Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kinerja PT Timah Tbk (TINS) per September 2013 menyusut. Ini dampak masa transisi akibat pemberlakuan beleid anyar terkait ekspor timah yang sudah sesuai prediksi perseroan.
Sekretaris Perusahaan Timah, Agung Nugroho menjelaskan, pihaknya telah melakukan penyesuaian bentuk kerjasama dengan para pembeli dengan menerbitkan force majeure agar sesuai dengan Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 32/2013.
Akibat penyesuaian tersebut, penjualan selama tiga bulan terakhir, khususnya September 2013, merosot. "September ekspor hanya 786 ton, ini terendah dalam beberapa tahun ini," ujar Agung dalam pernyataan resminya.
Sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, volume penjualan logam timah TINS hanya 15.227 metrik ton. Pada periode yang sama tahun lalu, Timah mampu menjual 26.921 metrik ton.
Hal ini kemudian berdampak pada peforma keuangan BUMN timah ini di akhir kuartal III-2013. Penjualan perseroan anjlok dari Rp 6 triliun tahun lalu menjadi Rp 3,89 triliun.
Alhasil, laba bersih pun terpangkas 61.87% menjadi hanya Rp 141,01 miliar. Kendati demikian, manajemen TINS memperkirakan dampak dari beleid ini akan mengerek harga jual timah ke level US$ 25.000 per metrik ton.
Adapun, hingga akhir September, harga rata-rata logam timah dunia di London Metal Exchange (LME) sebesar US$ 22.086 per metrik ton.
Manajemen TINS memangkas target volume penjualan tahun ini dari 29.000 metrik ton menjadi hanya 27.000 metrik ton.
Seperti diketahui, dalam beleid Permendag baru, pemerintah mewajibkan ekspor timah batangan dilakukan melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Berjangka (BKDI). Sehingga, penjual dan pembeli harus menjadi anggota BKDI jika ingin melakukan transaksi.
Berhubung anggota BKDI terbatas, TINS kesulitan menjual produknya secara masif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News