Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Menjelang Rapat Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika (FOMC Meeting) pekan ini, kinerja rupiah kian tertekan. Imbasnya, harga Surat Utang Negara (SUN) seri acuan merosot.
Data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menunjukkan, rata-rata harga obligasi INDOBeX Composite Clean Price pada Senin (14/9) terkoreksi 0,17% ketimbang akhir pekan lalu menjadi 102,65. Harga SUN acuan sesuai data Inter Dealer Market Association (IDMA) telah menyentuh level terendah.
Harga SUN seri acuan bertenor lima tahun FR0069 berada di level terendah sejak September 2013 senilai 96,97. Lalu harga seri FR0070 bertenor 10 tahun terendah sejak September 2013 senilai 94,75. Seri FR0071 bertenor 15 tahun terendah sejak Februari 2014 senilai 96.986. Begitu juga dengan seri FR0068 bertenor 20 tahun terendah sejak Februari 2014 senilai 90,57.
Analis Sucorinvest Central Gani Ariawan menjelaskan, tertekannya pasar surat utang domestik mayoritas akibat sentimen dari luar negeri. Pertama, kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi global terutama China. Pada Agustus 2015, China telah mendevaluasi mata uang yuan sebesar 2% guna mendongkrak ekspor. Namun pasar melihatnya sebagai bukti perlambatan ekonomi.
Kedua, pelemahan rupiah menjelang pertemuan FOMC. Pada Senin (14/9), rupiah melemah 0,08% ketimbang akhir pekan lalu menjadi Rp 14.333 per dollar Amerika Serikat (AS). Ada ketidakpastian rencana kenaikan suku bunga acuan AS memicu volatilitas rupiah.
Ketiga, ada sejumlah agenda penting seperti rilis data neraca perdagangan Juli 2015. Ada pula Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang menentukan suku bunga acuan. Prospek akhir tahun Analis obligasi BNI Securities I Made Adi Saputra menambahkan, pasar obligasi dalam negeri tertekan akibat agenda lelang SUN pada Selasa (15/9).
Umumnya, sebelum lelang, transaksi para investor di pasar surat utang berkurang. Sehingga mereka dapat mendongkrak yield. Di sisi lain, tertekannya pasar obligasi juga akibat kekecewaan pasar terhadap paket kebijakan ekonomi Indonesia yang diumumkan pekan lalu. "Investor awalnya berharap paket kebijakan ini dapat dieksekusi waktu dekat. Nyatanya lebih ke jangka menengah dan panjang," jelas Made.
Investor masih akan mencermati hasil rapat FOMC. Menurut Made, jika AS jadi mengerek suku bunga acuannya, harga obligasi akan terkoreksi beberapa saat. Namun, kepastian akan spekulasi tersebut justru menjadi katalis positif. Sebaliknya, jika AS masih menunda rencananya, ketidakpastian tersebut akan kembali menyeret kinerja rupiah dan obligasi dalam negeri.
Namun di akhir tahun, harga obligasi berpeluang menguat akibat pasokan SUN yang menipis di pasar primer. Maklum, pemerintah sudah merealisasikan 85,8% dari target yang dipatok Rp 452,18 triliun. Ada pula sentimen positif dari investor asing.
Akhir pekan lalu, Presiden Joko Widodo mengunjungi beberapa negara Timur Tengah seperti Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, serta Qatar untuk menjaring para investor agar masuk ke SUN. Made memprediksi, yield FR0070 akan bertengger di level 8,9% pada pengujung tahun 2015. Ia menyarankan investor dengan horizon investasi jangka pendek untuk pindah dari surat utang bertenor panjang ke tenor pendek. "Seperti ORI-010, ORI-011, SR006 dan SR007," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News