Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Sepanjang Mei 2016, dana kelolaan industri reksadana dalam negeri bertambah. Mengacu data Infovesta Utama per Mei 2016, dana kelolaan industri reksadana Indonesia mencapai Rp 291,63 triliun, naik 1,22% (mom) ketimbang posisi April 2016 yang tercatat Rp 288,12 triliun.
Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo mengungkapkan, penambahan tersebut disokong oleh pertumbuhan dana kelolaan jenis reksadana pasar uang (2,69%), campuran (0,94%), pendapatan tetap (2,35%), terproteksi (2,57%), serta exhange traded fund alias ETF (5,88%) periode sama.
Sebaliknya, dana kelolaan jenis reksadana saham menyusut 0,55% (mom) serta reksadana indeks merosot 14,92% (mom).
Kenaikan dana kelolaan industri reksadana bulan lalu juga diiringi dengan pertumbuhan unit penyertaan (UP). Pada Mei 2016, total UP reksadana mencapai 204,59 miliar atau terangkat 1,9% (mom) ketimbang posisi bulan sebelumnya di level 200,77 miliar.
Serupa, hanya UP jenis reksadana saham dan indeks yang terkoreksi masing – masing 0,09% (mom) serta 18,66% (mom). Sementara UP jenis reksadana lainnya mencatat pertumbuhan. Yakni UP reksadana pasar uang (2,26%), campuran (1,16%), pendapatan tetap (3,81%), terproteksi (2,61%), serta ETF (3,16%).
Beben berpendapat, hal ini mengindikasikan aksi investor yang berburu produk reksadana dengan risiko yang relatif lebih rendah. “Sementara secara year to date, baik dana kelolaan maupun UP tumbuh masing-masing 12,67% serta 12,46%. Ditopang oleh reksadana pasar uang, terproteksi, dan pendapatan tetap,” jelasnya.
Siswa Rizali, President Director PT Asanusa Asset Management menuturkan, secara keseluruhan, pasar obligasi memang berbalut tren bullish sejak awal tahun 2016. Saat pasar surat utang dalam negeri merosot pada Mei 2016, investor pun memanfaatkan momen tersebut untuk mengakumulasi reksadana berbasis obligasi. “Saat pasar obligasi koreksi, investor melihat sebagai peluang untuk beli,” imbuhnya.
Investment Director PT Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana menambahkan, maraknya penerbitan obligasi sepanjang Mei 2016 juga mendorong tumbuhnya minat investor pada reksadana pendapatan tetap.
Jemmy menilai, koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung memengaruhi total dana kelolaan industri reksadana. Penyebabnya, investor telah menyadari siklus IHSG yang cenderung menyusut pada triwulan kedua dan ketiga. “Sehingga mereka melakukan switching ke reksadana pasar uang dan pendapatan tetap,” tukasnya.
Rizali sepakat, pasar saham domestik yang cenderung bearish sepanjang Mei 2016 memang memicu penurunan dana kelolaan reksadana saham. Katalis negatif bermula dari rilis pertumbuhan ekonomi Indonesia per kuartal I 2016 yang tercatat 4,92% (yoy), lebih rendah dibandingkan konsensus sebesar 5,05% (yoy).
Tekanan pun berlanjut pasca rilis risalah pertemuan FOMC Meeting yang menguatkan spekulasi adanya kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed pada pertengahan Juni 2016 mendatang. Saat ini, suku bunga The Fed mencapai 0,25% - 0,5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News