Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang kuartal pertama 2021, jumlah investor saham maupun reksadana berhasil mencatatkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Pertumbuhan ini melanjutkan tren positif yang sudah terjadi sepanjang tahun lalu.
Merujuk data terbaru dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per akhir Maret 2021, jumlah investor saham ritel tercatat sudah mencapai 2,17 juta investor. Sementara berdasarkan catatan Kontan, pada akhir 2020, jumlah single investor identification (SID) saham sebanyak 1,69 juta akun. Artinya, dalam tiga bulan pertama pada tahun ini, pertumbuhannya sudah mencapai 28,40%.
Tumbuhnya jumlah investor tidak hanya terjadi pada pasar saham saja. Investor reksadana tercatat juga meningkat pesat. Berdasarkan data KSEI, sudah terdapat 4,17 juta investor reksadana per akhir Maret 2021. Padahal, pada akhir 2020, jumlahnya masih 3,18 juta investor. Dengan demikian, pertumbuhan investor reksadana pada kuartal pertama 2021 mencapai 31,13%.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai, jumlah investor reksadana bisa lebih banyak karena instrumen reksadana memang lebih cocok bagi investor pemula. Berdasarkan pengamatannya, sejauh ini investor baru reksadana kebanyakan menempatkan dananya pada reksadana pasar uang.
Baca Juga: Penegak hukum diminta optimalkan asset recovery dalam perkara tindak pidana ekonomi
Hal ini tidak terlepas dari karakter reksadana pasar uang yang mempunyai banyak kemiripan dengan deposito. Secara kinerja, reksadana pasar uang juga memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dari deposito. Ditambah lagi, reksadana pasar uang juga lebih likuid karena bisa dicairkan kapan saja dan saat itu juga, tanpa terkena pinalti layaknya deposito.
“Investor pemula pasti kan carinya instrumen yang mudah, murah, dan menguntungkan, ini semua kan karakteristik reksadana pasar uang. Sementara investor ritel saham yang baru mulai, justru banyak yang masuk karena ikut-ikutan,” kata Wawan kepada Kontan.co.id, Rabu (7/4).
Wawan menilai hal tersebut lantaran ketika awal pandemi Covid-19, harga saham memang sedang murah, dan bisa dipastikan memberikan keuntungan seiring IHSG yang juga terus rally.
Hanya saja, ketika IHSG sudah mulai kembali terkoreksi pada bulan lalu, banyak investor baru ini akhirnya merasakan kerugian. Wawan melihat hal ini membuat transaksi investor ritel mulai turun, khususnya pada Maret. Pada akhirnya, menurutnya ini bisa saja menghantui pertumbuhan investor ritel baru di pasar saham ke depannya.
Baca Juga: BEI akan meluncurkan indeks syariah baru IDX MES BUMN17 bulan ini