Sumber: KONTAN | Editor: Test Test
JAKARTA. Harga Surat Utang Negara (SUN) yang terpuruk justru membuat sejumlah investor asing kepincut. Salah satunya adalah Aberdeen Asset Mangement Plc. Kemarin (30/6), perusahaan pengelola investasi asal Skotlandia itu menyatakan berniat membeli obligasi dalam mata uang lokal di negara seperti Indonesia dan Thailand.
Aberdeen menilai, harga obligasi di dua negara ini sudah turun cukup dalam. Data Perhimpunan Pedagang Surat Utang Negara (Himdasun) mencatat, setelah sempat menyentuh puncaknya pada 15 Januari lalu, harga SUN terus terpuruk. Senin (30/6) lalu, Indeks SUN hasil hitungan Himdasun berada di angka 80,450 atau rontok 19,61% dari posisi tertingginya tahun ini di angka 100,08.
Situasi ini mungkin masih akan berlanjut mengingat harga mentah telah melonjak melewati US$ 143 per barel. Menurut Anthony Michael, Kepala Divisi Surat Utang Aberdeen Wilayah Asia, keadaan itu akan memaksa pemerintah Indonesia dan Thailand menerbitkan surat utang dalam jumlah lebih besar lagi buat menambal defisit anggaran akibat membengkaknya subsidi bahan bakar minyak.
"Kami akan membelinya. Kami memiliki kas yang besar," cetus Michael seperti dilansir Bloomberg, Senin (30/6).
Prediksi Michael ini mungkin bakal menjadi kenyataan. Sebab, pada Agustus - Oktober nanti, pemerintah Indonesia berturut-turut akan menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) senilai Rp 15 triliun, Obligasi Ritel Indonesia (ORI) senilai Rp 13 triliun, dan obligasi syariah (sukuk) internasional US$ 1 miliar.
Selain soal harganya yang murah, Aberdeen juga kepincut dengan imbal hasil (yield) SUN yang selangit. Menurut Michael, imbal hasil SUN Indonesia yang bertenor 10 tahun sudah mencapai 13,3%. Padahal, pada akhir tahun lalu, yield obligasi seri ini baru mencapai 10%.
Faktor minyak dan bunga
Namun, menurutnya, perusahaannya memilih tak membeli obligasi global (global bond) senilai US$ 2,2 miliar yang diterbitkan Indonesia pada 17 Juni lalu. Alasannya, imbal hasil yang dipatok surat utang berdenominasi dolar itu masih belum sebanding dengan risikonya.
Kepala Tersuri Bank BNI, Rosady T.A Montol berpendapat, harga SUN saat ini memang sudah sangat rendah. Sayangnya, ia mengaku belum bisa memprediksi arah pergerakan harga SUN. Sebab, ia kesulitan menebak arah harga minyak.
Analis obligasi dari Danareksa Sekuritas Budi Susanto berbicara lebih tegas. Ia memprediksi, harga SUN masih akan tergerus karena, kemungkinan, Bank Indonesia (BI) akan kembali menaikkan suku bunga acuannya (BI rate) hingga mencapai 9%. "Keputusan Aberdeen masuk ke pasar obligasi Indonesia saat ini adalah pilihan tepat," cetusnya.
Kepala Tresuri Bank NISP, Suriyanto Chang berpendapat serupa. Dia bilang, penurunan harga SUN sekarang sudah cukup memberikan banyak keuntungan bagi investor asing.
Niat Aberdeen masuk ke SUN Indonesia ternyata memperoleh sambutan hangat dari pemerintah. Menurut Bhimantara Widyajala, Direktur Surat Berharga Negara Departemen Keuangan, masuknya fund manager yang mengelola dana hingga US$ 215,7 miliar itu akan membuat porsi investor asing di SUN kian gemuk. Hingga 27 Juni lalu, jumlah dana asing di SUN sudah mencapai Rp 94 triliun atau 18% dari total SUN yang beredar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News