Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Di satu sisi, berlakunya beleid ekspor timah yang baru saja diberlakukan menguntungkan PT Timah Tbk (TINS), khususnya dari segi harga. Namun, di sisi lain, BUMN timah ini mengalami keterbatasan dalam hal penjualan.
Sukrisno, Direktur Utama TINS memperkirakan, hingga akhir tahun, volume penjualan timah perseroan tidak akan mencapai target. Awalnya, perseroan menargetkan bisa menjual sekitar 28.000 ton hingga 29.000 ton timah.
Namun, ia merevisi, volume penjualan timah perusahaan hanya akan ada di kisaran 26.000 ton hingga 27.000 ton. "Volume ekspor berkurang karena anggota bursa (BKDI/bursa komoditi dan derivatif berjangka) terbatas," ujarnya.
Sekedar mengingatkan, Peraturan Menteri Perdagangan (Permedag) No 32/2013 tentang perubahan kedua Permedag Nomor 78/2012 berlaku efektif sejak akhir Agustus 2013 kemarin mewajibkan ekspor timah batangan harus dilakukan melalui BKDI. Sehingga, penjual dan pembeli harus menjadi anggota BKDI jika ingin melakukan transaksi.
Nah, berhubung, anggota BKDI timah terbatas, maka TINS sulit untuk jor-joran menjual produknya. Sukrisno menjelaskan, jika awalnya ekspor timah bisa mencapai 6.000-7.000 ton per bulan, saat ini volumenya hanya berkisar 2.000 ton per bulan.
Namun, akibat minimnya penjualan di pasar ekspor membuat harga timah melonjak. Sukrisno mengestimasi, harga timah hingga akhir tahun bisa menembus level US$ 25.000 per ton. Saat ini, harga timah ada di kisaran US$ 23.400 per ton. Oleh karena itu, adanya kenaikan harga ini bisa mengompensasi penurunan volume penjualan Timah.
"Diperkirakan, pendapatan kami hingga akhir tahun masih di kisaran Rp 7 triliun," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News