Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini masih menjadi bulan-bulanan publik khususnya bagi nasabah dan investor yang dirugikan perusahaan efek. Ini terjadi lantaran meledaknya kasus di pasar modal yang awalnya dipelopori kasus Jiwasraya. Kemudian merembet ke berbagai Manajer Investasi, lalu ke Asuransi, serta juga mulai ada kasus gagal bayar produk reksadana perusahaan Manajer Investasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan Hoesen mengatakan, OJK sebenarnya sudah melakukan pengawasan maksimal atas perusahaan efek di tahun 2019, bahkan di tahun 2018 ada lagi banyak perusahaan efek yang dikenakan sanksi. "Tahun ini ada sekitar 40 perusahaan efek yang akan OJK periksa," ungkap dia Sabtu (15/2).
Baca Juga: Blokir rekening Wanaartha menakutkan investor, OJK: Akan dibuka akhir bulan ini
Dia ingin meyakinkan kepada masyarakat bahwa pengawasan yang dilakukan OJK terkait dengan belum adanya infrastruktur yang harus dibuat agar pengawasan bisa maksimal. Maka, sejak tahun 2017 lalu, OJK tengah melalukan transformasi di pasar. "Saat saya masuk tahun 2017 di OJK, saya melakukan transformasi ekosistem, saya ibaratkan, kolam ini kotor tapi kita berenang di sana, saya perbaiki bisnis prosesnya," tuturnya.
Maka, ada beberapa infrastruktur yang dibangun guna membuat kolam ini menjadi bersih. Yakni, emiten tidak perlu lagi mengantarkan annual report dengan print out, emiten bisa melakukan submit dengan sistem yang sudah dibuat. "Sekarang ada 700 emiten, setiap emiten memberikan laporan keuangannya, saya harus baca, takut ada yang penting, sistemnya dibuat mudah sekarang," imbuh dia.
Lalu, Hoesen mengatakan OJK akan membuat aturan soal MTN. Peraturan itu dibuat karena selama ini emiten yang menerbitkan medium term notes (MTN) tidak melalui OJK. "Mereka menerbitkan sendiri saja, tidak ada yang mengawasi. Biasanya mereka itu bermain di tenor," kata dia.
Sebagai contoh, Hoesen menerangkan bahwa kasus Duniatex terkait erat dengan penerbitkan MTN. "Seolah olah kan private placement, padahal MTN," tuturnya.
Baca Juga: Kejagung masih menelusuri keterlibatan OJK di periode sebelumnya terkait Jiwasraya
Dia menyatakan bahwa penerbit MTN juga tidak jelas selama ini, bisa saja itu holding dari emiten yang pembukuannya tidak diketahui OJK. "Nanti penerbitan MTN harus melalui OJK, kami monitoring, yang jadi masalah memang yang menerbitkan holding emiten karena kan tidak ada dalam pembukuan, Juni 2020 akan diterbitkan aturannya," ujar dia.
Hoesen menjelaskan, nantinya qualified investor bisa masuk ke beberapa instrumen MTN. Lalu, OJK juga akan membuat aturan soal ujian profesi pasar modal. Isi peraturan tersebut bisa melakukan ujian dengan via online. "Kalau harus ke Jakarta ongkosnya mahal, sudah gitu tidak lulus. Sebaiknya di daerah masing-masing saja," kata dia.
Lalu, Hoesen juga menginginkan partisipasi pemegang saham publik meningkat, sebab secara data pastisipasi pemegang saham publik saat RUPS sangat rendah. "sekarang ada emiten yang pemegang sahamnya 3.000, memang tidak ada hotel yang bisa menampung itu. Maka nanti akan ada sistem voting saat RUPS," ujarnya.
Lalu, Hoesen mengatakan bahwa pihaknya akan memberikan label atau notasi terhadap emiten-emiten yang bermasalah. Ada dua katagorinya, informasi compliance dan negatif performance, misalnya ada emiten yang tidak submit laporan keuangan tetapi harga sahamnya naik, sedangkan negatif compliance terkait dengan ekuitas negatif.
Baca Juga: Industri reksadana tersengat kasus EMCO yang gagal bayar, ini yang dilakukan OJK
"Kita kasih notas dan nantinya disebarkan saat trading, saat liat harga akan terlihat. Informasi publik yang formal dikodefikasi jadi note. Saham banyak tatonya gak usah dibeli," ungkap dia.
Lalu, Hoesen melanjutkan, OJK juga terus melakukan identifikasi untuk melakukan penertiban dengan membuat regulasi perusahaan publik, beberapa aktivitas corporate action, akusisi, exit startegi, dan emiten delisting. "Jadi yang delisting otomatis akan go private. Kewajibannya, buy back, kalau gak punya duit, bagikan asetnya. Jadi gak ada lagi investor koca-kacir soal saham emiten deklisting," imbuh dia.
Selain itu, kata Hoesen, OJK juga akan membuat aturan e-bookbuilding yang nantinya pemesanan saham saat IPO bisa terpantau dan transparan. Kasus NARA misalnya bahwa selama ini yang mengetahui pemesanan saham saat IPO adalah emiten dan underwriter saja. "Alokasinya harus sesuai prospektus, pakai algoritma dan tidak bisa mindah mindahin," terangnya.
Hoesen mengatakan, pihaknya juga tengah menggodok sebuah peraturan dimana nantinya jika ada nasabah atau investor yang dirugiakan maka perusahaan efek atau perusahabn emiten harus membayar ganti rugi nasabah atau investor. "OJK juga akan menerapkan denda karena sudah merugikan investor atau nasabah," ungkap dia.
Baca Juga: OJK harap Kejagung putuskan status pemblokiran rekening akhir Februari
Dia menjelaskan, nantinya akan ada disgorgement fund yang merupakan dana pengembalian kerugian investor oleh pelaku pasar yang melanggar ketentuan di pasar modal. Nantinya akan dibentuk lembaga yang akan mengelola dana tersebut.
Pembentukan disgorgement fund berasal dari Securities and Exchange Commision (SCE) di Amerika Serikat (AS). "Secepatnya, saya maunya sekarang. Ini memang sudah setahun lalu dibahas. Jadi OJK tidak bisa mengganti uang investor atau nasabah yang dirugikan, karena tidak memiliki wewenang itu," imbuh dia.
Terakhir, kata Hoesen nantinya tidak ada lagi yang bisa menggoreng saham emiten. Secara teknis nantinya para bandar tidak akan tahu grafiknya. "Mereka susah menebaknya," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News