hendra melihat, target IHSG di tahun 2025 bisa ada di kisaran 7.500. Sejumlah sentimen positif, seperti stabilitas kebijakan moneter, stimulus fiskal, dan perbaikan tata kelola pasar, diharapkan mampu menarik kembali minat investor.
Sektor-sektor potensial yang bisa menjadi motor penggerak IHSG hingga tahun 2025 antara lain adalah sektor perbankan (BBCA, BMRI, BBRI), energi (ADRO, ITMG, PGAS), serta konsumer defensif (ICBP, MYOR).
Baca Juga: IHSG Terjun ke 6.977 Hari Ini (19/12), BBRI, BBCA, BMRI Paling Banyak Net Sell Asing
“Investor disarankan menerapkan strategi buy on weakness pada saham-saham unggulan tersebut sambil mempertahankan alokasi dana di instrumen aman, seperti obligasi pemerintah,” ungkapnya.
Vice President Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi berpandangan, melemahnya kinerja IHSG sejalan dengan estimasi sebelumnya terkait potensi slower pace untuk pemangkasan suku bunga di tahun 2025.
Pasca rapat FOMC kemarin diumumkan secara resmi oleh The Fed, terlihat dari dot plot hanya terjadi pemangkasan suku bunga sebanyak dua kali atau sebesar 50 bps.
“Ini jauh di bawah ekspektasi pasar pasar kuartal lalu,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (19/12).
Hal ini lantas menimbulkan gejolak di pasar saham seiring dengan potensi pelemahan daya beli hingga perlambatan ekonomi. Bahkan, potensi terjadinya pelemahan nilai rupiah terhadap dolar AS kembali berlanjut.
“Sehingga, berpotensi mendorong investor melakukan peralihan portofolio investasi ke aset yang berisiko lebih rendah,” ungkapnya.
Audi memperkirakan, IHSG akan ditutup dalam rentang 7.300 - 7.500 di akhir tahun 2024. Ini jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang bisa menyentuh level 8.000.
“Sektor yang dapat berpotensi menopang hingga akhir tahun 2024 yakni sektor energi dan konsumer,” katanya.
Selain itu, The Fed kemarin juga mengumumkan proyeksi ekonomi AS tahun 2025. Yang menjadi fokus investor adalah inflasi yang diperkirakan naik menjadi 2,5% pada 2025, dari prediksi sebelumnya yang sebesar 2,1%.
Sementara, proyeksi tingkat pengangguran cenderung berada di level 4,3%. Hal tersebut yang menjadikan The Fed akan lebih konservatif dalam langkah kebijakan moneter tahun depan.
Alhasil, Audi melihat, pelonggaran kebijakan suku bunga bisa cenderung melambat pada tahun 2025. Sehingga, berpotensi menimbulkan ketidakpastian dan juga perpindahan alokasi investasi aset berisiko rendah.
“Potensi fluktuasi rupiah juga berpotensi meningkat dan meningkatkan pelemahan daya beli,” paparnya.
Audi memperkirakan, IHSG di tahun 2025 akan bergerak lebih konservatif dengan target base di level 7.820 dan dengan skenario bearish di level 6.850.
“Sektor yang akan menarik dengan kondisi tersebut adalah sektor yang cenderung defensif, seperti sektor konsumer, kesehatan, serta bahan baku,” ungkapnya.
Selanjutnya: Rawan Koreksi, Begini Strategi Investasi Emas Sampai Kuatal I 2025
Menarik Dibaca: Apakah Durian Mengandung Kolesterol atau Tidak? Mari Cek Faktanya di Sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News