Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Dalam mengoptimalkan imbal hasil (return) di tengah volatilitas pasar, manajer investasi jeli dalam memilih efek-efek saham.
Begitu pula strategi yang diterapkan PT Mandiri Manajemen Investasi (Mandiri Investasi) dalam meracik reksadana saham syariah Mandiri Investa Atraktif Syariah.
Endang Astharanti, Direktur Mandiri Investasi mengakui, pasar masih rentan tertekan pada tahun 2017. Investor tengah menantikan susunan kabinet dan realisasi kebijakan dari Presiden ke - 45 Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Jika tak ada aral melintang, pelantikan Trump bakal dihelat pada 20 Januari 2017. Terlebih, Bank Sentral AS Federal Reserve berencana mengerek suku bunga acuan sebanyak tiga kali sepanjang tahun ini.
Berbeda dengan beberapa strategi manajer investasi yang justru menggemukkan porsi kas kala volatilitas mencuat, Mandiri Investasi justru tetap overweight di efek saham.
"Makanya kami stock picking saham-saham yang diharapkan cenderung stabil. Analisa kami selain top down, juga bottom up," jelasnya.
Mengacu fund fact sheet per Desember 2016, mayoritas dana dialokasikan pada efek saham hingga 94,61%. Sisanya berupa instrumen pasar uang 5,39%. Ini sesuai kebijakan investasi reksadana saham yang leluasa menempatkan dana pada saham 80% - 100% serta instrumen pasar uang 0% - 20%.
Sebagian besar dana masih diparkir pada sektor properti yakni 19,19%. Sisanya konsumer 18,67%, infrastruktur 17,18%, aneka industri 11,72%, serta sektor lainnya 30,23%. Lima aset terbesar Mandiri Investa Atraktif Syariah di antaranya ASII, PTPP, TLKM, UNVR, dan UNTR.
Strategi ini cukup jitu. Sepanjang tahun 2016, Mandiri Investa Atraktif Syariah membukukan return 12,26%. Ini serupa dengan rata-rata return reksadana saham syariah yang mencapai 12,5% periode sama.
Oleh karena itu, Endang berharap, sepanjang tahun 2017, kinerja Mandiri Investa Atraktif Syariah dapat serupa dengan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). "Kalaupun ada deviasi sekitar 1% - 2%," tuturnya.