Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menjadi sorotan publik atas kasus di pasar modal, terutama yang baru baru ini terjadi yakni kasus gagal bayarnya produk reksadana. Ini terjadi pada produk reksadana dari EMCO Asset Management dan yang teranyar ada kabar bahwa Kresna Asset Management juga mengalami gagal bayar.
Nasabah EMCO Asset Management melalui pengacaranya sudah mengajukan kasus gagal bayar tersebut ke Bareskrim Mabes Polri, sementara untuk kasus Kresna Asset Management hingga saat ini masih dibantah adanya gagal bayar dari pihak management.
Baca Juga: Nasabah Emco dan Minna Padi mengadu ke Hotman Paris, cari solusi atas nasib dananya
Banyaknya kasus tersebut tidak membuat OJK berdiam diri. OJK merasa sudah melakukan beberapa hal untuk melindungi investor. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan Hoesen menerangkan bahwa saat ini ada 2.200 produk reksadana dimana satu produk reksadana memiliki 31 portofolio saham.
"Kalau OJK disuruh mengawasi 2.200 produk setiap pukul 5 sore, mengecek Net Asset Value (NAV) yang diumumkan bener atau engga, gimana caranya?" ungkap di dalam FGD OJK Redaktur Media, Sabtu (15/2).
Maka itu, kata Hoesen, sebagai langkah awal saat itu pihaknya sudah mengubah bisnis proses dari manajer investasi dengan menerapkan Single Investor Identification (SID) sehingga manajer investasi tidak bisa lagi mengklaim bahwa rekening nasabah adalah aset perusahaan. "Perusahaan efek itu kalau ada yang buka rekening sudah dianggap aset, sekarang tidak boleh," ujar dia.
Hoesen menegaskan pihaknya tidak ingin kasus Sarijaya pada tahun 2008 lalu terulang kembali. Saat itu dana nasabah bisa dipindahkan oleh para direksi manajer investasi sehingga Sarijaya mengalami kekeringan likuiditas karena ada penyimpangan uang nasabah.
Baca Juga: Emco Asset Management Ternyata Dimiliki Oleh Keluarga Melchias Markus Mekeng
Selain itu, Dia mengatakan, pada tahun ini, OJK sudah menemukan banyaknya Manajer Investasi yang melakukan pelanggaran dalam penjualan reksadana terkait fixed return dan pemasar reksadana tanpa izin. "Kami tertibkan juga, investor tidak tahu, bahwa jualan reksadana itu harus punya lisensi lho," imbuh dia.
Terkait kasus EMCO Asset Management yang gagal bayar, Hoesen menerangkan, saat ini pihaknya sudah meminta secara paksa kepada manajemen EMCO untuk membayar uang nasabah dan EMCO harus bertanggung jawab atas masalah ini. "EMCO kan menjanjikan fixed return, karena ada janji yang tidak dipenuhi. Harus bayar, itu saja yang bisa kami lakukan," kata Hoesen.
Dia menjelaskan, bahwa OJK hanya bisa melakukan apa yang ada di dalam ketentuan UU Pasar Modal dan UU OJK dalam menertibkan Manajer Investasi yang melakukan pelanggaran, terkait masalah hukum atas dugaan kasus penipuan dan korupsi maka itu domain Kepolisian atau Kejaksaan Agung.
Sementara terkait masalah Kresna Asset Management, Hoesen malah tidak tahu soal masalah itu. Sebab, menurut press release manajemen Kresna tidak ada yang gagal bayar atas produk reksadana mereka. Sehingga, pihaknya juga meminta tidak ada spekulasi atas masalah ini. "Saya ingatkan ya Lehman Brothers, kalau orang rush, selesai. Bank Mandiri, BCA kalau orang rush selesai. Maksud saya ini isu sensitif," ungkap dia.
Dia bilang, bahwa reksadana yang tutup itu tahun lalu mencapai ratusan karena adanya jatuh tempo. Sehingga kejadian adanya reksadana yang ditutup merupakan hal yang biasa. "Itu biasa, saya heran kalau ada yang mempertanyakan penutupan reksadana, maksudnya apa? padahal itu hal biasa," imbuh dia.
Baca Juga: Nasib reksadana campuran bergantung pada pergerakan IHSG dan virus corona
Namun yang terpenting kata Hoesen, OJK tidak lantas berdiam diri dalam masalah yang terjadi saat ini. Baik masalah Jiwasraya dan EMCO. Hoesen mengatakan, pihaknya tengah menggodok sebuah peraturan dimana nantinya jika ada nasabah atau investor yang dirugikan dalam investasi di sebuah produk reksadana atau saham, maka perusahaan efek atau perusahaan emiten harus membayar ganti rugi nasabah atau investor. "OJK juga akan menerapkan denda karena sudah merugikan investor atau nasabah," ungkap dia.
Dia menjelaskan, nantinya akan ada disgorgement fund yang merupakan dana pengembalian kerugian investor oleh pelaku pasar yang melanggar ketentuan di pasar modal. Nantinya akan dibentuk lembaga yang akan mengelola dana tersebut.
Ide dari pembentukan disgorgement fund berasal dari Securities and Exchange Commision (SCE) di Amerika Serikat (AS). "Secepatnya, saya maunya sekarang. Ini memang sudah setahun lalu dibahas. Jadi OJK tidak bisa mengganti uang investor atau nasabah yang dirugikan, karena tidak memiliki wewenang itu, yang bisa kami lakukan adalah meminta investor menggugat perusahaan efek itu karena sifatnya kontraktual di pengadilan niaga. Kami biasa menjadi saksi ahli, kami siap," imbuh dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News