Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sempat tertekan akibat pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, prospek harga minyak sepekan ini diprediksi tidak akan bergerak terlalu jauh atau volatil. Meskipun begitu, pekan ini harga minyak juga memiliki peluang untuk menyentuh level US$ 61 per barel.
Mengutip Bloomberg, Senin (29/4) pukul 16:41 WIB, harga minyak jenis west texas intermediate (WTI) berada di level US$ 62,50 per barel atau turun dibandingkan perdagangan Jumat (26/4) yang berada di level US$ 63,30 per barel.
Analis Asia Trade Point Future Deddy Yusuf Siregar mengatakan, aksi jual atau melemahnya harga minyak di awal pekan ini karena Trump mulai mendorong kembali negara anggota Organisasi Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) untuk menaikkan kembali produksinya. Kondisi tersebut, seiring dengan berakhirnya kontrak ekspor minyak dari Iran pada awal Mei nanti.
"Kita lihat, sentimen tersebut yang memberikan dampak negatif pasar minyak," kata Deddy kepada Kontan.co.id, Senin (29/4).
Ditambah lagi, Deddy menilai ada sentimen keterkejutan atau ketidaksiapan pasar menyambut pernyataan Trump tersebut. Meskipun begitu, sentimen perundingan perang dagang antara AS dan China yang bakal berlangsung Rabu (1/5) nanti, diharapkan mampu menekan risiko penurunan harga minyak yang lebih dalam.
Bahkan, sentimen perundingan akhir perang dagang diprediksi mampu membawa harga minyak ke level US$ 63,80 per barel. Ditambah lagi, prospek ekonomi global yang menurut Deddy saat ini cenderung stabil, meskipun perlu diakui beberapa negara masih terganjal masalah inflasi.
Sementara itu, harga minyak sepekan ini juga berpeluang untuk menyentuh level support yakni US$ 61,30 per barel apabila produksi minyak di AS berada di bawah 12 juta barel per hari. Mengingat, pekan lalu sempat terjadi penurunan aktifitas pengeboran minyak di AS, jika hal tersebut berlanjut itu bisa menjadi katalis positif.
"Saya kira, kalau minyak sampai menyentuh level US$ 61 per barel, itu karena adanya kekhawatiran pasar terhadap peningkatan produksi minyak di pasar. Untuk sepekan ini, perkiraannya harga minyak berada di rentang US$ 63,80 per barel - US$ 61,30 per barel," tandasnya
Selain itu, Deddy menilai penurunan harga minyak yang terjadi awal pekan ini cenderung masih wajar. Mengingat, kenaikan harga minyak yang terjadi selama ini hampir tumbuh sebanyak 50%. Kesempatan ini juga bisa dimanfaatkan bagi investor untuk kembali masuk ke pasar komoditas minyak.
Di sisi lain, Ekonomi Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, pernyataan Trump cenderung berdampak pada penurunan kinerja pasar global. Sehingga, pasar saat ini berada pada posisi wait and see menunggu keberlanjutan dari pernyataan Trump yang akan menghentikan impor minyak Iran ke beberapa negara.
"Kalau itu enggak berlanjut, harga minyak mungkin akan melonjak lagi. Ini yang perlu diwaspadai pasar, begitu juga emerging market currency, di mana investor masih percaya ke save heaven," ujar David.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News