Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten yang tergabung dalam Indeks LQ45 memutuskan untuk merevisi target bisnis mereka. Tidak hanya itu, sejumlah emiten LQ45 juga memutuskan untuk memangkas alokasi belanja modal atau capital expenditure (Capex).
Salah satunya adalah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) yang memutuskan untuk memangkas target penjualan dan capex tahun ini. Antonius Marcos, Sekretaris Perusahaan Indocement mengatakan, semester I-2020 akan menjadi momen yang sangat berat dimana pada awal tahun pertumbuhan volume penjualan INTP terganggu oleh peristiwa banjir besar yang terjadi hingga empat kali. Ditambah, pandemic Covid-19 yang belum usai juga turut menghambat penyerapan permintaan semen.
Baca Juga: Simak realisasi kinerja operasional United Tractors (UNTR) per April 2020
Secara keseluruhan manajemen INTP memutuskan untuk mevisi target pertumbuhan penjualan tahun ini, dari yang semula tumbuh 4% sampai 5% menjadi -5% sampai -7%. Sebagai pembanding, INTP berhasil menjual 18,1 juta ton semen pada 2019.
Namun, Marcos tetap optimis pasar semen akan kembali bergairah. “Untuk semester II-2020, kami berharap setelah selesainya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dunia konstruksi kembali bisa berjalan sehingga pertumbuhan industri semen bisa lebih baik,” ujar Marcos, Kamis (26/5).
INTP juga memutuskan untuk memangkas capex dari sebelumnya Rp 1,4 triliun menjadi Rp 1,1 triliun.
PT United Tractors Tbk (UNTR) juga membuka opsi untuk merevisi target bisnis dan capex tahun ini. Sekretaris Perusahaan UNTR Sara K. Loebis mengatakan, saat ini pihaknya akan berfokus terlebih dahulu pada penyelenggaraan rapat umum pemegang saham (RUPS). Barulah, entitas Grup Astra ini akan mengumumkan hasil revisi capex dan kinerja.
Baca Juga: Saham perbankan dan telekomunikasi jadi pendorong IHSG hari ini, ini saran analis
Sara pun menyambut positif kebijakan new normal yang akan dimulai pada 5 Juni 2020. “Tentu lebih baik untuk United Tractors ketika kegiatan ekonomi mulai berjalan kembali. Selama ini kami pun tetap beroperasi dengan batasan-batasan sesuai peraturan dan kewaspadaan pandemi. Jadi tinggal dilanjutkan saja,” ujar Sara kepada Kontan.co.id, Selasa (2/6).
Namun, ada pula emiten yang tetap berpegang pada target kinerja awal, salah satunya adalah PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Director Finance & Control Vale Indonesia Adi Susatio menegaskan, operasional INCO masih berjalan normal sejauh ini dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Sehingga, saat ini belum ada perubahan terkait target produksi nikel, yakni masih di 71.000 ton.
Baca Juga: IHSG melesat 1,98%, pelonggaran PSBB menjadi katalis positif
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menilai, sejauh ini revisi target kinerja dan capex yang dilakukan emiten dinilai cukup masuk akal. Sebab, faktor permintaan (demand) pada semester pertama tahun ini memang masih berada di luar ekspektasi.
“Sejauh ini mayoritas emiten lebih fokus ke efisiensi dibandingkan ekspansi yang masif, hal tersebut dinilai cukup rasional,” ujar Okie saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (2/6).
Terkait INCO yang tidak merevisi target bisnisnya, Okie menilai hal ini sehubungan dengan harga komoditas nikel yang sudah mulai pulih sejak penurunan yang cukup signifikan pada tengah tahun 2019.
Baca Juga: IHSG menghijau sepekan, seluruh jenis reksadana ikut naik
Hal ini seiring dengan tren dari harga komoditas dimana pada semester II-2020 ini diharapkan adanya kenaikan dari sisi permintaan. Hemat Okie, langkah INCO untuk menyesuaikan permintaan dinilai cukup tepat.
Dalam pekan ini, Okie menilai saham perbankan penguatannya sudah cukup terbatas. Namun beberapa sektor seperti barang konsumer, tambang, dan telekomunikasi dapat menjadi perhatian bagi investor untuk pekan ini.
Untuk saham konsumer, Okie merekomendasikan investor untuk mencermati saham ICBP, INDF dan UNVR. Untuk saham sektor telekomunikasi, investor dapat mencermati saham TLKM.
Baca Juga: Saham properti dan new normal
Sedangkan untuk saham pertambangan, saham ADRO, PTBA, dan INCO sudah menarik untuk dilirik.
“Namun, khusus untuk saham emiten pertambangan perlu diperhatikan juga korelasi antara tren harga komoditasnya,” tutup Okie.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News